Instagram: Yezta Aurora
Facebook: Yezta Aurora
Twitter: Yezta Aurora
--
Saat ini mereka berdua sedang berada disebuah restoran mewah. Nelson memilih duduk di sofa paling ujung. Sengaja membuat suasana senyaman mungkin karena melihat ekspresi Nicolette yang tampak tak nyaman.
"Makanlah! Selagi hangat. Tak baik hanya mengaduk-aduk makanan."
Nicolette mengangguk setelah itu mulai menyantap makanannya. Tingkah lucu Nicolette inipun tak lepas darinya. Beberapa kali bibirnya mengulas senyum geli.
"Buka mulutmu!" Nicolette tersentak kaget dengan perlakuan atasan barunya ini.
"Kau harus cicipi makananku ini Letta, ini sangat lezat." Tatapan Nelson penuh perintah sehingga Nicolette membuka mulutnya meskipun terpaksa. Yang dikatakan oleh atasannya tersebut memang benar karena makanan ini rasanya sangatlah lezat membuat Nicolette ingin mencicipinya lagi dan lagi.
"Mau lagi?"
Nicolette menggeleng.
"Ya sudah kalau begitu lanjutkan makanmu!" Sembari mengulas senyum hangat.
Tanpa mereka berdua sadari dari sudut ruangan lain ada sepasang mata yang sedang menangkap sosok keduanya dengan tatapan tak suka dan dia adalah Axell Martin.
Meskipun dulu dengan kekeh ingin ada seorang lelaki baik mendampingi Nicolette, hingga mendaftarkannya pada situs online akan tetapi setelah melihat keakraban yang terjalin di depan mata berhasil menyulut api cemburu.
Tatapan Axell masih terpaku pada Nicolette hingga melupakan tujuan awal datang ke restoran ini. Sementara Nicolette sendiri merasa gelisah karena sepertinya ada yang sedang mengawasinya secara intens.
Axell, batin Nicolette ketika saling beradu tatap.
Nelson yang memperhatikan coba mengikuti arah pandang Nicolette akan tetapi dengan secepat kilat Axell sudah tak ada disana.
"Melihat apa?" Nelson bertanya sambil mengangkat kedua alisnya.
Nicolette menggeleng.
Melihat perubahan pada raut wajah Nicolette, Nelson yakin bahwa telah terjadi sesuatu sehingga ia langsung mengajak Nicolette meninggalkan restoran.
Sementara dari kejauhan Axell terus mengamati dari dalam kaca mobil. Kedua tangannya mencengkeram setir mobil dengan sangat kuat, rahang mengeras, sorot mata berubah tajam menyiratkan kelukaan mendalam. Ia baru menyadari perasaannya, ternyata melihat wanita yang dicintainya sampai jatuh ke pelukan lelaki lain, hal seperti itu sangat manyakitkan.
Sementara Nelson, ia memberi perintah pada supir pribadinya untuk pergi jalan-jalan dengan mengendarai taksi karena ia ingin membawa mobil sendiri. Tak lupa ia juga menyerahkan beberapa lembar dolar. Kemudian membukakan pintu mobil untuk Nicolette.
"Silahkan Letta."
"Terima kasih, Tuan." Sembari mengulas senyum.
Merasa ada sebuah mobil yang terus mengikuti dari belakang, sudut mata Nelson beberapa kali melirik ke kaca spion dan menghafal nomor mobil sport yang terus mengikutinya sampai berhenti di depan apartement Nicolette. Tak ingin hal buruk terjadi, Nelson segera menawarkan diri mengantar sampai ke depan kamar akan tetapi dengan tegas Nicolette menolak.
"Okay, kalau begitu jangan lupa besok datang jam 08.00 yah. Bye Letta." Nicolette mengangguk sembari mengucap terima kasih.
Setelah kepergian mobil sport hitam langkah kaki Nicolette semakin cepat memasuki lift akan tetapi terhenti karena cengkeraman kuat tangan seseorang pada pergelangannya. Dengan kasar memutar tubuh untuk melihat siapa gerangan yang sudah dengan sangat lancang menyentuhnya. Seketika manik seindah lautan biru membeliak tak percaya.
"Axell," ucap Nicolette lirih.
Sementara Axell hanya menatapnya tajam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Setelah itu pergi begitu saja, kembali meninggalkan luka dan airmata yang kini memaksa keluar hingga melewati pipi mulus.
Sementara di tempat lain Jose tampak geram karena sudah dua minggu berlalu akan tetapi tawaran kerja yang pernah ditawarkannya pada Nicolette tak juga ada kabar.
"Zoe!" Beberapa menit kemudian yang dipanggil sudah berdiri dihadapannya.
"Pastikan kondisi Nicolette dan segera beri aku kabar. Jangan sampai-" Belum sempat menyelesaikan kalimat. Lebih dulu Zoe menjelaskan berbagai macam informasi yang benar – benar membakar api amarah.
"Kurang ajar!" Sambil menggebrak meja lalu menatap nyalang ke arah Zoe.
Satu kali pukulan berhasil membelai hangat hingga pelipis Zoe memar. "Bodoh! Tidak berguna! Bagaimana bisa kau sampai kecolongan seperti ini, hah? Memangnya apa saja yang kau lakukan selama dua minggu ini?"
Zoe yang merasa bersalah memilih diam saja karena selama ini ia memang tidak pernah mendatangi Nicolette apalagi sampai menawarkan pekerjaan padanya.
Tak ingin membuang-buang waktu Jose segera menyewa detektif untuk mengumpulkan informasi secara detail mengenai Nicolette Phoulensy Hamberson.
Sebentar lagi aku akan menjemputmu Nicolette. Bersabarlah sayang.
--
Tak butuh waktu lama, detektif yang disewa bekerja dengan sangat bagus sehingga dalam waktu sehari semua informasi tentang Nicolette sudah terangkum secara detail.
Dokumen dari sang detektif saat ini sudah ada dalam genggaman. Senyum rekah langsung menghiasi bibir Jose akan tetapi seketika senyum itu menghilang setelah membaca isi keseluruhan dari dokumen tersebut.
Rasa amarah yang siap meledak membuat Jose kalap mata begitu pun dengan dokumen di atas meja yang sudah tak lagi berbentuk. Ia meminta Zoe menyiapkan mobil dan segera mengantarkannya ke kediaman Martin.
Melihat wajah Jose yang memerah menahan amarah akhirnya Zoe memilih diam tak seperti biasanya yang selalu banyak bertanya.
"Pinggirkan mobilnya!"
"Tapi Jose?" Akhirnya tanpa banyak membantah lagi langsung mematuhi perintah Jose.
"Menyetir tuh seperti ini Zoe. Ini baru namany laki." Melajukan mobil dengan kecepatan tinggi sampai – sampai terdengar bunyi decitan. Tak butuh waktu lama mobil yang membawanya pergi sudah memasuki halaman mansion Martin. Segera melempar kunci ke arah bodyguard untuk memarkirkan mobil dengan benar.
Sementara Zoe mengekori dari belakang sembari mengumpat kesal. Itu tadi namanya bukan nyetir tapi bunuh diri. Dasar aneh!
"Axell!" Suara Jose meninggi meski begitu tak mengurangi ketampanan dan juga wibawanya. Martin yang saat itu ada diruang kerja segera berhambur keluar mendengar teriakan putra kesayangannya tersebut.
Mengangkat sudut bibirnya dengan tatapan nyalang. "Wow selamat datang putra kesayanganku. Apa kau sudah mengakui kekalahanmu? Kemarilah dan mari kita bicara." Arah matanya memberi kode supaya Jose mengekorinya ke ruang kerja.
Mendapati Jose hanya diam saja memaksa Martin untuk memanggil putra kesayangannya tersebut sekali lagi. Sementara yang dipanggil malahan menyungging senyum sinis. Dengan nada datar Jose berucap. "Dimana putra culunmu si Axell?"
"Ada perlu apa kau mencariku?" Axell yang baru saja sampai di mansion dikejutkan dengan suara keributan yang ternyata penyebab utamanya adalah kakaknya sendiri.
Memutar tubuh dengan sorot mata tajam. Hanya dengan ditatap seperti itu seolah-olah tubuh Axell terasa bagaikan dikuliti hidup-hidup.
"Kemarilah!" Pinta Jose dengan seringaian licik.
Axell yang tak menaruh curiga sedikit pun mendekat ke arah kakaknya dan tanpa aba - aba Jose langsung melayangkan pukulan dengan sangat keras membuat tubuh Axell langsung tersungkur ke lantai. Sementara Martin tak berusaha melerai, dia hanya diam saja menonton adegan perkelahian didepan mata.
"Bangun!" Sambil menjentikkan jarinya.
Axell yang selalu saja jadi lelaki penurut langsung menuruti perintah kakaknya. Tak terelakkan Jose pun kembali melayangkan pukulan membuat tubuh Axell kembali tersungkur dan hal itu tak hanya terjadi sekali, dua kali, bahkan sampai tiga kali sehingga memaksa Martin mengambil tindakan.
"Hentikan!" Bentak Martin.
"Apa yang kau lakukan pada adikmu, hah!"
Menatap sinis ke arah Martin sebelum memulai kalimat. "Itu hukuman untuk lelaki pengecut!"
"Dan ini hukuman untuk lelaki kejam sepertimu!" Setelah itu langsung melayangkan pukulan keras pada Martin. Tubuh Martin yang tak lagi muda membuatnya langsung terhuyung dan beruntung ada Axell yang menghalangi karena kalau tidak bisa dipastikan kepala Martin akan membentur dinding meja.
Mendapati Axell merintih kesakitan karena tulang ekor membentur dinding meja dengan sangat keras, membuat Martin kalap mata.
"Dasar anak durhaka!" Bentak Martin. Belum sempat melayangkan pukulan sudah lebih dulu dihadihi pukulan telak dari sepasang tangan kekar. Axell tak bisa tinggal diam melihat ayahnya dipukuli didepan mata.
"Anak kurang ajar, tidak tahu diri. Berani-beraninya kau memukul dad. Sebenarnya apa masalahmu dan apa salah kami, hah?" Bentak Axell. Baru kali ini dia berani membentak kakaknya setelah selama bertahun-tahun lamanya bersembunyi dibalik kekuasaan ibunya, Delila.
Meraih kerah kemeja Axell, mencengkeram dengan sangat kuat setelah itu dilemparkannya ke tengah ruangan. Meskipun banyak bodyguard Martin yang berdiri disana akan tetapi tak ada satu pun yang berani bertindak tanpa diperintah.
"Kau tanya apa salahmu dan kesalahan lelaki tua bangka menyedihkan ini, hah?"
Kembali meraih kemeja Axell sembari menghujaninya dengan tatapan tajam. "Kesalahan terbesarmu adalah membiarkan Nicolette hidup sengsara dan juga dihina, direndahkan bahkan tak diperlakukan layaknya manusia oleh Martin dan kau ... " Jari telunjuk mengarah pada wajah Axell.
"Apa kau juga tidak tahu kalau Nicolette dibuang ke club malam, hah? Atau pura – pura tidak tahu."
"Tentu saja aku tahu, Jose. Terus kau mau apa?"
"Dan kau hanya diam saja?"
"Aku bukan kau yang bertindak arogan. Memang seperti itulah caraku melindungi kekasihku. Melindungi wanita yang kucinta." Bentak Axell.
"Melindungi wanita yang kau cinta dari lelaki tua Bangka ini." Jari telunjuk mengarah pada Martin.
"Omong kosong! Kau bahkan menyeretnya ke dalam bahaya Axell. Apa kau sadar dengan yang kau lakukan itu, hah?" Kening Axell pun berkerut. Ia tak tahu kemana arah pembicaraan kakaknya ini.
"Kenapa kau sampai tega menjerumuskannya ke dalam situs online sialan itu. Untung saja aku yang memesannya, bagaimana kalau sampai lelaki hidung belang, hah? Apa kau tak pernah berfikir sampai sejauh itu, hah?"
Jadi Letta berkencan dengan Jose. Tapi kenapa dia akrab sekali dengan lelaki itu, siapa sebenarnya lelaki itu dan ada hubungan apa di antara mereka berdua?
Tak ingin semakin kalap mata dan menghabisi adiknya. Ia segera menjauh dari sana namun kembali menolehkan wajahnya sembari tersenyum menyeringai.
"Mulai detik ini jauhi Nicolette karena kalau tidak, aku tidak akan segan-segan melenyapkanmu meskipun kita ini saudara, Axell Martin." Setelah itu segera melenggang pergi akan tetapi belum juga mencapai daun pintu sebuah suara menghentikannya.
"Jika kau melarangku mendekati Letta begitu juga denganmu Jose Martin. Tidak ada dari kita yang bisa memilikinya karena Letta sudah dimiliki seseorang."
Perkataan Axell barusan berhasil menarik perhatiannya sehingga ia kembali mendekat dan menuntut penjelasan akan tetapi Axell sama sekali tak tertarik menjelaskan apapun.
Tak ayal akibat sikapnya inilah, ia diberi hadiah spesial. Entah sudah berapa puluh kali melayangkan pukulan samapi sang adik memuntahkan darah.
"Stop!" Bentak Martin sambil mendorong tubuh kekar Jose hingga terhuyung.
Menatap Jose dengan tatapan murka. "Cih, jadi kau juga tertarik dengan gadis murahan itu? Apa dia menyerahkan tubuhnya untuk kau cicipi sampai - sampai kau tega menghajar habis-habisan adikmu sendiri, hah?"
"Nicolette bukan gadis murahan!" Ucap Jose dan Axell bersamaan. Jose pun langsung melayangkan tatapan tajam pada adiknya yang juga menatapnya tak kalah tajam.
Tak dapat terelakkan lagi pertengkaran pun kembali menghiasi keluarga Martin. Jose yang sama sekali belum memiliki hubungan khusus dengan Nicolette bahkan rela membelanya mati-matian seperti ini. Memang benar apa kata pepatah, cinta bisa membuatmu kalap mata dan juga bisa memecah hubungan persaudaraan.
Sekembalinya dari mansion Martin langsung menuju gedung pencakar langit bertuliskan JM Law Firm menenggelamkan diri dalam berbagai pekerjaan. Banyak kasus yang harus segera ditangani akan tetapi kenapa bayang Nicolette terus saja mengganggu.
"Sudah waktunya makan siang, apa kau ingin makan siang dengan ku?" Tawar Zoe.
"Kau duluan saja."
Sepertinya moodnya sedang buruk, ya sudahlah. Zoe membatin sembari melenggang keluar ruangan menuju sebuah restoran mewah.
Memilih duduk diujung jalan supaya bisa menikmati lalu lalang jalanan. Entah sudah berapa lama dalam lamunan hingga seorang waitress datang mengantar pesanan.
"Permisi Tuan, ini pesanan Anda. Spaghe-"
"Kau ... Saudara Ms. Nicolette kan?" Potong Zoe. Kening Cerelhia berkerut coba mengingat – ingat siapa lelaki tampan ini.
Oh iya aku ingat sekarang. Bukankah lelaki ini yang dulu pernah datang ke apartement bersama Axell?
"Tepat sekali Nona. Ternyata ingatan Anda bagus juga. Kenalkan nama ku Zoe Alsbech dan kau. Siapa nama mu?" Sambil mengulurkan tangan.
"Cerelhia Almer."
"Nama yang bagus. Oh iya bagaimana kabar Ms. Nicolette?"
"Buruk."
"Gimana kalau kamu duduk disini, sambil kita ngobrolin banyak hal mengenai saudara mu."
"Maaf Tuan, saya sedang bekerja. Silahkan nikmati makan siang Anda. Permisi."
--
Thanks
Yezta Aurora