Nadia pun datang di tempat Gladys bekerja. Dia berencana untuk mempermalukan gadis di hadapan banyak orang. Dia berjalan begitu akunya menghampiri gadis yang sedang bersih-bersih meja di restoran Padang.
" Halo Gladys! Kamu adalah mantan sahabatku! Apa kabar? " Nadia mengangkat satu alisnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Dia menatap sinis ke arah gadis seakan-akan menghina Gladys.
Gladys berusaha untuk mengontrol emosinya agar tidak terpancing oleh tingkah laku Nadia yang makin hari makin ngelunjak. Dia berusaha untuk bersabar menghadapi mantan sahabatnya itu yang telah merengut apapun yang dia mau termasuk kekasihnya. Dia tidak heran kalau Nadia benar-benar keterlaluan sekali.
"Aku peringatkan kepada kamu Nadia Permatasari sebaiknya kamu pergi saja dari sini karena aku sudah lelah menghadapi perempuan ular seperti kamu! Udah deh enggak usah buang-buang waktu kamu untuk cari perkara dengan aku! Kamu sudah mendapatkan apa yang kamu mau jadi Untuk apa kamu mencariku Lagi! Apa kamu takut saing? " Gladys menyindir Nadia dengan terang-terangan. Ia sudah merasa jelas sekali dengan sikap Nadia yang selalu saja merendahkannya.
Renata yang melihat kejadian itu ikut kesal. Dia tidak menyangka kalau Nadia benar-benar memiliki hati seperti ular yang sangat berbisa. Dia juga membuat sahabatnya benar-benar terpuruk kehilangan kekasih dan pekerjaan. Kemudian dia pun datang diantara mereka berdua lalu dia mulai angkat bicara dihadapan Nadia yang benar-benar sudah keterlaluan. "Apa urat malu kamu itu itu sudah hilang? " tanya Renata dengan kalimat pedasnya dengan tatapan yang begitu sini sekali ke arah Nadia.
Nadia hanya terdiam saja ketika mendengarkan ucapan pedas dari Renata. Dia mulai mengangkat tangannya ingin menampakkan mulut pedas Renata saat itu.
"Udah salah eh malah nyalahin orang! Nggak malu tuh sama mulut kamu! Udah merebut kekasih orang yang menyingkirkan sahabatnya sendiri demi ambisinya! Emang ya kalau temenan sama manusia egois dan tidak tahu malu ya seperti inilah! Udah ditolong eh malah memakan daging sahabatnya sendiri! Nggak malu sama diri kamu sendiri! " Renata mengangkat satu alisnya menatap Nadia dengan perasaan sangat jijik sekali. Dia merasa kalau perempuan itu benar-benar tidak tahu malu dan keterlaluan terhadap sahabatnya.
Nadia pergi begitu saja karena dia terlalu malas untuk berdebat dengan Renata yang memiliki mulut super pedas. Dia yang ingin sekali untuk menjatuhkan Gladys di hadapan banyak orang malah dia yang tertampar dengan ucapan Renata di hadapan banyak orang. Dia benar-benar sangat kesal sekali dengan kejadian itu hingga meninggalkan restoran Padang dengan muka yang cukup kesal."awal saja aku akan membuat perhitungan dengan kamu Renata! Tunggu aja tanggal mainnya kapan! Aku akan membuat kamu menyesal telah berurusan dengan Nadia Permatasari!" Dia mendengus dengan sangat kesal sekali bahkan mengucapkan sumpah serapah dalam hati kecilnya untuk Renata. Dia akan menyusun rencana untuk membuat Renata benar-benar menyesal telah merendahkan diri dihadapan banyak orang.
" Biarin aja Gladys, Emang dia masih punya muka untuk bertemu dengan kita? Sahabat seperti itu harus segera dibuang ke laut Anggap saja untuk makanan hewan-hewan di laut sana biar kenyang! Percuma aja kamu menolong orang seperti itu yang ujung-ujungnya malah menendangmu dari sebuah kehidupan zona nyaman mu. Di dunia ini tidak ada orang yang benar-benar patut ditolong dengan tulus tapi mereka selalu saja makan tulang kawannya sendiri demi kepentingannya! Itulah gunanya kita harus lebih protektif dalam memilih seorang sahabat. Kita sudah baik tapi dia benar-benar sudah kelewatan sekali! Biarin aja deh dia ke laut ataupun dia dimakan ikan hiu Nggak usah dipeduliin lagi! "
Diluar Nadia sedang menghentak-hentakkan kakinya. Dia sangat kesal sekali dengan penghinaan yang diberikan oleh Renata di hadapan banyak orang. Padahal awalnya dia ingin menjatuhkan Gladys di hadapan Banyak orang tapi sayangnya dialah yang terjebak sendiri. Dia benar-benar kesal sekali dan ingin membuat perhitungan untuk Renata. "Bagaimanapun juga kamu harus merasakannya Renata!" Dia menembus dengan kesal sekali lalu dia menelpon orang suruhannya untuk mengerjai Renata. Dia tersenyum dengan begitu Licik sekali. "Uang memang bukan segalanya tapi uang bisa membeli semuanya!" Hal itu yang selalu ditanamkan di hati Nadia. Dia tidak peduli dengan apapun caranya untuk mendapatkan apa yang telah dia mau bahkan menyingkirkan sahabatnya sekalipun itu hal yang mudah dalam satu petikan tangannya saja.
*
Seharian ini Brahma sudah mencari pekerjaan di manapun. Kemudian dia berhenti di sebuah restoran Nusantara menyediakan lowongan pekerjaan sebagai tukang cuci piring. Dia pun masuk ke dalam karena dia benar-benar tidak tahu harus mencari pekerjaan kemana lagi. Dia tidak peduli pekerjaan apapun asalkan halal dan jauh dari perempuan itu.
"Alhamdulillah masih ada lowongan pekerjaan. Aku akan melakukan apapun demi keluarga aku karena Akulah seorang kepala keluarga yang baik tidak akan pernah berhenti berjuang untuk sesuap nasi." Terlihat harga diri dari seorang Brama begitu besar sekali.Bahkan dia tidak ingin dipandang rendah oleh siapapun. Dia akan melakukan cara apapun demi mendapatkan uang asalkan halal walaupun sedikit tapi benar-benar penuh dengan nikmat yang tersembunyi.
Kedua langkah kaki Brahma pun mulai masuk ke dalam restoran Nusantara. Dia berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Dia akan melamar sebagai tukang cuci piring walaupun dia tahu gajinya tidak seberapa tapi lebih berarti daripada menganggur.
Brahma melakukan interview bersama dengan pemilik restoran nusantara yang hanya memberi gaji dibawah standar upah minimum. Dia menerimanya walaupun gajinya adalah harian. Dia tetap bersyukur walaupun sedikit tapi akan memiliki banyak hikmah dan nikmatnya. Dia tersenyum ketika dia diterima bekerja sebagai tukang cuci piring di restoran tersebut. Rasa bahagia itu tidak ternilai harganya walaupun berbeda jauh dengan pekerjaannya yang kemarin.
" Jika kita menganggap nya kurang terus tak akan kekurangan terus maka dari itu bersyukur adalah cara yang terbaik untuk menikmati pekerjaan ini. " Brahma mulai tersenyum Bahkan dia memulai pekerjaannya hari ini di restoran Nusantara sebagai tukang cuci piring. Dia bekerja di sebuah dapur restoran Nusantara. Beberapa cucian piring terbilang banyak sekali termasuk alat-alat memasak mulai dari panci - panci yang harus segera dicuci.
*
Sekar mulai memasak untuk makan malam sambil menunggu suaminya datang. Dia melihat beberapa saudaranya datang untuk berkunjung. Kebetulan dia hanya memasak tidak terlalu banyak. Pada akhirnya dia menyajikan makanan malam tersebut untuk tamu yang datang ke rumahnya. Dia benar-benar kehabisan bahan makanan.
Menu makan malam yang seharusnya untuk suaminya itu pun sudah habis dimakan oleh saudara-saudaranya yang baru saja datang dari kampung. Makan mereka akan menginap selama 1 minggu di rumah keluarganya. Kebetulan Sekar masih tinggal bersama orang tuanya namun di sana juga ada berapa saudaranya dan menantu keluarga.
"Cuman ini aja makanannya Sekar? " tanya Rianti yang melihat ayam bakar dengan beberapa potong saja dan sayur asem. Dia ikut mencomot makanan tersebut dan memberikannya kepada anggota keluarganya sehingga tidak ada sisa untuk Brahma di makan malam. Sekar tidak mungkin melarang kakaknya untuk mengambil menu makanannya. Dia sudah terbiasa untuk hal itu Kalau kakaknya memang terlalu malas untuk sekedar berbelanja ataupun memasak.
Sekar hanya bisa sabar menghadapi Kakak dan kakak iparnya yang seperti itu. Dia tidak bisa berkata apapun lagi selain menerimanya. Dia berpikir untuk mencari tempat kontrakan bersama dengan Brahma.
" Apa sebaiknya Aku mencari kontrakan baru ya?" Sekar merasa tidak nyaman dengan kakaknya yang selalu saja menempel seperti parasit. Dia merasa dimanfaatkan oleh Kakaknya sendiri.