Chereads / Guardians of Shan / Chapter 66 - Menuju Kebenaran – 4

Chapter 66 - Menuju Kebenaran – 4

Dalam beberapa saat, musuh kami tumbang.

Aku dan Gill tercegang melihatnya dengan cepat membabat habis mayat-mayat itu.

Tumpukan mayat tentaranya Nisma terkapar dalam keadaan termutilasi. Aroma anyir bercampur tanah tercium jelas. Bagian tubuh dan organ berceceran, belum lagi kotoran membanjiri tanah. Jelas menyakiti hidung.

Pria itu hanya berdiri memandang kami di antara jasad musuh, menyarung pedang dengan tenang.

Aku mendekat.

Bagaimana bisa ia membantai mayat hidup secepat itu? Kulirik tangannya, sebuah pedang penuh daging busuk, tampak sederhana namun mematikan. Warna kulit pria itu sedikit lebih gelap dari kami, sawo matang. Rambut hitam pendek dengan mata merah menyala. Ia jelas pria tertinggi yang pernah kulihat.

"Ka ..." Suara Gill bahkan terdengar seperti bisikan, seakan mengenal sosok itu tapi di saat yang sama juga ragu. Dia berdiri jauh di belakang, jelas tidak berminat mendekat.

Kulirik kalungku. Bercahaya. Jika Gill jauh di belakang sementara sosok itu dekat jaraknya, sudah pasti dia sosok Guardian. Tak heran Gill tidak panik meski aku menjauh.

Guardian itu tidak membalas. Ia lalu menjauh.

"Um, permisi," ucapku ragu.

Ia berhenti. Alih-alih menunjukkan kekesalan seperti tebakanku, malah terkesan lembut. Berbeda dengan warna bajunya yang bagai kegelapan.

"Kamu siapa?" tanyaku. "Kamu Guardian juga?"

Ia akhirnya menyahut. "Ya, Pangeran."

Sebuah benda keemasan melesat ke arah kami.

Aku refleks menutup wajah.

Ting! Ting! Ting!

Terdengar dentingan bersahutan.

Begitu membuka mata, terlihat potongan rantai emas tadi. Tampak jelas itu jebakan dari salah satu keluarga Wynter.

Gill tiba-tiba memegang bahuku. "Nyaris saja!"

Pria itu yang memotong rantai. Begitu lengan bajunya terangkat, terlihat gelang emas dengan aksara aneh. Aku jelas kaget, ia pasti bukan dari kalangan biasa dan pastinya bukan penduduk asli Ezilis.

"Kalian pulanglah, biar kuurus," ujarnya. Suaranya terdengar tegas namun di sisi lain terdapat kelembutan di setiap kata. Entah kenapa membuatku teringat dengan sosok–

"Tolong, jelaskan!" pinta Gill yang sama herannya denganku. "Kamu itu siapa? Ada apa tadi?"

Ia tidak menjawab, entah bagaimana sudah memegang rantai yang belum terpotong. Disusunnya dengan rapi. Kami hanya mengamatinya membereskan rantai tadi. Barangkali dijadikan koleksi. Itu hanya dugaan. Belum pernah kulihat seseorang sengaja mengumpulkan benda yang nyaris membunuh mereka lalu dijadikan koleksi.

Klang!

"Hei!"

Tanpa kami sadari, ia gunakan untuk mengikat seseorang yang nyaris menyerang kami sedari tadi, Nisma.

"Lepaskan aku!" Nisma meronta selagi tubuhnya terikat di tanah.

"Jangan sakiti mereka lagi!" Pria itu lalu pergi tanpa pamit. Membiarkan puluhan rantai mengikat Nisma.

Aku dan Gill sama-sama heran, mengamati Guardian itu menjauh hingga lenyap dari pandangan. Mengabaikan suara Nisma yang berjuang minta dibebaskan.

"Hei! Lepaskan aku!"

Gill berbalik menatapnya. "Kamu sendiri yang nakal!"

Nisma menggeram. "Ia membantai tentaraku! Seharusnya kalian yang membalas!"

"Kamu kenal dia?" tanya Gill.

Nisma tidak menjawab, malah membahas hal lain. "Lepaskan aku!"

"Tidak mau!" seru Gill. "Kamu nyaris membunuh kami!"

Gadis itu menggeram. "Targetku di antara kalian! Malah makhluk itu yang menyapu habis pasukanku!"

"Salahmu, sih." Gill menarik pelan tanganku. "Ayo, Pangeran!"

"Woi! Lepaskan!" Nisma meronta dengan sia-sia. "Woi! Woi ...!"

Kami meninggalkannya tanpa rasa bersalah. Aku malah lega akhirnya bisa bebas dari jeratan Nisma, walau anggota keluarga Wynter yang lain mungkin sedang merencanakan pembalasan.

"Kamu tahu jalan keluar?" tanyaku.

Gill menunjuk ke depan. "Dari kejauhan, aku melihat kota. Sepertinya rumah Count sengaja diletakkan dekat peradaban alih-alih menyendiri di hutan, meski sedikit jauh."

"Syukurlah," legaku. "Kita perlu mencari yang lain."

Gill menepuk jidat. "Duh! Seharusnya kita minta sama makhluk tadi!"

Sekarang aku juga merasa bodoh.

"Ya, sudahlah." Gill menghela napas. "Besok saja carinya. Aku yakin, Evergreen terlalu sakti buat keluarga Wyn–"

"Di sini kalian rupanya!"

Gill refleks berpaling dan berdiri melindungiku.

Aku terkejut melihat tiga orang dari kejauhan. Mereka menghampiri. Hanya Gill yang tampak menolak berinteraksi akibat gejolak batin.

Aku kenal mereka.

"Remi!" Arsene mendekat dan langsung memeriksaku. "Kamu terluka?"

Aku menggeleng. "Mana Evergreen?"

Terlihat Nemesis dan Michelle bergandengan mendekat.

Michelle menepuk pelan kepalaku. "Kami mencari kalian dari tadi!"

"Mister Evergreen yang memberitahu," jelas Nemesis. "Lalu, ia pergi. Tampak jelas ada yang diurus."

"Apa pun urusannya," ujar Arsene. "Kuharap dia tidak mengacau lagi."

"Ada apa?" kepoku. Kutatap Michelle, berharap gadis itu mau memberitahu.

"Kami baru mau pulang, malah ditangkap Arsya," tutur Michelle. "Beruntung Evergreen lekas menyelamatkan kami. Lalu, ia bilang kalau ada yang diurus, terpaksa kami yang disuruh mencari kalian. Untung tahu."

"Evergreen sedang apa?" tanya Gill.

"Barangkali berunding dengan Count," kata Nemesis. "Bukannya ia mencari Mister Evergreen sedari tadi?"

"Entah." Gill menepuk bahuku. "Ayo, pulang!"

"Oh, itu mereka!"

"Wah, lolos, ya!"

"Beruntung juga."

"Abi bakal marah apa enggak, nih?"

"Kayaknya iya, deh."

Entah kenapa, aku tidak lagi merasa takut. Dengan tenang menoleh. Tanpa melihat pun, aku tahu itu siapa. Kulihat, tiada dari kami yang tampak serius menanggapi.

Si Kembar mendekat. Mereka tersenyum entah dengan maksud apa. Aku sudah menebak rencana mereka.

"Ayo, nginap!" ajak Delisa.

"Udah malam, lho," sambung Delina.

"Tidak, Miss," kata Nemesis. "Kalian tidak perlu repot-repot."

"Tidak masalah," balas Delina.

"Kami menerima tamu." Delisa tersenyum.

"Tidak aman, lho, malam-malam berkeliling." Delina terkekeh.

"Nginap aja di rumah." Delisa menyeringai. "Kami akan merawat kalian dengan bai–"

Aku malah ditarik Gill. Ralat, lebih tepatnya kami berempat diseret Gill bagai manusia memegang sapu tangan. Kami dibiarkan berkibar selagi lari.

Jujur, kami tidak menduga ataupun protes. Lari dari si Kembar sudah termasuk salah satu kisah heroik Gill, dengan kecepatan melebihi sihir, begitulah menurutku.

Buk!

Ia lempar kami tepat setelah sekian menit berlari. Semoga mereka tidak menyusul.

Kami semua terkapar dengan wajah penuh tanah. Hanya Nemesis yang sempat melambung lalu mendarat sempurna.

"Apa-apaan?!" seru Nemesis.

Gill langsung duduk di tanah, napasnya tersengal-sengal akibat mengangkat empat orang sekaligus. "Huft! Dasar tidak peka!"

Nemesis mengamati sekitar. Ia tampak mencium sesuatu. "Mister Perrier dan Gillmore, mana dari kalian yang mau menemaniku?"

Lagi-lagi, Arsene yang mengajukan diri. "Aku. Thomas, jaga anak-anak!"

"Lho?!"

Belum selesai protes, mereka meninggalkan kami secepat itu. Aku kian heran, kenapa tidak sekali-kali mereka memberi kesempatan pada Gill? Kasihan dia.

Gill bersandar di dahan pohon. "Malang benar nasibku."

Michelle duduk di sisinya, namun tidak mengucapkan sepatah kata pun.

"Niatku hendak bercerita sebentar," ujar Gill. "Yah, minimal jadi pelajaran buat kalian saat bujangan nanti."

Aku mendekat, jelas hendak mendengarkan kisahnya.

Krak!

Sebuah benda runcing mencuat nyaris menusuk kepala Gill dari belakang. Michelle refleks menjauh lalu berdiri di sampingku.

Srek!

Benda runcing itu ditarik. Gill berdiri dan melindungi kami, meski ia sendiri tampak gemetar.

Bibirku bergetar, aku memegang tangan Gill dan Michelle begitu melihat sosok di balik dahan.

Aku mengenalnya.