Elan berusaha mendekati Elina, tetapi Elina tak ingin Elan menyentuh sedikitpun tubuhnya.
"Na..... Ayolah, jangan memikirkan diri sendiri" pekik Elan.
Elina mendongak dan menatap Elan, "Memikirkan diri sendiri apa? Jelas-jelas kamu yang meninggalkan aku" Elina masih menangis tersedu-sedu.
Elina bangkit dan mendekati Elan, meyakinkan Elan bahwa itu semua hanyalah mimpi.
Elina memeluk Elan, "Kamu sedang bercanda kan Lan? Tolong jangan buat aku sakit Lan" pekik Elina lirih.
Namun Elan berusaha melepaskan pelukan Elina. Rasanya semuanya semu, Elina kembali mndekati Elan dan mencoba mencium Elan. Tetapi Elan tak mau lagi menjalin kasih dengan Elina. Elan mulai menjauhi Elina.
"Lan... Tolong jangan begini."
"Na.... Aku mau kita berteman seperti biasa saja, tanpa ada embel-embel cinta" pekik Elan dan menjauhi Elina. Semakin jauh. Elan turun dari tangga meninggalkan Elina yang sendirian di lantai atap.
Elina sunggguh ingin rasanya mati saja, ia ingin berteriak sekencang mungkin dan melompat sampai jatuh ke bawah, Elina melihat dari atas. Lantai tiga memang terlihat cukup tinggi dan jika Elina meloncat dari atas, tentulah akan ada beberapa tulang yang patah. Elina mengurungkan niatnya, ia takut melihat dari ketinggian.
'Sakit hati sih sakit hati, tapi aku masih waras' pekik Elina.
**
Disisi lain, Elan berhasil meyakinkan Seina bahwa dirinya dengan Elina merupakan kerabat jauh dan tentunya tidak akan melanjutkan hubungan mereka.
"Sebelumnya benar kan pacar kamu itu Elina?" pekik Seina dengan raut muka judes.
"Iya, tapi sekarang sudah tidak lagi Sey."
Seina tersenyum paksa, "Jadi dari dulu kalian menutupinya dari aku?"
"Aku gak bermaksud buat nyakitin kamu Sey."
Elan terus membela dirinya dan beranggapan kalau itu hanya masa lalu saja.
"Lihat aku Sey, aku sudah bukan milik siapa-siapa. Kita mulai dari awal ya? persahabatan seperti dulu."
"Bukankah sekarang juga kita masih bersahabat?"
"Tapi... Tapi beda" ucap Elan.
"Berbeda yang gimana? Apa bedanya?"
"Kamu lebih sering dengan anak ingusan itu!" terlihat raut wajah Elan yang mulai cemburu, Seina tak peduli dengan Elan yang cemburu padanya.
"Anak ingusan? Maksud kamu? Vino?"
Seina masih bingung dengan sikap Elan yang tiba-tiba menginginkan apa yang dipikirkannya tanpa memandang hati Seina yang sudah terluka olehnya.
"Ya."
Seina menatap Elan, "Dia punya nama. Namanya Vino. Dan dia gak ingusan!" seru Seina terhadap Elan.
"Kamu selalu membela dia Sey, kamu baru kenal dia. Kamu gak tau dia sebenarnya ada niat terselubung apa ngedeketin kamu."
Seina kembali tersenyum karna ucapan Elan yang sudah mulai ngelantur, "Setidaknya dia gak nyakitin aku" ucap Seina.
Elan tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia sudah menyerah dengan keadaan. Tak bisa merebuat hati siapapun, kini yang ada dibenaknya ia sungguh menyesal. Menyesal telah mengabaikan rasa Seina dan menyesal baru mengerti kalau ia ternyata memang sudah menyukai Seina jauh sebelum ia dan Elina menjalin asmara.
Dulu Elan hanya menganggap Seina sebagai sahabat biasa yang terus mengikutinya dan terus kagum terhadapnya, sampai ia lupa bahwa Seina juga memiliki hati yang patut untuk dilindungi hatinya supaya tidak tergores.
"Maaf Lan, kalau kamu hanya ingin membahas Elina, aku pergi. Lagian aku dan Vino sudah ada janji sepulang sekolah" pekik Seina dan bergegas pergi.
Elan belum mengijinkan, Seina tak ingin mendengar jawabannya. Apakkah Seina diperbolehkan pergi atau tidak.
Angin berhembus menyentuh rambut Elan yang tergoyangkan oleh angin, udara semakin dingin. Elan masih terdiam di tempat itu. Pepohonann mulai bergoyang, jika dilihat dari awan sudah mulai mendung, dan benar saja rintik hujan sudah mulai bermunculan.
Elan tetap terdiam.
'Aku suka hujan, tetapi hujan seringkali membuatku sakit' pekiknya.
**
Dari gerimis mulai hujan lebat, Seina yang begitu saja meninggalkan Elan melirik kembali ke belakang.
"Mungkinkah Elan masih berada di taman?" pekik Seina.
Seina tak ingin memperhatikan Elan, ia melanjutkan kakinya melangkah menuju kelasnya, tetapi Seina masih teringat Elan.
Seina lari menuju ruang olahraga yang tak cukup jauh dari kelasnya, ia meminjam payung. Dengan gerak cepat seperti bom waktu yang akan meledak, Seina menuju taman. Hujan semakin deras membasahi rerumputan.
Elan terlihat kehujannan dan terdiam, Seina memayungkan Elan yang sudah sejak tadi kehujanan, seragamnya menjadi cukup basah.
Elan mendongak ke atas dan melihat payung, seketika Elan tersenyum dan membalikkan tubuhnya.
"Seina... Kamu kembali" pekiknya melengkungkan bibirnya.
"Jangan sampai kehujanan" ucap Seina.
Entah apa jalan pikiran Seina, ia dengan mudah jatuh lagi terhadap Elan. Namun kali ini Seina tak membalas senyuman Elan, ia masih merasa sakit hati.
Mereka berjalan menuju ruang UKS, Elan berganti baju meminjam baju dari sekolah, Seina tak menunggu Elan yang sedang berganti baju. Elan tak tahu kalau Seina sudah pergi. Elan hanya mengira Seina menunggunya di luar pintu UKS.
Elan membuka pintu, "Sey.. Aku sudah selesai" pekiknya. Namun Seina sudah tidak ada disana. Hanya payung yang tertinggal di depan UKS dan sepucuk surat yang tak jauh dari payung itu berada.
'Kembalikan payung ini di ruang olahraga.'
Meskipun begitu, Elan sudah menjadi tenang. Setidaknya Seina tetap perhatian untuknya.
**
Seina tak ada janji dengan Vino, ia hanya berasalan saja dengan Elan mengenai ia dan Vino sudah merencanakan ada kegiatan, namun itu tidaklah benar, ai hanya tak mau berbicara terlalu lama dengan Elan.
Notebook yang sudah ia bawa kemana-mana, Seina buka dan semunya tertulis nama Elan, semua tentang Elan. Mulai dari pertemuan pertamanya dengan Elan, makanan makanan kesukaan Elan, pertama kali pergi dengan Elan, bahkan sepatu putih yang sering Elan pakai.
Seina menyobek notebook itu dan membuangnya di tong sampah dekat tempat belajarnya.
"Sia-sia aku berjuang ngedapetin kamu. Kamu tak sekitpun membalas rasaku" ucap Seina dengan kesal.
Seina merebahkan tubuhnya diatas kasur dan mengingat-ingat lagi saat ia bersama Elan, tetaplah sangat menyakitkan. Semula ia selalu berfikir jika bersama Elan ia merasa tenang dan damai bahkan ia menjadi bawa perasaan sendiri. Kini ia mencoba melupakan cowok yang sudah membuatnya patah hati.
**
Jam beker sama sekali tidak berbunyi, Seina terlambat datang ke sekolah, tak ada kendaraan dan tak ada yang menjemputnya, Seina biasa pergi dengan sepeda motornya. Namun sungguh apes. Sepeda motor Seina tiba-tiba bocor dan ia mencari angkot tak ada yang lewat.
"Yang benar saja? Gila ini sudah siang. Pantes gak ada angkot satupun yang lewat" pekik Seina kesal.
Jika biasanya Seina meminta bantuan Elan untuk menjemputnya, namun Seina sungguh gengsi. Apalagi dengan kejadian kemarin yang membuat diantara keduanya mulai renggang.
Seina jalan kaki dan mencari ojek terdekat.
Sampai diperempatan jalan yang tak jauh dari kostannya, Vino datang melewati Seina.
"Seina!" ucap Vino mengagetkan gadis itu.
Seina terperajat dan tak menyangka Vino berada tak jauh darinya.
"Vino...."
**Bersambung....
Terimakasih sudah membaca cerita ini, yuk klik coll dan review ya untuk meramaikan cerita ini.