"Udah gue duga lo ada di sini."
Suara seorang pria yang sangat Krisan kenal itu membuatnya menoleh ke arah pintu masuk ruang VIP yang ia tempati.
Pria itu tetap dengan ciri khasnya. Lehernya berkalung sebuah kamera klasik tahun 90-an yang masih berfungsi dengan baik. Namun, di kedua tangannya ia membawa dua mangkuk kaca. Satu mangkuk berisi es batu, dan satu mangkuk lagi berisi potongan buah-buahan berupa apel, pir, melon, dan semangka.
"Rezvan?" Tanya Krisan tak menyangka Rezvan datang di tempat yang sama dengannya.
Rezvan tersenyum sedikit. Pria itu meletakkan dua mangkuk yang dibawanya ke tengah meja kaca. "Gue tahu lo bakal ke sini." Ujarnya santai dan duduk di sebelah kanan Krisan dengan jarak setengah meter.
"Lo datang sejak jam berapa?"
"Sejak mobil gue terparkir di belakang lambor kesayangan lo."
"Oh. Kok lo tahu gue masuk ke ruangan sini?"
"Gue lihat lo bentar di meja bartender. Terus gue ikutin lo ternyata lo ke sini. Ya udah pas si bartender mau nganterin pesenan lo, gue hadang aja dan gue suruh bukain pintu ruangan ini. Gapapa kan gue gabung?"
"It's okay. No problem. But, penampilan lo gak cocok buat masuk ke sini. Kamera selalu lo bawa aja ke manapun lo pergi. Udah mirip kanguru dan anaknya."
Rezvan terkekeh saja mendengar perkataan Krisan. "Lo kan tahu. Gue gak bisa pergi tanpa kamera."
"Ribet."
"Inget. Jangan mabuk. Tasya pasti kewalahan kalau lo mabuk."
"Cuman minum dikit." Ujar Krisan sambil menuangkan red wine pada gelas burgundy. "Mau?" Tawarnya pada Rezvan.
"Hm, boleh." Jawab Rezvan sambil membalik gelas burgundy dan ia arahkan pada Krisan yang menuangkan wine untuknya ke gelas tersebut.
Keduanya tampak minum secara bersamaan.
Bedanya, Rezvan minum seteguk dan sedikit dulu. Namun Krisan langsung sekali teguk. Padahal ia menuangkan red wine seperempat dari ukuran gelas burgundy tersebut.
"Wawancara motivasi di kampus USmart itu, lo dateng?" Tanya Rezvan.
"Yang di Surabaya?"
"Iya. Yang diundang sama Kak Joy juga."
"Dateng. Tasya udah konfirm kalau gue harus dateng."
"Kapan kalau boleh tahu?"
"Empat hari lagi." Jawab Krisan singkat.
Rezvan mengangguk paham. Kemudian ia bertanya lagi, "Rencana pulang jam berapa?"
Krisan mengedikkan bahunya. "Lebih malam."
"Pastinya jam berapa?"
"Kalau udah habis dua botol."
Rezvan tersenyum dan terkekeh pelan. "Nuangin seperempat gelas aja buat lo hanya sekali teguk. Dalam waktu setengah jam, dua botol juga udah habis. Lo gak bisa cuman dua botol doang sampai malem. Kalau lo mau niat mabuk, gue telpon nih si Tasya."
"Ngancem lo. Kalau lo gak bisa diem, mending lo sewa ruang VIP yang lain deh!!" Kesal Krisan. Ia tidak mau diganggu. Dan baru kali ini Rezvan menemaninya minum. Biasanya mereka berdua hanya sesekali pergi makan siang bersama.
"Oke. Gue diem."
Bagi Krisan keberadaan Rezvan itu persis seperti debu. Ia tidak peduli Rezvan tetap berada di situ dan sudah pergi.
Semakin ia melanjutkan minum, maka rasanya semakin manis dan candu. Krisan itu paling kuat minum. Ia baru mabuk kalau sudah menghabiskan 4 sampai 5 botol red wine.
Tapi ia akan menyesal besok paginya. Karena Krisan pasti muntah-muntah dan berakhir dengan selang infus di rumah sakit selama beberapa jam. Akibat terlalu banyak minum dan perutnya sakit.
Tentu saja pantangan seorang model itu adalah minum minuman beralkohol. Tapi tidak bagi Krisan. Masalah makanan diet dan diatur masih bisa ia terima. Tapi kalau perkara minum dan kegiatan seperti ini hanya bisa ia lakukan sebulan sekali, maka ia tidak mau dilarang.
Lagi pula Papanya tidak akan melarang hal apapun dan selalu memperbaiki kesalahannya. Jadi Krisan masa bodoh saja tentang hal yang ia lakukan itu salah atau benar.
KLETAK!!
Suara pantat botol yang ditaruh secara berlebihan ke atas meja kaca.
Sudah ada tiga jam Rezvan menemani Krisan di ruang VIP tersebut. Dan kini gadis itu sudah benar-benar mabuk. Krisan sukses menghabiskan 4 botol red wine sendirian. Ia sudah tidak kuat lagi minum lebih dari itu.
Kali ini Krisan memang sedang kelelahan.
Rezvan berdecak kesal. Ia hanya bisa menatap Krisan yang limbung begitu saja di sofa empuk dengan kedua kaki sejajar diluruskan.
Pria itu sejak tadi hanya duduk diam dan sesekali mengganti lagu karaoke yang enak didengar. Rezvan tidak minum. Tuangan red wine pada gelasnya yang dituangkan Krisan tadi masih ada. Ia hanya minum seteguk saja, dan selama tiga jam Rezvan hanya minum air mineral yang tersedia di situ.
"San, nggak pulang? Yuk pulang. Gue anter." Ujar Rezvan sambil menggoyangkan bahu Krisan.
Krisan hanya bergumam tidak jelas dan mengeluh kepalanya sangat berat.
"Lo gak bisa semaleman di sini. Kalau ada yang tahu lo itu model, pasti bakal ada pria yang nakal ke lo. San, ba--"
"GANGGU BANGET SIIHHH!! KEPALA GUE TUH PUSING. Plis deh biarin gue tidur ajah dhan lo pwerghiii ajhaaa.." ujar Krisan tak karuan.
Rezvan mengelus dadanya sabar. Antara ingin ketawa dan kesal menjadi satu. Krisan tampak seperti orang bodoh yang bicaranya tidak jelas sama sekali. Setelah itu ia mendengkur sangat jelas.
"Astaga. Bisa-bisanya ya San lo jadi model ternama. Ada ya model ternama kayak lo begini. Nyusahin, suka mabuk, ndengkur keras, tapi cantik." Omel Rezvan sendiri.
Kemudian pria itu mulai mendudukkan tubuh Krisan dengan pelan. Ia juga langsung mengalungkan pouch milik Krisan ke leher gadis itu. Kemudian memakaikan blezer ke tubuh Krisan, dan juga memakaikan sepatu heels ke kaki Krisan.
Dengan sabar Rezvan mulai menggendong Krisan di punggungnya. Sebelum ia gendong, bagian pinggang Krisan sudah ia talikan jaket kulit miliknya. Agar saat digendong, bagian bawah Krisan tidak terekspos.
Pria itu memasukkan Krisan ke dalam mobilnya. Sedangkan Lamborghini milik Krisan itu akan diurus oleh Pak Soni. Rezvan sudah menghubungi Pak Soni setelah ia memasukkan Krisan ke dalam mobilnya.
Setelah Pak Soni menyusul ke situ, Rezvan langsung menyerahkan kunci mobil Krisan yang ia cari di dalam pouch milik gadis itu tadi. Dan menyerahkan kunci mobil itu pada Pak Soni.
"Thanks Pak. Saya anter Krisan langsung ke hotelnya. Ada Tasya kan?"
"Non Tasya tadi keluar sama Bu Joy. Makan malam bersama gitu mas sama beberapa karyawan Bu Joy yang tadi. Saya nggak tahu kalau jam sekarang dia sudah balik ke hotel atau belum." Kata Pak Soni.
"Ohh gitu. Ya udah biar saya yang anter Krisan sampai kamar."
Pak Soni mengangguk saja. Kemudian ia langsung menyuruh sopir bayaran yang ia bawa untuk menyetir mobil alphard yang ia bawa menuju ke tempat club tersebut. Sedangkan Pak Soni menyetir mobil Lambor milik Krisan.
Sampai di hotel, Rezvan kembali menggendong Krisan di punggungnya.
Hari sudah malam dan bahkan sudah sangat larut. Tepat tengah malam. Dan bodohnya, Rezvan tidak bertanya pada Pak Soni kamar Krisan nomor berapa dan di lantai berapa.
Pria itu mengumpat pelan dan tetap membawa Krisan di punggungnya. Akhirnya, Rezvan nekat saja menuju ke kamar hotelnya yang berada di lantai empat.
"Gila. Berat juga San badan lo." Omel Rezvan pelan. Kemudian ia keluar dari lift dan segera menuju kamarnya.
Pria itu masuk dengan napas terengah dan langsung menggeletakkan Krisan ke tengah kasur king size yang empuk dan nyaman.
Rezvan langsung meneguk air mineral dingin yang ada di dalam kulkas. Kemudian pria itu limbung ke sofa panjang yang terletak di samping ranjang dengan jarak dua meter. Ia menenangkan diri sejenak sambil mengatur napasnya.
Setelah itu Rezvan bangun lagi dan melepaskan sepatu heels, blezer, dan pouch yang ada di tubuh Krisan. Kemudian ia segera menutupi tubuh gadis itu yang mengenakan dress selutut dengan selimut bedcover yang lembut.
Krisan langsung menggeliat dan bergerak nyaman. Kemudian ia mendengkur kecil dan tidak peduli ia sedang berada di mana dan bersama siapa.
Kemungkinan pasti yang terjadi besok pagi adalah suara muntahan dari Krisan di kamar mandi yang akan membangunkan Rezvan yang tidur di sofa panjang.
Untuk hari ini, Rezvan sukses menjadi laki-laki sabar dan membawa Krisan dengan selamat.
"Kalau lo tahu perasaan gue, apa lo bakal punya perasaan yang sama ke gue San?" Tanya Rezvan pelan sebelum ia tertidur lelap di sofa panjang itu.
*****