Setelah puas membuat punggung Vito terluka, kini Kenzo berada di dalam kamarnya. Pintu sengaja ia kunci dari dalam, ia berada di kamar mandi dengan shower membasahi tubuhnya. Ia duduk berjongkok dengan tubuh bersender ke tembok, ia masih mengenakan pakaian yang kini sudah basah terkena guyuran air dari Shower.
Ia diam menatap ke arah depan, tetes demi tetes air jatuh dari dagunya. Air dingin ini tak membuat ia beranjak dari tempat ini, malahan ia smakin menyamankan posisinya. kenzo mengusap wajahnya kasar, ia melihat kedua telapak tangannya yang baru saja menyiksa sahabatnya sendiri. Tangannya bergetar hebat, ia ingin menangis tapi air matanya tak mau keluar.
"Ma, Kenzo bunuh orang lagi," lirih Kenzo.
"2 orang Kenzo bunuh, dan Vito Kenzo sakiti tubuhnya. Kenzo cambuk tubuh Vito, ma," ucap Kenzo dengan suara parau.
"Ma, tolong Kenzo. Anak laki-laki mama ini enggak kuat lagi, bantu Kenzo bangkit," imbuh Kenzo berbicara sendiri.
"Ayo ma, Kenzo capek," ucap Kenzo.
"ARGHHH! KENAPA INI SEMUA TERJADI?!" teriak Kenzo penuh amarah. Ia memukul-mukuli dadanya yang terasa sesak.
Matanya terpejam, ia rindu dengan mamanya. Ia ingin dipeluk oleh seseorang yang bisa membuat hatinya tenang, ia lemah sekarang. Ia menjadi laki-laki yang lemah, mengapa ini terjadi kepada dirinya? Ia tak bisa menghilangkan penyakit gila ini, yaitu membunuh orang. Bahkan rasa belas kasihan sudah tak lagi ia miliki.
Ia berdiri, dengan langkah gontai ia keluar dari kamar. Ia tak berniat menghanduki tubuhnya yang basah ini, dengan air yang menetes dari bajunya ia pergi menuju almari. Ia membukanya dan mengambil barang yang selalu ia simpan di dalam laci. Pisau kecil yang tajam dan mengkilat, ia mengambil itu.
"Kalau Kenzo mati sekarang, siapa yang akan ngerawat mama nantinya? Alat-alat itu masih butuh Kenzo buat ngendaliinnya," ujar Kenzo sembari menatap pisau itu.
"Tapi Kenzo mau tidur sebentar aja, nanti pasti Kenzo bangun lagi. Semoga aja waktu Kenzo tidur, Kenzo bertemu mama," imbuh Kenzo penuh harap.
Sembari berjalan ia menempelkan pisau itu ke pergelangan tangannya. Menyayat dengan perlahan-lahan hingga membuat tetes demi tetes darah jatuh ke lantai bercampur dengan air. Kenzo tersenyum tanpa menampilkan raut wajah kesakitan.
Sayatan panjang itu mampu membuat Kenzo merasa pusing, namun ia tak berniat untuk menghentikan pendarahan itu. Ia menikmati tetes demi tetes darah itu, ia tersenyum miring dan tubuhnya perlahan-lahan oleng ke samping. Mata Kenzo masih terbuka lebar dengan posisi telentang.
***
Sementara di depan kamar Kenzo Satya dan yang tampak berdiri dengan keadaan cemas. Vito sendiri mondar-mandir tak jelas, bahkan punggungnya pun masih sakit namun ia sempat-sempatnya mempedulikan keadaan Kenzo di dalam sana.
"Gimana ini? Pintunya di kunci, enggak ada yang bisa masuk kecuali Kenzo sendiri," ucap Satya.
"Kita semua juga bingung! Kenzo berjam-jam di dalam!" balas Tije sedikit emosi.
"Tenang dulu, kita harus memikirkan bagaimana cara bisa masuk," lerai Dokter Edward.
"Sebentar, bukankah setiap pintu ini memiliki kunci cadangan?" tanya Vito.
"Ralat, hanya kamar kita yang memiliki kunci cadangan. Kamar Kenzo memakai sidik jari," balas Tije.
Sampai pada akhirnya Satya membawa sebuah isolasi, di mana di sana terdapat sidik jari milik Kenzo yang diam-diam ia ambil. Dengan segera ia menempelkan isolasi itu ke tempat sidik jari dengan tumpuan jarinya sendiri. Akhirnya pintu terbuka, mereka berbondong-bondong untuk masuk ke dalam.
Sesampainya di dalam mereka mematung di tempat, mereka melihat Kenzo yang berbaring telentang telentang dengan cipratan darah berada di mana-mana. Namun Kenzo masih membuka matanya, juga beberapa anggota tubuhnya yang mendapatkan sayatan dengan segera mereka menghampiri Kenzo.
"Kenzo! Kau masih mendengar saya' kan?" tanya Dokter Edward sembari menepuk-nepuk dada Kenzo.
"Kenzo!" panggil Dokter Edward sebab tak mendengarkan sahutan atau sekadar rintihan oleh Kenzo. Darah di mana-mana, namun bibir Kenzo sama sekali tak mengeluarkan suara kesakitan. Kenzo tetap diam dengan bibir pucatnya.
"KENZO!" teriak mereka semua tak kala melihat Kenzo memejamkan matanya.
Dengan segera mereka membawa Kenzo ke ruang perawatan dengan cara memapahnya. Satya dan Vito lah yang memapah tubuh Kenzo, sesampainya di sana mereka langsung membaringkan tubuh Kenzo yang basah ke atas kasur seperti yang ada di rumah sakit. Di ruangan ini terdapat beberapa kasur berwarna putih juga alat-alat medis yang memang sangat penting.
"Dia kehabisan darah," ujar Vito sembari membuka kancing pakaian Kenzo.
"Ambil satu kantung darah, dia tak akan bisa bertahan lama jika kekurangan darah," balas Dokter Edward yang saat ini tengah membersihkan luka yang ada di pergelangan tangan Kenzo.
"Kenzo? Kau masih dengar saya?" tanya Dokter Edward saat melihat mata Kenzo terbuka walaupun hanya sedikit.
"Jangan tidur Kenzo, saya mohon. Kasian mama kamu," pinta Dokter Edward yang mendapatkan senyuman tipis dari Kenzo.
Kenzo benar-benar pingsan, dengan segera mereka merawat luka-luka yang ada di tubuh Kenzo. Juga melakukan transfusi darah sebab Kenzo kekurangan darah. Dokter Edward berusaha semaksimal mungkin untuk menangani Kenzo, inilah yang paling mereka hindari namun terjadi lagi.
Mereka sering melihat Kenzo seperti ini, tak mereka tak biasa jika harus dihadapkan dengan situasi ini. Ini benar-benar membuat mereka tak bisa berpikir dengan jernih, apalagi mereka tau apa yang terjadi dengan Kenzo sebenarnya.
Mungkin selama beberapa hari ke depan Kenzo tak akan mau bangun, dia pasti akan tertidur. Sebab Kenzo bisa mengendalikan nyawanya sendiri, dia bisa koma dalam waktu yang cukup lama dan akan kembali bangun jika ia mau. Terdengar mustahil namun ini faktanya.
"Apa Kenzo tak kesakitan?" tanya Tije yang saat ini hanya melihat Dokter Edward dan Vito menangani Kenzo.
"Dia sudah terbiasa, tubuhnya sudah kebal dengan luka itu," balas Satya.
"Semoga saja Kenzo cepat bangun," ucap Tije penuh harap.
"Semoga saja, jika tidak misi ini kita yang menjalankannya untuk sementara. Kenzo terlalu berharga jika harus mati, jadi biarkan dia tidur saja," ucap Satya dan mendapatkan anggukan setuju dari Tije.
"Sadar memang menyakitkan untuk Kenzo, jika tidur membuatnya tenang maka kita bisa apa," balas Tije.
Hanya mereka yang tau bagaimana sifat asli Kenzo, ketika di luar sana mereka bilang Kenzo jahat, tak mempunyai hati, itu benar tapi mereka tak ada yang tau sisi lemah Kenzo seperti apa. Kebaikan Kenzo seperti apa, hanya anggotanya yang tau.
Itu merupakan alasan mereka mau bertahan di Dark Wolfe di bawah naungan Kenzo. Karena mereka tau siapa Kenzo sebenarnya, mereka pun tak apa di bilang jahat. Yang terpenting mereka semua ini tak sepenuhnya jahat.