Khairul terdiam seribu bahasa. Bukan karena tidak ingin menyanggupi permintaan Almira. Melainkan, karena ia sudah terlanjur melakukan hal tersebut dengan Zara saat malam pengantin.
Khairul mengakui jika dirinya bukanlah pria sempurna yang tidak tergoda dengan wanita lain. Akan tetapi, menurut Khairul apa salahnya ia menggauli istrinya. Lagipula, jika ia tidak menggauli istrinya yang lain maka ia akan menjadi suami yang dzalim pada istrinya sendiri.
"Pfttttt!" Almira tergelak, melihat ekspresi suaminya. Ia yakin, jika Khairul pasti telah melakukan malam pertamanya dengan Zara. Tapi, bagaimana cara ia mengekspresikan perasaan cemburunya? Apakah Khairul bisa memahami dirinya?
Khairul menatap Almira dengan intens. Ia tahu jika saat ini Almira sedang kebingungan dan terlalu sakit hati.
"Sayang, maafkan aku..." ucap Khairul, sembari hendak meraih tangan Almira.
Namun dengan cepat, Almira menarik tangannya dan beranjak pergi dari tempat tersebut. Hatinya terlalu sakit untuk berlama-lama dengan Khairul saat ini.
Almira butuh tempat untuk menyendiri dan memikirkan semuanya. Ia sadar bahwa dirinya egois karena ingin memiliki suaminya sendiri tanpa berbagi pada siapapun. Tapi ia juga hanyalah seorang wanita yang ingin menjadi satu-satunya dalam kehidupan suaminya. Apa yang salah dengan itu?
Khairul hanya bisa menatap kepergian Almira. Ia tidak ingin menghentikkan wanita itu. Pasti istrinya sedang ingin memikirkan semuanya.
"Maafin Mas, Ra. Mas bingung harus melakukan apa sekarang," keluh Khairul, bingung.
Di sisi lain, Almira menangis tersedu-sedu. Kini ia berandai-andai untuk bisa memutar balikan waktu. Berharap ia tidak pernah bertemu dengan Khairul. Namun ia bisa apa, semuanya sudah lewat. Ia hanya bisa menerima semua ini dengan ikhlas.
Lagipula, Almira tidak ingin menjadi manusia yang di murkai oleh TuhanNya. Karena tidak menerima takdir yang telah Allah gariskan untuknya.
"Ya Allah, tolong kuatkan aku. Aku yakin, Engkau melakukan ini karena tahu aku kuat dan bisa menjalani semua ini. Tapi kenapa sesakit ini ya Allah, sakit sekali," curhat Almira, sesenggukan.
Khairul kini telah berada di depan kamar mereka. Ia ingin masuk namun masih merasa khawatir jika Almira tidak ingin bertemu dengannya saat ini.
"Sayang, Mas boleh masuk, kan?" tanya Khairul, tidak sanggup terlalu lama mendengar suara tangis dari Almira.
Almira berhenti dari tangisnya, kemudian menatap nanar pintu tanpa mengatakan apapun. Ia membisu dan tidak sanggup mengeluarkan sepatah katapun sekarang.
Suara Almira mendadak serak, mungkin karena terlalu banyak menangis sejak tadi. Tapi ia berusaha bangkit dari ranjang. Dan masuk ke dalam kamar mandi. Ia merasa perlu untuk membersihkan tubuhnya lagi.
"Sayang, aku boleh masuk, kan?" tanya Khairul lagi, penuh harap.
Khairul menunggu dengan sabar, namun ia tidak mendengar sedikitpun suara dari dalam kamarnya. Ia pun berinisiatif untuk masuk tanpa menunggu persetujuan dari Almira.
Cklek~
"Sayang, kamu dimana?" Khairul bertanya, sembari melihat ke sekeliling ruangan. Namun ia tidak menemukan Almira berada dimanapun.
Khairul tiba-tiba resah. Ia mencari Almira di setiap sudut dalam kamarnya. Tapi Almira masih tidak bisa ia temukan.
"Ah, iya! Kamar mandi," ucap Khairul, kemudian bergegas masuk ke dalam kamar mandi.
Cklek~
"Sayang!!!!" teriak Khairul, saat mendapati jika Almira sedang berada di dalam bathub namun menutup matanya.
Khairul segera berlari menuju bathub dan berusaha membangunkan istrinya itu.
"Sayang, bangun. Sayang bangun, Sayang," ujar Khairul, khawatir.
Khairul pun mengangkat tubuh istrinya dan menutupinya dengan handuk yang baru saja ia tarik dari gantungan. Kemudian membawa Almira keluar dari ruangan tersebut.
Khairul khawatir setengah mati. Sembari mengeringkan rambut istrinya yang masih basah. Satu tanganya bergerak untuk mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.
Srett!!
"Assalamu'alaikum. Halo, Mis. Tolong datang ke rumahku. Almira tidak sadarkan diri," ucap Khairul saat seorang yang ia panggil Mis mengangkat telponnya.
"Apa? Apa yang terjadi dengan Mira?" tanya Mis, khawatir.
"Nanti aku jelaskan. Kamu datanglah cepat kesini," jawab Khairul, kesal. Karena Mis bertanya terkait hal yang menurutnya tidak terlalu penting.
"Ah, iya. Baiklah. Aku segera kesana," ujar Mis, kemudian langsung mematikan ponselnya dan segera menuju rumah Khairul dan Almira.
Di tengah jalan rumah sakit, Mis bertemu dengan Bram-temannya.
"Hei, Mis. Kenapa terburu-buru seperti itu? Mau kemana?" tanya Bram, basa-basi. Sebab melihat Mis kelewat khawatir sekarang dengan jalan yang sangat terburu-buru.
"Aku mau ke rumah Mira. Khairul bilang jika Mira pingsan dan tidak sadarkan diri," jelas Mis, sembari melangkah cepat.
Bram mengikuti langkah Mis dan berusaha menyesuaikan langkahnya dengan wanita yang sedang mengenakan jas putih sama dengannya itu.
"Apa? Kenapa bisa?" tanya Bram, ikut khawatir.
Mis hanya menggeleng, tidak mengerti. Karena memang Khairul juga tidak memberitahukan dirinya.
"Biar aku yang mengantarmu," ujar Bram, menawarkan diri.
Mis mengangguk. Sebab ia memang sedang membutuhkan Bram untuk mengemudi. Ia tidak bisa mengemudi dalam keadaan kalut seperti ini.
Di sisi lain, Khairul sedang memakaikan pakaian ke tubuh istrinya.
Sebagai pria normal, ia pun bisa berhasrat melihat tubuh mulus dan telanjang tanpa busana istrinya sejak tadi. Tapi ia segera menghilangkan pikiran kotor ini. Almira sedang tidak sadarkan diri sekarang.
"Hufff, akhirnya..." tutur Khairul, lega. Setelah berhasil memakaikan seluruh pakaian untuk istrinya.
Tin! Tin!
Suara klakson mobil, membuat Khairul segera beranjak dari atas ranjang dan segera melangkah menuju pintu depan.
Cklek~
"Mis, kamu sudah dat~" Khairul kaget saat melihat Bram juga ikut bersama dengan Mis. Hingga ia tidak melanjutkan ucapannya, melainkan bertanya hal lain.
"Kenapa pria ini ada disini?" tanya Khairul, kesal.
"Ah, Bram." Mis baru sadar bahwa dia telah membawa orang yang salah. Tapi saat ini, itu bukanlah hal yang penting.
"Biarkan saja, Rul. Aku harus cepat memeriksa keadaan Mira. Dimana dia?" tanya Mis, tidak peduli dengan apa yang akan Khairul pikirkan sekarang.
"Di kamar," jawab Khairul, tak acuh. Matanya masih memandang tidak suka ke arah Bram.
"Baiklah. Aku masuk dulu," pamit Mis. Malas meladeni Khairul. Dan memilih untuk segera menuju kamar Almira.
Bram tidak peduli dengan tatapan tajam dari Khairul saat ini. Ia sengaja tidak berbicara apapun. Dan memilih mengikuti langkah Mis yang kini sedang memasuki kamar Almira.
"Tunggu!!" ucap Khairul, menghentikkan langkah Bram.
"Kamu tidak boleh masuk. Istriku sedang tidak memakai jilbab sekarang," ujarnya. Kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Bram yang kini sedang berdiri termenung di tempatnya.
Bram menyadari jika ia tidak boleh melewati batasan lagi. Almira sudah memilih Khairul untuk menjadi suaminya dan pendampingnya seumur hidup. Jadi ia berusaha untuk menghargai keputusan dari Almira.
Khairul melangkah masuk ke dalam kamar mereka dan mendapati Mis yang baru saja selesai memeriksa kondisi istrinya.
"Bagaimana keadaan istriku?" tanya Khairul, khawatir.
Mis terdiam sejenak. Kemudian mengarahkan tatapannya pada Khairul.
"Apa yang telah kamu lakukan pada Mira? Kenapa dia sampai seperti ini? Bisa jelaskan padaku Khairul Anwar?" tanya Mis, emosi.
Bersamaan dengan pertanyaan Mis, sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Khairul.
"Mas Khairul, Mbak Zara kecelakaan dan masuk rumah sakit. Apa Mas Khairul bisa datang melihat keadaan istri, Mas?" ~ Jian
Glek!
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"