Chereads / Jovaca & Rivaldi / Chapter 25 - Pengorbanan Seorang Sahabat

Chapter 25 - Pengorbanan Seorang Sahabat

Sarapan pagi telah selesai dilaksanakan oleh Jovanca dan keluarga kecilnya. Seperti biasa, setelah selesai sarapan mereka meninggalkan ruang makan dan langsung pergi ke tempat tujuan masing-masing. Baik itu sekolah, kampus, atau kantor. Jovanca hari ini ke sekolah berangkat dengan menggunakan ojek online, dikarenakan Gavin ada jadwal kuliah pagi ini.

Kepala Jovanca rasanya berat, nafsu makan pun tidak ada sehingga saat sarapan tadi hanya sedikit nasi yang masuk ke perutnya. Padahal hari ini adalah hari Senin, jadwalnya upacara bagi anak sekolah. Itu tandanya, sebelum upacara dilaksanakan kita harus sarapan terlebih dahulu, agar kesehatan kita tetap terjaga dan tidak pingsan saat upacara.

Kondisi kesehatan Jovanca memang kembali menurun saat dia mendapat kabar bahwa Caesa masuk penjara, meski Jovanca sudah tahu bahwa bagi Ibu hamil keringanan akan diberikan. Tapi tetap saja rasanya tidak enak, ditambah lagi Jovanca semalam mimpi buruk. Dalam mimpi tersebut Jovanca melihat jika Caesa meninggal, sejak bangun pagi pikiran Jovanca hanya dipenuhi dengan bayang-bayang wajah Caesa saja.

Tanpa terasa, ojek online yang Jovanca tumpangi telah sampai di tempat tujuan. Jovanca segera turun dari atas motor ojek onlinenya, membayar ongkos, setelah itu memasuki area sekolah. Tampak ada beberapa anak lelaki dari kelas sepuluh dan sebelas sedang bermain basket.

"Rachel, awas!" pekik Jovanca.

Rachel menoleh ke arah sumber suara, pandangannya langsung menuju ke arah Jovanca yang sedang berlari sekuat tenaga menghampirinya. Hampir saja sebuah bola basket mengenai kepala Rachel, kalau Jovanca tidak segera menghalanginya. Alhasil bola basket tersebut mengenai kepala Jovanca, tidak terlalu kencang tapi berhasil membuat Jovanca semakin merasa pusing.

"Ya ampun, Vanca kamu gapapa?!" Jessica berlari menghampiri Jovanca.

Masalah yang terjadi kepadanya beberapa saat lalu, tidak akan Jessica ingat lagi. Dia menyesal sudah menuduh Jovanca tanpa bukti. Karena Jessica sudah tahu, pelaku yang menyebabkan dia bisa sampai dibully saat itu adalah Rachel.

Jovanca menatap Jessica dengan senyuman yang mengembang di wajah cantiknya. "Jess? Kamu udah gak marah lagi sama aku?" tanyanya.

"Iya Vanca, aku nyesel udah nuduh kamu gitu aja. Sekarang aku udah tahu siapa pelakunya, aku lihat dari CCTV sekolah dua hari yang lalu," jawab Jessica dengan penuh rasa bersalah.

Seketika, Rachel merasa tegang. Dia hendak meninggalkan lapangan basket tapi tangannya ada yang mencekal dengan cepat, siapa lagi jika bukan Jessica, sehingga langkahnya tertahan. Raut wajah Rachel tampak kusut, dia panik. Jantungnya berdetak beberapa kali lebih kencang dari biasanya.

"Mau ke mana lo, hah?! Selesaikan dulu masalah kita! Lo gak tahu diri banget ya, udah fitnah Vanca, sekarang mau kabur gitu aja! Lo harus ikut gue ke ruang guru!" teriak Jessica.

Jovanca menatap Jessica dan Rachel bergantian, kemudian berucap, "Udah, jangan teriak-teriak Jess."

Sekarang, mereka bertiga menjadi pusat perhatian para murid. Ada juga beberapa murid yang langsung melaporkan kejadian ini kepada guru, agar masalah tidak semakin besar. Pak Elang, selaku kepala sekolah SMA Merpati segera mendatangi lapangan basket yang saat ini dipenuhi oleh para murid.

Rachel menatap Jovanca tajam. "Lebay banget sih lo, mental lo lemah? Sampai-sampai hidup tanpa sahabat aja gak bisa. Oh iya, lain kali jangan sok baik hati buat tolongin gue, kalau penyakitan setidaknya harus tahu diri," cibirnya.

Rasanya, Jessica ingin menampar Rachel saat ini juga. Tapi sayangnya kedatangan Pak Elang mengharuskan Jessica untuk lebih sabar lagi. Dia kecewa dengan sikap Rachel, benar-benar tidak tahu diri. Padahal Jovanca sudah mengorbankan dirinya demi Rachel, agar kepala sahabatnya itu tidak terkena lemparan bola basket.

"Rachel, Jessica, Jovanca. Sekarang kalian ikut bapa ke ruang kepala sekolah. Dan yang lain bubar!" perintah Pak Elang.

Kerumunan para murid seketika bubar, mereka memasuki kelas masing-masing menunggu bel pertanda masuk sekolah berbunyi. Sementara Jessica, Jovanca dan Rachel mengikuti Pak Elang dengan perasaan tidak enak. Mereka takut jika di antara mereka bertiga akan ada yang terkena scors.

***

Hari ini, jadwalnya Veronika untuk ke dokter kandungan. Kandungannya saat ini sudah berusia kurang lebih tiga bulan, jalan empat bulan. Veronika pergi ke rumah sakit ditemani oleh Rivaldi. Momen ini tidak akan Veronika sia-siakan, dia mengajak Rivaldi untuk berfoto setelah selesai melakukan pemeriksaan.

Veronika bersyukur, karena bayi yang dikandungnya sehat dengan tidak kekurangan suatu apapun. Tapi sayangnya dokter belum bisa memprediksi apakah jenis kelamin bayi yang dikandungnya. Veronika tidak mempermasalahkan jenis kelamin anaknya, karena baginya mau laki-laki atau perempuan itu sama saja.

Saat sedang perjalanan pulang, tiba-tiba saja Veronika ingin mengunjungi tempat wisata jembatan cinta yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal Rivaldi dan Veronika. Sesuai permintaan Istrinya, Rivaldi mengarahkan mobilnya menuju tempat wisata jembatan cinta.

Tanpa terasa, kini keduanya telah tiba di tempat tujuan. Di sana pengunjung tidak terlalu banyak, karena hari ini bukanlah hari libur. Di tengah-tengah jembatan cinta, terdapat sebuah jaring-jaring yang terbuat dari besi. Di sana setiap pasangan kekasih maupun Suami Istri bisa menggantungkan sebuah gembok, beserta doa untuk hubungan mereka.

"Valdi, lihat! Kita taro gembok kita di sana yuk?! Kebetulan aku udah siapin dari kemarin!" ajak Veronika antusias.

Rivaldi menganggukkan kepalanya pertanda setuju. "Boleh, ayo!" jawabnya semangat.

Dua buah gembok berwarna pink dan emas Veronika keluarkan dari dalam saku celananya. Gembok yang berwarna emas, dia berikan kepada Rivaldi. Sebelum menggantungkan gembok tersebut, terlebih dahulu Rivaldi dan Veronika merapalkan doa terbaik untuk pernikahan mereka.

Setelah siap, keduanya mulai menggantungkan gembok tersebut pada jaring-jaring yang terbuat dari besi. Tidak akan ada orang yang bisa melepaskan gembok tersebut, kecuali si pemiliknya sendiri. Konon katanya jika pasangan yang menggantungkan gembok di jembatan cinta, hubungan mereka akan bisa langgeng sampai tua.

"Akhirnya, eh iya foto dululah yuk!" ajak Veronika lagi.

Rivaldi tersenyum lalu mengacak rambut Veronika gemas. "Boleh, mau foto di mana?" jawabnya, kemudian bertanya.

Pandangan Veronika mengarah kepada sebuah pohon besar, yang di bawahnya terdapat sebuah kursi panjang berwarna putih. Dan terdapat juga beberapa bunga-bunga hiasan berwarna pink, ungu dan merah yang tersebar di sekeliling pohon tersebut.

"Kita foto di sana!" Veronika menunjuk pohon besar yang kelihatan indah di matanya.

Arah pandang Rivaldi mengikuti ke mana jari telunjuk Veronika mengarah. Lalu Rivaldi menjawab, "Boleh, tapi kok aneh ya? Kayaknya aku pernah deh ke sana, tapi sama siapa?"

Sepertinya, Rivaldi mulai sedikit mengingat kenangan bersama Jovanca dulu. Karena keduanya memang pernah juga datang ke jembatan cinta bersama. Tapi, mereka tidak menggantungkan gembok seperti hal yang dilakukan oleh Rivaldi dan Veronika barusan. Mereka berdua hanya berkunjung dan berfoto saja.

"Eum, i-iya kita dulu emang udah pernah ke sini. Udah deh ayo kita ke sana." Veronika segera menarik tangan Rivaldi menuju pohon besar yang sudah dihias oleh pihak pemilik taman.