Chereads / Jovaca & Rivaldi / Chapter 31 - Penculikan

Chapter 31 - Penculikan

Enam bulan berlalu, kehidupan Jovanca semakin hari semakin membaik. Kondisi kesehatannya sudah mulai meningkat juga, masalah satu-persatu mulai terselesaikan. Hari ini adalah hari Minggu, waktunya bagi Jovanca dan keluarga untuk berkumpul bersama. Veronika dan Rivaldi turut berkumpul, Arina pun ikut berkumpul. Perut Veronika sudah semakin membesar usia kandungannya sudah menginjak delapan bulan, dia tak sabar menanti kelahiran anak pertamanya.

Rencananya, hari ini juga Veronika akan jujur kepada keluarganya. Karena sebentar lagi anaknya akan lahir, agar keluarganya mau menerima kelahiran anak pertamanya. Veronika sebelumnya tidak memberitahu Gavin bahwa dia akan mengatakan semuanya, sehingga Gavin kelihatan santai saja seperti tidak akan terjadi masalah.

Ruang keluarga, yang menjadi tempat berkumpulnya keluarga harmonis itu. Canda tawa sudah dilalui saat Veronika baru datang tadi, kini canda tawa itu berubah menjadi keseriusan saat tiba-tiba saja Veronika menangis tanpa sebab. Sarah panik melihat Veronika yang tidak kunjung berhenti menangis. Dia segera membawa Veronika ke dalam pelukannya.

"Vero, kamu kenapa sih sayang? Jangan buat kita semua khawatir," tanya Sarah dengan intonasi bicara panik.

Veronika menatap Sarah takut. "Mi, jangan marah ya. Sekarang aku main jujur tapi aku minta kalian yang ada di sini jangan marah," ucapnya dengan suara bergetar.

Sarah menganggukkan kepalanya, lalu secara perlahan melepas pelukannya dari tubuh Veronika. Sementara Veronika menghapus air matanya terlebih dahulu, dia sudah menyiapkan mentalnya sejak semalam agar bisa menerima semua respon dari keluarganya. Veronika juga sudah siap, jika nantinya akan mendapat perkataan pedas dari keluarganya.

"Jadi, sebenernya Vero hamil bukan anak Valdi. Tapi anak Gavin ..." jelas Vero.

Kedua bola mata Gavin seketika membelalak saat Veronika mengatakan semuanya. Kepala Gavin tertunduk dalam, semua rahasia yang sudah disimpannya rapat-rapat tetap juga harus terbongkar mau bagaimanapun dia menyimpannya. Karena memang benar juga, serapat apapun dia menyembunyikan rahasianya akan tetap tercium juga baunya.

Arina menatap Veronika penuh amarah. "J-jadi, kamu bukan hamil cucu saya? Kenapa tidak bilang dari awal? Kalau saya tahu sejak awal, mungkin saya sudah membatalkan perjodohan kalian!" ucapnya dengan emosi yang menyala-nyala.

"Tenang mah, ini bukan salah Vero juga kok. Di sini aku turut salah mah, dari awal aku udah bantu Vero rahasiakan hal ini," ucap Rivaldi dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.

Berulang kali Arina menarik dan mengembuskan napasnya agar emosi bisa mereda. Tapi rasa kecewa sudah benar-benar besar, sikap baik Veronika selama ini ternyata palsu agar rahasia besar yang sudah disimpannya rapat-rapat tidak terbongkar.

Arya melayangkan tatapan tajam kepada Gavin. "Kamu benar-benar brengsek, Gavin! Buat malu keluarga, di mana otakmu?! Sekarang jika sudah begini, om yang malu Gavin!" bentuknya.

"Sabar mas, sabar." Sarah mengusap pundak Arya, memberikan ketenangan untuk suaminya itu.

Rasa kecewa yang Arina rasakan tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata lagi. Dia sudah tertipu dengan kedok yang Veronika gunakan, seharusnya sejak awal Arina tidak mudah percaya dengan sosok Veronika. Semuanya sudah terungkap, mau tak mau Gavin harus mengakhiri hubungannya dengan Neyra dan segera menikah dengan Veronika.

Perlahan, Gavin mengangkat kepalanya. Kemudian berucap, "Maaf semuanya, di sini aku yang salah. Tapi aku janji akan segera menikah dengan Vero."

"Gak bisa! Vero jadi istri gue!" teriak Rivaldi.

Hati Jovanca rasanya seperti disayat saat melihat Rivaldi ingin sekali mempertahankan pernikahannya. Tidak ada lagi kesempatan bagi Jovanca agar bisa kembali dekat dengan Rivaldi. Dada Jovanca terasa sesak, dia bangkit dari posisi duduknya kemudian berlari keluar dari rumah menuju tempat yang bisa membuatnya tenang.

Melihat Jovanca meninggalkan ruangan di mana tengah terjadi perdebatan yang cukup hebat antara Arina dengan Sarah dan Veronika, Rivaldi segera mengikuti ke mana Jovanca keluar. Dia yakin pasti Jovanca merasa sakit hati ketika Rivaldi mengatakan bahwa dia tidak mau bercerai dengan Veronika.

"Vanca tunggu!" Rivaldi segera mengejar ke mana Jovanca berlari.

***

Kedua kaki Jovanca mulai keluar dari komplek rumahnya, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari taksi atau angkutan umum yang lewat untuk dia tumpangi. Rencananya, Jovanca akan pergi ke kantor polisi dan menceritakan semua masalah yang terjadi kepada Caesa.

Namun, tiba-tiba saja berhenti sebuah mobil berwarna hitam tepat di depannya, tak lama kemudian keluarlah dua orang lelaki bertubuh besar menggunakan pakaian serba hitam. Dua orang penjahat itu membekap Jovanca terlebih dahulu menggunakan saputangan yang sudah diberi cairan bius, hal itu membuat pandangan Jovanca memburam dan tiga detik kemudian Jovanca pingsan.

Cepat-cepat kedua orang penjahat yang sudah mendapat perintah dari Sang Atasan itu membawa tubuh mungil Jovanca ke dalam mobil hitam. Setelah itu, mobil mewah tersebut mulai melaju meninggalkan jalanan yang cukup sepi. Mereka hendak membawa gadis yang sudah diculik itu ke rumah seseorang.

Sesampainya di tempat tujuan, salah satu dari dua orang penjahat bertubuh besar itu segera membawa Jovanca menuju sebuah ruangan gelap, di sana terdapat kasur kapuk yang sudah tua, di sisi kanannya ada seorang gadis berwajah cantik tengah tertawa penuh kemenangan.

"Waw, hebat kalian. Sesuai perjanjian nanti saya akan beri kalian uang. Tapi ingat, jangan bilang sama papi kalau saya yang pakai uangnya, oke?" jelas Rachel dan dibalas anggukan kepala oleh dua orang anak buah papinya itu.

"Siap non, kalau begitu kami permisi." Lalu, dua orang bertubuh besar itu meninggalkan ruangan gelap tersebut.

Ya, dia adalah Rachel. Rencananya sudah dirancang sedemikian rupa sejak beberapa bulan yang lalu. Awalnya Gio hendak ikut andil dalam rencana yang Rachel buat, tapi lelaki itu membatalkan niatnya karena dia berpikir hal itu adalah perbuatan dosa.

Rachel menatap Jovanca yang masih dalam kondisi pingsan itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Senyuman kebahagiaan tak kunjung hilang dari wajah cantiknya. Sekarang, yang akan dia lakukan adalah menelepon salah satu keluarga Jovanca untuk meminta uang tebusan.

"Ahahaha, gue bahagia banget! Sekarang, waktunya gue minta uang tebusan dulu sama keluarga dia," gumam Rachel.

Lalu, Rachel mengeluarkan ponsel kesayangannya dari dalam tas kecil yang senantiasa dia bawa jika sedang keluar rumah. Jemarinya mulai bergerak untuk mencari nomor yang ditujunya.

Bukan Sarah ataupun Arya yang mengangkat telepon tersebut, melainkan Veronika. Sebab hanya nomor telepon Veronika saja yang Rachel miliki.

"Kamu tidak perlu tahu siapa saya, tidak perlu basa-basi. Cepat datang ke mari, Gudang tua Jalan Merpati nomor 13, kecamatan sama kelurahan biar saya sharelock dan bawa uang sebanyak seratus juta jika kamu ingin Jovanca pulang dengan selamat," perintah Rachel.

"Sialan! Jangan apa-apain Vanca! Gue segera bawa uang itu!"

"Tenang, tapi ingat ya. Jangan bawa polisi ke mari, kalau kalian bawa. Lihat saja apa yang akan terjadi," ancam Rachel.

Sambungan telepon dimatikan secara sepihak oleh Rachel, tawa gadis itu terdengar begitu bahagia. Dia tidak sabar ingin melihat bagaimana reaksi Jovanca setelah sadar nanti, pasti lagi dan lagi gadis berusia delapan belas tahun itu akan menangis, cengeng.