Gadis yang biasa dipanggil Dara itu terlihat berjalan lunglai menuju kamarnya saat mendengar percakapan Arsen dan sang Ayah beberapa menit lalu. Kenapa hidupnya selalu menyedihkan begini. Dari kecil ia sudah kehilangan ibu nya dan juga kehilangan kasih sayang ayahnya.
Ayahnya menyalahkan Dara atas kematian ibunya karena telah melahirkan dirinya. Jika bisa memilih, Dara pasti akan memilih untuk tidak dilahirkan ke dunia ini. Untuk apa lahir ke dunia jika tidak ada orang yang mengharapkan kehadirannya.
Gadis itu menghembuskan nafas berkali-kali untuk menenangkan hatinya. Ia membuka pintu kamarnya, melihat sekeliling ruangan yang ber cat oranye. Kamar yang sudah ia tempati selama dua puluh empat tahun, ruangan yang selama ini menjadi saksi saat ia menumpahkan segala keluh kesahnya selama ini.
Dara membaringkan tubuhnya pada kasur yang ada dikamarnya. Ia memejamkan mata seraya berpikir apakah ia akan bahagia menikah dengan pria yang sama sekali tidak pernah bertemu dengannya. Bukan tidak mengenal pria itu, tapi ia tidak menyangka bagaimana seorang Tuan Muda ingin menikahi seorang gadis sepertinya? Seperti ada sesuatu yang aneh. Pikir Dara berkecamuk.
'Semoga saja dia pria yang baik. Yang mau mencintaiku tulus' batin Dara kembali membuka matanya.
Sandara menghela nafas pasrah sudah berkali-kali melamar kerja kenapa tidak ada satupun perusahaan yang mau menerima lamaran kerjanya? Dara bukanlah gadis yang hanya lulus SMA. Ia sudah menyandang gelar Sarjana Seni dari hasil menimba ilmu sebagai Mahasiswi Desain Komunikasi Visual.
''Ayo Dara semangat. Kamu pasti bisa.'' ucap Sandara menyemangati dirinya.
Gadis itu kemudian memejamkan mata kembali dan mulai terlelap menanti hari esok.
''Apa Kakek tidak salah dengar? Kamu besok akan menikah. Kenapa mendadak? Kakek juga belum memutuskan mau menerima nya atau tidak.'' ujar Kakek Ibrahim menatap tajam pada cucu satu-satunya. Ia merasa kaget ketika Arsen mengatakan jika besok akan menikah.
''Apa perkataan ku tadi kurang jelas? Apa aku harus memanggil dokter untuk memeriksa telinga Kakek?'' tanya Arsen seraya terkekeh.
''Dasar anak nakal. Masih berani kau mengejek Kakekmu ini.''
Arsen hanya tersenyum mendengar ucapan Kakek Ibrahim. Keluarga satu-satunya yang dimiliki Arsen. Kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan saat umurnya masih dua belas tahun.
''Dan... Yah. Kakek pasti akan langsung menyukai calon istriku. Dia sangat baik dan aku sangat mencintainya. Namanya Sandara Liu. '' ucap Arsen meyakinian Kakek nya.
''Bukankah terlalu mendadak jika dilaksanakan besok?'' tanya Kakek Ibrahim.
''Aku punya banyak uang Kek. Jika Kakek mau, aku akan melakukannya sekarang. ''
'' Baiklah, terserah anak kau saja. Jika kau bahagia maka Kakek juga ikut bahagia.'' ucap Kakek Ibrahim seraya memeluk Arsen.
'Maafkan aku kek' ucap Arsen dalam hati membalas pelukan sang kakek dengan penuh cinta.
Mana mungkin ia bahagia menikah dengan seorang pembunuh kekasihnya. ya, mungkin dirinya bahagia bisa membuat gadis itu menderita dan mengakui perbuatannya.
''Bu, wanita sialan itu telah merebut Arsen dariku. Pokoknya aku tidak akan membiarkan wanita itu bahagia.''
''Iya, kita jangan biarkan dia hidup dalam sangkar emas. Seharusnya dari dulu kita membuangnya ke tempat yang jauh. sehingga kita tidak perlu repot-repot untuk menyingkirkan nya.'' desis Reni kesal karena rencana gagal.