Seorang pemuda tampan baru saja turun dari pesawat yang mendarat di sebuah bandara yang tidak terlalu besar. Pemuda tampan itu terlihat sangat gagah dengan balutan kemeja yang ia kenakan dan kacamata hitam yang melekat di wajahnya. Garis-garis ketampanan sangat jelas menghiasi wajahnya. Garis ketampanannya turun dari sang ibu. Betapa bahagianya hati pemuda tampan itu sangat menginjakkan kaki di atas bumi pertiwi. Setelah 10 tahun lamanya dia tidak pernah kembali.
Sang pemuda tampan menghentikan langkahnya, kemudian dia membuka kedua tangannya selebar mungkin mencoba menghirup udara ibukota yang sangat dia rindukan. Dia memejamkan matanya mencoba menikmati kembalinya seorang perantau dari negeri yang jauh dari mata. Pemuda tampan itu tersenyum karena bahagia dan bangga akhirnya dia bisa kembali setelah berhasil menempuh perjalanan yang tidak mudah. Tetapi yang lebih membuat dirinya bangga adalah ketika dia kembali sebagai seorang pria sukses yang akan membahagiakan keluarganya.
Muhammad Zafran Al Faris adalah seorang pemuda tampan yang berasal dari sebuah desa yang berada di pinggiran kota. Atas restu sama ibu dia mencoba keberuntungan untuk mengadu nasib di negara yang berbeda. Kini dia kembali dengan membawa sebongkah kemenangan yang akan ia hadiah kan kepada ibunya.
Namun ketika dia tiba di rumah pemandangan yang berbeda tampak di depan matanya. Dia melihat beberapa mobil mewah tampak ter parkir di depan rumah sederhana miliknya. Hati Zafran bertanya-tanya, ada masalah apakah sehingga mobil-mobil tersebut berada di sana. Dengan hati penuh penasaran dia berjalan mendekati rumah yang menyimpan banyak kenangan tersebut.
"Kalian tidak bisa lari dari tanggung jawab! Kami tidak mau tahu, Kami hanya ingin pertanggungjawaban kalian!" Seorang pria bertubuh besar dengan pakaian serba hitam yang ia kenakan berdiri di hadapan seorang wanita paruh baya. Dia berkata dengan kasar kepada wanita itu. Tidak jauh dari tempat tersebut, seorang wanita cantik diikat di sebuah kursi. Wajahnya tampak berdarah karena pukulan pria-pria kasar tersebut. Pemandangan ini membuat kedua mata Zafran tercengang. Apa yang terjadi kepada ibu dan adiknya. Siapakah orang orang bertubuh besar dan juga berpakaian sama yang mengelilingi rumahnya. Dan mengapa mereka menyiksa ibu dan juga adiknya.
"Apa yang bisa kami lakukan tuan? Kami minta maaf!" ucap Ramadhani, wanita paruh baya yang merupakan ibu kandung Zafran.
Puarr... sebuah tamparan mendarat di wajah wanita paruh baya itu.
"Ibu?" teriak Zafran yang melihat ibunya mendapatkan tamparan dari orang yang tidak dikenal. Pemuda tampan itu tidak bisa terima dengan perlakuan jahat orang-orang yang berada di rumahnya tersebut.
"Zafran?" tangis wanita paruh baya itu pun pecah saat melihat putra kesayangannya kini sudah berada di depan mata. Setelah 10 tahun berpisah putranya berubah menjadi seorang pemuda yang sangat tampan dan gagah. Betapa rindu hati seorang ibu yang berpisah jauh dari putranya.
"Apa yang kalian lakukan kepada ibuku? Berani sekali kalian menyakiti ibuku seperti ini?" Zafran menarik kerah baju pria yang telah memberikan tamparan kepada sang ibu. Dia tidak bisa menerima perlakuan orang tersebut.
"Dasar pemuda tidak tahu diri!" pria itu mendorong tubuh Zafran hingga terjatuh di lantai. Ibu dan adiknya menangis melihat kepala Zafran berdarah.
"Kakak?" teriak Nabila melihat kakaknya terjatuh. Tetapi dia tidak bisa melakukan apa-apa karena kedua tangan dan kakinya diikat dengan kuat.
"Lihatlah, kamu sudah berbohong bukan? Kamu mencoba menipu Kami. Tetapi putra mu kembali tepat pada waktunya!" ucap pria bertubuh besar tersebut sambil menyeringai penuh kemarahan.
"Hei anak muda. Sekarang kamu pilih, keluargamu yang tidak berguna ini atau menikah?" pria itu meletakkan kaki yang masih menggunakan sepatu di bahu Zafran yang masih tersungkur di lantai. Zafran jelas bingung dengan kata-kata yang disampaikan oleh pria yang tidak ia kenal tersebut.
"Aku memberimu waktu 10 detik. Jika kamu tidak mau menuruti perintah ku, maka Aku akan membawa ibu dan juga adikmu. Hahaha" Zafran masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Dia baru saja kembali tetapi tiba-tiba dia mendapatkan hal yang tidak masuk akal. Apalagi dengan kata-kata yang diucapkan oleh pria bertubuh besar itu. Bagaimana dia bisa menikah, dan bagaimana pria itu bisa memberikan pilihan yang sama sekali tidak ia mengerti.
"Kalian sebenarnya siapa? Kenapa kalian memaksa aku untuk menikah? Apa kesalahan yang sudah diperbuat oleh keluargaku? Tolong jelaskan semuanya kepadaku?" Zafran mencoba bertanya kepada pria itu. Dia harus tahu duduk permasalahan yang dihadapi agar dia bisa mengambil sebuah keputusan karena keputusan ini bukanlah keputusan yang mudah.
"Hei, berani sekali kamu mengajukan pertanyaan? Aku tidak punya waktu untuk memberikan jawaban. Aku akan mulai menghitung dari sekarang!" pria itu tidak bersedia menjawab pertanyaan Zafran. Dia justru mulai menghitung mundur waktu yang sudah ya berikan kepada sang pemuda tampan.
"Tidak Nak, jangan ikuti kata-katanya. Biarkan ibu yang menjadi korban. Pergilah Zafran! Lari lah sejauh mungkin. Lupakan ibumu ini," teriak Ramadhani dengan deraian air mata. Putranya semakin merasa bingung dengan apa yang terjadi di hadapannya. Sementara pria yang mengenakan pakaian serba hitam tersebut terus menghitung.
"Sembilan, delapan, tujuh," sedangkan Zafran belum bisa berfikir dengan jernih. Wajahnya pucat saat mengingat pilihan yang diberikan oleh orang asing itu. Keluarga atau pernikahan, yang manakah seharusnya yang dipilih oleh Zafran.
"Pergilah putraku!" di tengah-tengah itu juga terdengar suara ibunya yang terus meminta agar putra kesayangan pergi meninggalkan dirinya. Di satu sisi pemuda tampan itu ingin lari seperti yang dikatakan oleh ibunya. Namun di sisi lain bagaimana mungkin dia sebagai seorang putra bisa meninggalkan ibunya dalam keadaan seperti itu. Rasa ragu dan bimbang mulai memenuhi perasaan hati Zafran.
"Dua, Satu!" hitungan selesai. Pria itu menatap wajah Zafran menunggu jawaban. Karena tidak mendengarkan suara pria bertubuh besar itu memberikan perintah melalui isyarat mata. Orang-orang mulai mendekati Ramadhani dan juga Nabila. Mereka memperlakukan kedua wanita itu dengan sangat kasar. Mereka bahkan tidak segan menendang atau memukul kedua wanita tersebut.
"Hentikan!" tiba-tiba Zafran berteriak dengan sangat kencang. Semua orang berhenti dan menatap kearah yang sama.
"Baiklah! Aku akan menikah!" jawab Zafran. Jawaban itu meluncur begitu saja dari lisan sang pemuda tampan. Dia juga tidak tahu mengapa dia setuju dengan kata-kata yang diucapkan oleh pria tersebut. Tetapi apa yang bisa dilakukan, sebagai seorang putra dia tidak akan bisa melihat ibunya dihina dan juga disiksa sedemikian rupa. Dengan terpaksa Zafran mengorbankan dirinya sendiri untuk menyelamatkan wanita yang telah mengandung yang selama 9 bulan dan melahirkannya ke dunia.
"Tidak Zafran, kamu tidak boleh setuju untuk menikah. Pergilah putra ku!" sang ibu masih tidak bisa menerima keputusan dari Zafran. Wanita paruh baya itu terus berteriak agar Zafran mau membatalkan pernikahan tersebut.