BISMILLAH!
Happy Reading!
Kedua mata cokelat itu tampak berkaca-kaca dan bergetar mengisyaratkan sesuatu yang tak ingin dilihatnya, angin berhembus menerpa wajah cantiknya dan rambut panjang itu melambai tertiup angin kantong plastik yang di pegangnya terjatuh ke lantai dan membuat semua isinya berserakan
"Gak mungkin....Alna..."gumamnya tak percaya, kakinya yang melemas perlahan melangkah dengan gontai mendekati tubuh yang tergeletak dengan darah segar yang bersimbah di sekitarnya
"Alna!..Alna!!! Apa yang terjadi?!...buka mata mu hiks...hiks!! Alnaaaa!!!"
Teriakan dan isak tangis pecah, ia memeluk tubuh yang sudah tak bernyawa itu dan terus memanggil namanya dengan kuat
"Alna!!! Kamu gak boleh pergi!!! Buka matamu!!! Dan ceritain siapa yang menyakiti mu...Alnaaa!!!"
"Alna!! Maaf aku datang terlambat...bangun Alnaaa...jangan kayak gini...Alnaaa!!!!"
Suara sirine ambulance terdengar samar-samar dan mendekat sebelumnya staf keamanan sekolah datang tergopoh dan syok melihat kejadian di depan matanya, suara sirine ambulance memecahkan keheningan dan membuat kebisingan di sekitar, staf rumah sakit segera memisahkan gadis yang tengah terisak itu dengan mayat yang sudah kaku di bawa di atas brankar dan di tutup kain putih
"Kamu ikut saya ke kantor" ucap seorang polisi pada gadis yang kini memberontak tak mau di pisahkan dan terus berusaha mendekat meraih mayat itu
"Lepasin! Aku mau liat Alna!!! Alna!!! Bangun!!! Alnaaaaaaaa!!!!!!"
Ia tak berdaya dan akhirnya berhasil di duduki didalam mobil polisi, gadis itu masih terisak meminta berhenti dan menurunkannya namun polisi tak bisa menurutinya ia harus di introgasi atas kematian temannya sore ini.
****
Plak!
Tamparan itu mendarat mulus di pipi gadis bermata cokelat dari seorang wanita dewasa yang menyandang status sebagai orangtuanya tampak menatap tajam gadis yang menangis tanpa airmata itu, wajahnya mendingin, tatapannya kosong, air mata nya terus berjatuhan, seorang Pria hanya terdiam duduk di depan laptop tidak mempedulikannya
"Mamah gak pernah ngajarin kamu jadi pembunuh! Kenapa kamu bunuh Alna?! Hah! Jawab!" bentak nya memekakkan telinga
"Bukan...aku..." jawabnya dengan suara bergetar
"Cuman kamu yang ada disana! Anak pembawa sial!"
"Mah! Bukan Tamara yang bunuh Alna!!"
"Berani berteriak di depan orang tua! Kurang ajar!"
Plak!
Tamparan dan pukulan lainnya kembali menyerang gadis itu yang kian menderaskan tangis dan memohon ampun
"Maafin Tamara Mah, Tamara beneran gak bunuh Alna"
"Kenapa Mamah selalu pukul Tamara? Disaat Tamara tak membuat kesalahan...Mamah selalu memukul"
"Makannya jadi anak baik! Jangan membangkang!"
Wanita itu pun mengusap wajahnya frustasi dan meninggalkannya, gadis bernama Tamara itu sungguh memilukan ia bangkit dan melirik Ayahnya yang tak sedikitpun membela atau sekedar melirik saja sepertinya enggan
Tubuhnya terasa sakit seolah remuk, Tamara menutup pintu kamarnya dan berjalan menatap keluar jendela hujan terlihat damai ia membuka jendela membiarkan angin masuk menerpa wajahnya yang kini pucat, sembab, penuh luka tamparan
Beberapa anak seusianya 13 tahun berlarian pulang sekolah dengan jas hujan dan payung tertawa bersama dan saling mencipratkan air
"Aku tak pernah seberuntung kalian...bagaimana rasanya kelembutan seorang Ibu? Bagaimana rasanya perhatian seorang Ayah?"
"Kenapa aku dilahirkan?"
"Tidak ada yang peduli aku hidup atau tidak, selama aku bisa berjalan mereka akan tetap baik-baik saja"
"Apa...aku anak yang tak diinginkan mereka?...Alna...kenapa kamu melakukannya?"
"Kenapa kamu berbuat seperti itu? Apa yang salah?"
Lagi-lagi gadis itu berdiam diri bertanya pada hujan, yang tak akan mungkin menjawab semua pertanyaan yang ia rasakan sakit, kini benar-benar sepi...sahabatnya tak akan lagi ada disisinya entah sampai kapan...
ૢ ૢ ૢ
Kesan pertama? Komen ya...
Next?