Chereads / Terikat Tuan Ilmuwan / Chapter 26 - TANAH UJUNG JALAN

Chapter 26 - TANAH UJUNG JALAN

Seperti apa yang Skay tadi katakan, ia dan Yula berada dalam perjalanan menuju ujung jalan di mana sebagian warga di sini bekerja di sana. Mereka berjalan cepat, di sini tak hanya mereka berdua, ada 3 anggota lagi yang ikut menemani mereka. Sesampainya di ujung jalan, di seberang sana mereka melihat hamparan tanah yang luas.

Para pekerja wanita yang memilah-milah sayur di perkebunan dengan kepala tertutup sebuah selendang. Ini perkebunan sayur-sayuran, tanahnya amat sangat luas juga panas yang sangat terik. Skay yang baru berdiri saja sudah kepanasan, apalagi mereka yang ada di sana pasti sangat kepanasan.

"Kita berpencar, kalian cari tau siapa pemilik kebun ini. Kalian bawa' kan minuman di gelas kecil?" tanya Skay dan mendapatkan anggukan semua orang.

"Kalian kasih minuman itu, walaupun enggak merata kalian bisa satu gelas itu buat berdua. Masing-masing di tas kalian saya bawakan gelas kosong, nanti kalian bisa isi sendiri," ujar Skay.

"Apa enggak lebih baik berdua aja? Takutnya kita nanti di serang dalam posisi sendirian," ucap Yula.

"Ya ketua, itu benar."

"Baiklah, kalian bisa berdua. Saya akan sendirian," putus Skay.

"Ketua hati-hati."

Skay mengangguk, ia berjalan menjauh dari mereka dengan tas berada di gendongannya. Ia dan yang lain juga memakai masker dan topi, karena panas rambutnya ia kuncir. Ia menyebrang jalan, namun ia tak bisa masuk ke area perkebunan itu karena di sekelilingnya terdapat kawat berduri yang tingginya sebatas dada.

Ia pun berjalan menyursuri kawat itu, sekitar 5 menit berjalan ia menemukan pintu masuk yang di jaga oleh beberapa orang laki-laki berbadan besar. Tentu saja mereka menghalangi dirinya, ia menoleh ke belakang. Rupanya anggota Dexstar mencari jalan pintas lain, lantas ia melihat ke arah beberapa orang itu.

"Bisa saya masuk?" tanya Skay. Tentu mereka tak bisa melihat ekspresi, jangankan ekspresi wajah Skay saja mereka tak bisa melihatnya.

"Siapa kau? Pasti kau bukan warga sini, pakaianmu rapi tak seperti orang asli sini."

"Saya Skay, saya memang bukan warga sini tapi saya tak suka jika kau menyebut pakaian orang di sini tak rapi secara tak langsung," ucap Skay dengan mata bertemu dengan salah satu orang itu.

"Apa yang dia katakan memang benar! Jadi jangan sok jadi orang baik!"

Skay tertawa miris. "Kalian dari kota? Memanfaatkan lahan ini yang jelas-jelas ini milik warga desa terdekat. Sedangkan yang terdekat dari sini adalah Desa Komora, kalian itu makan hak orang!" ucap Skay menohok.

"Lebih baik anda pergi sebelum kita usir dengan cara tak hormat."

"Panggil atasan kalian saya tak takut!" ucap Skay menantang.

Melihat situasi yang sepi, Skay memukul titik sadar mereka. Hingga membuat satu persatu dari mereka pingsan, tidak ada cara lain selain melumpuhkan mereka. Ia pun segera masuk ke sana, bau busuk menyengat. Rupanya di sudut sana terdapat sayuran yang sudah busuk, dengan segera ia kembali berjalan.

Pandangannya tertuju kepada salah satu ibu-ibu yang sendirian, ibu itu tengah memanen cabai di sana. Ladang ini sangat luas, jadi ada beberapa sayuran yang bisa di tanam di sini. Ia pun menghampiri ibu itu, agaknya dia mengenal dirinya di sini. Ibu itu tampak khawatir dan melihat ke segala arah, ia gusar dan Skay bisa melihatnya.

"Jangan ke sini, nanti pemilik kebun ini tau bisa marah."

Alis Skay berkerut. "Enggak apa-apa, ibu jangan khawatir," balas Skay dengan nada yakin.

"Saya mohon pergi dari sini, nyawa anda bisa terancam."

"Justru saya di sini ingin menyelematkan ibu dan teman-teman ibu dari penindasan," ucap Skay.

"Kami tidak apa-apa, kamu pun sudah biasa melakukan ini. Anda orang baik, tak sepantasnya anda berada di tempat seperti ini."

"Ibu saya enggak apa-apa, justru saya akan bertemu dengan pemilik kebun ini," ucap Skay.

"Terima kasih, perjuangan kamu tak akan pernah kami sia-sia' kan."

Skay tersenyum kecil, ia memberikan air mineral kepada ibu-ibu itu secara diam-diam. Langsung saja ibu itu jongkok dan minum dengan gerakan tak sabaran, Skay tau jika beliau haus di bawah terik matahari ini. Lantas ia pun pamit untuk berjalan semakin masuk ke dalam, beberapa dari mereka tak berani melihat dirinya.

Sampai pada akhirnya ia sudah sampai ke gerombolan Yula dan yang lain, mereka berteduh di bawah pohon besar dari sengatan panas mata hari. Untung saja Skay tak membawa anggota yang kulitnya mudah sekali luka jika berada di bawah matahari dalam waktu yang cukup lama. Bahkan kulit Skay sudah sedikit gosong, tapi tak apa inilah yang di namakan perjuangan yang sesungguhnya.

"Gimana? Apa kalian mendapatkan informasi?" tanya Skay.

"Katanya pemilik ini akan datang ketika pukul 5 atau 6 sore, karena jam segitu panas tak terlalu menyengat."

"Kalian tadi lewat mana?" tanya Skay lagi.

"Kita tadi lewat sela-sela kawat, kita naikkan kawat itu pakai kayu."

"Saya tadi lewat pintu depan, ada beberapa penjaga di sana. Mereka masih pingsan karena saya pukul," ungkap Skay.

"Kamu tak apa-apa' kan?" tanya Yula dengan nada khawatir.

Skay menggeleng. "Kita pergi, dan kita kembali ke sani setelah pemilik kebun ini datang. Kalian udah bagiin minuman ke medan semua?" tanya Skay di akhir.

Mereka semua mengangguk, Skay dan yang lain keluar lewat pintu masuk tadi. Jika lewat jalan yang Yula lewati akan sangat berisiko, apalagi kawat di sini tajam-tajam. Sesampainya di luar dua penjaga itu masih pingsan. Skay membiarkan saja karena mereka akan bangun sebentar lagi.

Tenang saja, pukulan yang Skay berikan tak terlalu parah. Mungkin mereka akan merasakan pegal di area leher saja dan beberapa hari ke depan sembuh. Skay memang pernah belajar bela diri dan sejenisnya, jadi ia bisa melumpuhkan lawan dengan gerakan cepat dan tepat!

"Tadi kita tanya, mereka makan di jam apa. Katanya sih mereka bawa bekal yang di taruh di atas kepala mereka. Sampai di dalam bekal mereka di kubur di tanah karena nanti akan ada orang yang keliling," ungkap Yula.

"Ini penindasan, mereka hanya di beri upah sedikit untuk kerja satu hari penuh."

"Kata mereka tanah itu termasuk milik ketua Dark Wolfe, dan di buat perkebunan sayuran."

"Bagaimana itu milik Kenzo? Ini tanah asli milik warga sini," tanya Skay tak habis pikir.

"Pemilik ini memang sudah menjual tanah ini ke Dark Wolfe, tapi ketua Dark Wolfe meminta agar tetap ada ladang di sana. Alhasil pengurusnya tetap pemilik yang pertama."

"Secara tak langsung Kenzo berkaitan dengan ini!Kenzo pemilik sah tanah itu, yang seharusnya bukan jadi miliknya," ujar Skay dengan tangan mengepal.

Skay tak habis pikir, lagi-lagi Dark Wolfe yang membuat situasi ini kacau. Jadi Kenzo yang membuat kerja paksa ini tak dihentikan, walapun Kenzo sudah membeli tanah itu tapi dia sama sekali tak memiliki hak. Lagi pula untuk apa dia membeli tanah di sini? Sedangkan dia sudah memiliki markas yang besar.