Dia lebih kasar, meskipun aku lebih suka menyebutnya nakal. Dengan dahi yang tinggi, alis tebal yang gelap, mata berkerudung yang cukup dalam dan lancip di ujungnya yang membuatnya tampak seperti dia selalu waspada, selalu menilai, tidak ketinggalan trik.
Aku tidak tahu dari mana dia mendapatkan rambut perak itu. Dia tidak mungkin jauh lebih tua dariku.
Tapi dia mengerjakannya.
"Bagaimana kau-?" Aku mulai bertanya bagaimana dia tahu tentang studio Aku.
"Bangun mereka," katanya. "Lagi."
Apa?
"Maaf?" Aku bertanya.
"Hal besar Liony. Bersiap-siap. Itu tadi malam. Mandi akan datang. Pesta lajang setelah itu. Hari berikutnya, pernikahan. Dan tadi malam kamu ... apa? Mencium pantat ayahmu?"
Dan untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam, Aku menemukan tubuh Aku terdiam.
Kali ini untuk melawan rasa sakit.
