Chereads / The Chapter / Chapter 15 - Ryu ( part 8 )

Chapter 15 - Ryu ( part 8 )

"aaaa!!!! Sudah jam berapa ini" teriak ku panik.

Aku turun dari tempat tidur dan berlari bak pelari nasional menuruni anak tangga. Aku memanggil-manggil bi Minah dan suaranya mengarah ke dapur. Aku pun melesat secepat kilat menuju dapur.

"bi..bi..bi Minah.." teriak ku memanggil bi Minah.

Aku tak tahu seperti apa raut wajah ku sekarang, kepanikan melanda seluruh tubuh ku. Tak sempat bagi ku untuk memikirkan hal lain sekarang.

Aku menemukan sosok bi Minah yang sedang menyeduh kopi.

"bi.. kenapa bibi tidak membangunkan ku? aku bisa terlambat kerja" ujar ku sambil menahan panik.

Bi Minah tidak langsung menjawab pertanyaan ku. Dia malah semakin asyik mengaduk-ngaduk kopi itu.

Aku menggerutu kesal dan mengoceh tidak ada hentinya. Aku tahu semua ini salah ku karena tidur larut malam. Tapi setelah ku pikir-pikir ini bukan sepenuhnya salah ku, Sunny juga terlibat didalamnya. Dia yang membuat ku tidak bisa tidur karena terus memikirkannya.

"apa tuan sudah selesai berbicara?" sekarang bi Minah berbalik menatap ku tajam.

Jujur saja nyali ku yang tadinya membludak-bludak seketika menjadi menciut hanya dengan satu kalimat yang keluar dari mulut bi Minah.

"ada kalender di samping tuan perhatikanlah baik-baik dan tuan kira sendiri ini hari apa" ucap bi Minah tenang.

Bi Minah memang selalu bisa mengimbangi emosi ku yang tak tentu arah dan tujuan ini, dia selalu bisa tenang saat menghadapi ku. Sangat jauh berbeda dari orang tua ku.

Aku pun menuruti perintah bi Minah dan memerhatikan kalender yang tepat tergantung di sebelah ku.

Betapa terkejutnya aku setelah melihat kalender itu. Ku dapati ternyata ini hari minggu. Betapa malunya ketika menoleh kearah bi Minah. Aku hanya bisa menyunggingkan senyum kikuk di hadapannya.

"pergilah mandi, sarapan sudah siap" bi Minah sambil tersenyum.

Dan secepat kilat aku naik keatas.

"ahh… apa yang terjadi pada ku, bahkan aku tak sadar ini sudah hari minggu" ucap ku kesal pada diri ku sendiri.

***

Tak lama aku pun turun ke ruang makan. Aku duduk tepat di depan pak Yuma.

"kau sudah tenang Ryu?" pak Yuma sambil mengaduk-ngaduk teh melati kesukaannya.

"mmm" jawab ku singkat, karena mulut ku sedang penuh terisi roti.

"pagi ini kau ribut sekali, aku bahkan bisa mendengar suara mu dari taman" pak Yuma menyindir ku sambil tertawa kecil.

Aku tak berani menjawab apa-apa, karena bi Minah duduk tepat di samping ku.

"sudahlah kau tak perlu mengusiknya lagi" ujar bi Minah kepada pak Yuma.

Namun bukan pak Yuma namanya jika langsung menurut dengan perkataan bi Minah. Selama sarapan aku menjadi bulan-bulanan pak Yuma bahkan sesekali bi Minah juga ikut-ikutan menambah bumbu cerita pak Yuma. Mereka berdua menceritakan betapa nakal dan berisiknya aku saat masih kecil. Aku hanya bisa pasrah menerima keadaan ini, karena sejak awal aku yang membuat keributan dirumah yang tenang ini.

***

Aku menghempaskan tubuh ku ke lantai. Setelah selesai sarapan dan menjadi bulan-bulanannya pak Yuma aku memutuskan untuk ke studio menghabiskan waktu untuk menggambar. Namun semua tak berjalan mulus seperti yang ku harapkan, jangankan untuk menggambar aku bahkan tak bisa menentukan tema yang ingin ku gambar. Bisa di bilang saat ini pikiran ku terasa kosong, aku pun bisa merasakan kepala ku memang sedikit terasa ringan seperti tidak ada isi didalamnya.

Aku mencoba meraih handphone ku, yang tergeletak tepat di samping ku. Lalu entah kenapa saat melihat layar handphone seketika aku teringat kembali dengan Sunny.

"kali ini saja" gumam ku dalam hati.

Untuk kali ini aku membiarkan diri ku menuruti perasaan yang sedari kemarin berhasil membuat ku tak dapat berkutik sedikit pun.

Tanpa pikir panjang aku mengirim pesan ke nomor yang tertera di website itu.

Aku menunggu dengan cemas. Menerka-nerka apakah pesan ku akan dibalas oleh Sunny. Dan bagai kilat menyambar di siang hari tak sampai 5 menit handphone ku berbunyi. Entah mengapa jantung tiba-tiba berdetak dengan cepat, berharap-harap cemas bahwa pesan itu tak berisi penolakan.

Tepat seperti dugaan ku, Sunny menolak permintaan ku. Seketika perasaan yang tadinya berbuncah tak menentu terselip kekesalan didalamnya, karena penolakan.

"anak ini memang selalu saja begini" ucap ku geram.

Lalu entah keberanian dari mana, aku menelponnya dengan gagah berani. Tindakan paling ceroboh yang pernah ku lakukan selama hidup ku.

"hallo selamat siang, saya pelanggan yang barusan mengirim pesan. Apakah hari ini kita bisa fitting?" tanya ku tanpa basa basi.

"maaf hari ini sepertinya tidak bisa. Bagaimana kalo senin saja?" suara Sunny terdengar begitu lembut saat di telepon.

"apakah anak ini selalu berbicara selembut ini?" gumam ku dalam hati.

Aku berusaha untuk terus mendesaknya agar hari ini kami bisa fitting. Jujur saja aku sama sekali tidak mempedulikan baju yang akan ku buat, alasan utama ku adalah untuk menemui Sunny.

Setelah sedikit agak memaksa dia pun akhirnya mengalah.

"alamat studio mu dimana biar saya segera kesana?"

Anak itu menyebutkan alamatnya dengan sangat rinci dan jelas.

Alamat studio anak itu terdengar tidak asing. Bahkan sepertinya aku sering kearah situ. Tapi yasudahlah, intinya aku sudah mendapatkan alamat anak itu.

Setelah menutup telepon aku segera mengambil seribu langkah menuju kamar ku untuk bersiap-siap. Rasanya kegalauan yang ku rasakan sedari kemarin hilang begitu saja. Sunny memang selalu berhasil membuat suasana hati ku berubah-ubah.

***

"apakah ini studio anak itu? Terlihat seperti apartemen?"

Aku pun kembali menelpon Sunny untuk memastikan bahwa aku tidak salah alamat.

"studio saya memang di dalam apartemen saya" ucap Sunny.

Tanpa berpikir lama aku langsung menuju nomor kamar yang di sebutnya.

Setelah 5 menit, aku akhirnya sampai di depan kamarnya. Aku mengetuk pintu kamar itu. Tak perlu menunggu lama Sunny membukakan pintu untuk ku. Namun terlihat dengan jelas air mukanya bahwa dia sangat terkejut bahwa aku yang datang. Dengan secepat kilat dia kembali menutup pintunya.

"ahh sudah ku duga" aku menghela napas.

"apa aku pulang saja?"

Sempat terpikir bahwa seharusnya aku pulang saja, penolakan yang dilakukan Sunny sangat jelas dan tanpa basa-basi sama sekali. Tapi hati ku terus berkata untuk terus melangkah maju. Aku pun kembali mengetuk pintu kamarnya. Bahkan tak terhitung sudah berapa kali aku mengetuk pintu kamarnya. Lagi dan lagi aku terus mengetuk, jika kondisi ini tidak berubah aku rasa sebentar lagi akan ada tetangga yang keluar.

"ceklek" suara pintu terbuka.

Tanpa aba-aba gadis itu menarik tangan ku dan membawa ku masuk kedalam.

"kamu mau apa?" tanya Sunny sambil menodong ku dengan jari telunjuknya.

Sekilas aku berpikir bahwa ia sudah siap untuk membunuh ku. Tapi saat ku sadar dia dengan susah payah untuk meninggikan badanya agar setara dengan ku membuat ku seketika itu juga ingin tertawa. Tapi aku mencoba untuk menahannya.

"saya ingin fitting baju. Apakah kurang jelas apa yang saya katakana ditelepon tadi" jawab ku santai.

Sudah terlihat jelas bahwa bukan itu jawaban yang di inginkannya. Tetapi aku sama sekali tidak peduli. Kali ini aku yang akan menang.

***

Ruangan ini di penuhi oleh keberadaan Sunny, setiap sudut ruangan ini di penuhi oleh aroma Sunny. Tanpa sadar tubuh ku berjalan masuk dengan sendirinya, seperti ada yang menarik tubuh ku untuk terus masuk dan masuk lebih dalam.

"hey! Mau kemana?!" suara Sunny mengembalikan kesadaran ku.

"ya mau masuklah" jawab ku singkat, sambil terus berjalan.

Dengan kesal Sunny menarik tangan ku dan membuat langkah ku terhenti. Di situ dia benar-benar meluapkan amarahnya. Dia terus-menerus mengoceh tanpa henti. Saat itulah aku menyadari bahwa anak ini memang sangat membenci ku. Aku tak tahu seberapa besar rasa bencinya terhadap diri ku, bahkan aku tak berani membayangkannya. Namun entah mengapa bukannya mencoba untuk mundur aku semakin berusaha untuk mendekatinya.

Dengan perlahan aku mendekat ke arahnya. Dari jarak sedekat ini aku bisa melihat dengan jelas wajahnya. Setiap senti dari wajahnya terlihat begitu sempurna, persis seperti boneka. Matanya terus menerus menarik ku lebih dalam, terus membawa ku masuk kedalam. Jika terus seperti ini sepertinya aku tidak bisa menahan diri lebih lama lagi.

"mata mu cantik" ucap ku demi menyadarkan diri ku sendiri.

Aku lalu berbalik badan dan melanjutkan langkah ku.

Aku tak tahu apakah dia bisa mendengarnya atau tidak, suara detak jantung ku yang terdengar begitu keras.

***

Kamar Sunny terkesan sangat minimalis. Hampir semua barang dan perabotan yang ada didalamnya berwarna hitam. Namun ada satu hal yang menarik yaitu sofa panjang berwarna merah maroon yang diletakkan persis di tengah ruangan dan mural red spider lily yang terlukis indah diatas dinding kamar Sunny.

Apartemen anak ini tidak terlalu besar bahkan saat aku masuk, aku langsung disambut dengan pemandangan kamar Sunny. Memang tidak luas tetapi amat teramat nyaman berada di kamar Sunny.

Aku mulai bertanya-tanya entah sejak kapan anak ini mulai tinggal di apartemen ini.

"apakah sudah lama?" gumam ku dalam hati.

***

Tanpa berpikir panjang aku menghempaskan tubuh ku diatas sofa merah milik Sunny, karena sejak tadi aku merasa bahwa sofa ini terus menerus memanggil ku untuk duduk diatasnya.

Tepat seperti dugaan ku sofa ini terasa sangat lembut dan halus. Saking lembutnya aku bahkan tak merasa bahwa aku sudah menghempaskan tubuh ku diatasnya.

Setelah menikmati kelembutan sofa itu aku kembali teringat cardigan yang waktu itu sempat ku berikan kepada Sunny saat ia sedang tidur dibawah pohon besar di taman kampus. Aku pun segera meminta Sunny untuk mengembalikannya, karena sejak tadi anak itu seperti kehilangan nyawanya dia hanya berdiri mematung didepan pintu masuk.

Lalu dengan secepat kilat Sunny masuk dan melemparkan cardigan itu tepat diatas wajah ku. Dalam keadaan normal aku mungkin akan marah, namun entah mengapa kali ini aku bisa tersenyum dengan keadaan seperti ini.

"cardigan bapak sudah saya kembalikan, sekarang bapak pergi dari sini" pinta Sunny sambil menunjuk arah pintu keluar.

"tujuan saya ada dua datang kesini dan baru satu yang kamu penuhi. Masih ada satu tujuan lagi yang belum kamu penuhi" jawab ku singkat.

Aku tahu sekarang dia pasti sangat kesal mendengar kata-kata ku barusan.

Saat ini Sunny pasti sedang memikirkan cara terakhir untuk membuat ku pergi dari sini. Ya betul sekali dia sekarang sedang berusaha untuk menelpon satpam yang ada dibawah. Dengan reflek aku mengambil handphone yang ada di tangannya dan mengangkatnya keatas.

Perbedaan tinggi kami memang sangat menguntungkan disaat seperti ini. Dia berusaha mengambil handphonenya dari genggaman ku. Tapi cara itu tidak akan berhasil karena jangankan untuk mengambilnya bahkan dengan melompat sekuat tenaga pun tangannya tidak akan mampu meraih handphone itu.

Seperti dugaan ku anak ini tidak akan kehabisan akal. Dia sekarang sudah bersiap-siap untuk melarikan diri keluar. Dengan reflek aku menarik tubuhnya kedalam dekapan ku.

Tubuhnya begitu ringan, aku bahkan tak membutuhkan tenaga untuk menariknya. Tak hanya ringan bahkan tubuhnya begitu kecil. Tangan ku berhasil merangkul pinggangnya dengan mudah.

Aku tak tahu apa yang sedang terjadi didalam kepala ku. Rasanya begitu hangat, dan aku tak pernah merasakan sensasi seperti ini, seperti sedang berada di tengah-tengah perayaan kembang api. Aku tak bisa menjelaskan dengan persis bagaimana perasaan ku sekarang.

"hey! Apa yang bapak lakukan?"

"lepaskan!" Sunny memukul-mukul dada ku.

Saat melihatnya meronta-ronta dalam pelukan ku, aku malah semakin ingin memeluknya dengan erat.

Aku mengencangkan rangkulan tangan ku di pinggangnya. Alhasil jarak kami semakin dekat sangat dekat bahkan sekarang aku bisa merasakan detak jantungnya.

"aku akan menaklukan mu kali ini Sunny" gumam ku dalam hati.

Dan sesuai perkataan ku akhirnya Sunny berhasil ku taklukan.

"oke fine kita fitting"

Setelah mendengar itu aku langsung melepaskannya dari pelukan ku. Aku pun tak bisa menyangkal jika aku menahannya lebih lama, aku bisa merasakan diriku akan berubah menjadi hewan buas.

Akhirnya hari itu Sunny setuju untuk membuatkan ku baju.

Sunny mulai mengukur setiap bagian dari tubuh. Aku bisa merasakan setiap sentuhan yang dia berikan kepada ku terasa seperti percikan kembang api. Entah kegilaan apa lagi yang terjadi pada ku. Tapi godaan ini tak bisa ku halau.

***

Hari itu berakhir dengan sangat panas. Bahkan setelah aku pulang, aku masih tak bisa melupakan setiap kejadian yang terjadi di apartemen Sunny. Bagaimana mata kamu bertemu, bagaimana aku membuatnya jatuh dalam pelukan ku dan sensasi yang diberikan Sunny kepada ku. Rasanya aku hampir gila dibuat anak itu. Aku semakin tidak bisa mengendalikan diri ku dan juga perasaan ku. Bahkan jika aku mengingatnya kembali muka ku masih akan memerah.

"you made me crazy Sunny"