Sekelilingku dipenuhi api biru.
Bukannya lari, aku malah bergeming di lantai bagai mayat.
Ugh, tubuhku terasa sakit.
Leher habis dicekik. Tubuh diempas ke lantai yang keras. Begitu membuka mata, seakan sudah dilempar ke neraka.
Semua sudah berakhir.
Para Guardian gugur di tangannya. Entah apa yang ia inginkan dari kami.
Di mana Remi?
Di mana Mariam?
Di mana Guardian-ku yang lain?
Seharusnya mereka kabur.
Andai ...
Andai aku tidak lengah.
Andai aku tidak ceroboh.
Mereka kalah, di tangan ...
Zibaq.
Jin itu.
Entah ke mana ia pergi. Kubayangkan ia sedang berbahagia di atas derita kami. Menari selagi mereka meregang nyawa. Tertawa melihatku kalah dengan menyedihkan.
Zibaq menang. Kami kalah.
Remi akan dibunuh.
Aku akan mati ditelan api.
Kalau ibuku tewas dimangsa, aku akan mati dibakar.
Pandanganku memburam ...
.
.
.
.
.
.
Tunggu, apa itu?
Bagai malaikat yang turun dari langit, menghampiriku. Senyumannya menawan, bagai mentari, begitu tampan.
Ia elus keningku dengan penuh kelembutan.
"Putri."