"Ish.." Floo terbangun memijit kepalanya yang sedikit terasa pening. Beberapa saat dia menyadari aroma ruangan sekitarnya terasa asing, segera dia membuka mata dan bangkit terduduk melihat sekitar. "Haaah.... dimana ini?"
Floo menggerakkan badannya dan melihat disampingnya ada Mario Bosnya sedang tertidur pulas. Sontak matanya terbelalak, dia segera menutup mulutnya menahan jeritan yang akan keluar. Satu menit dia berusaha mengumpulkan kesadarannya, Floo berusaha bangkit dari kasur namun badannya terasa sakit semua. Lalu dia mengintip ke dalam selimut, dia sama sekali tidak berpakaian.
Ya Tuhan apa yang terjadi, aku tidak mengingat apapun. - gumam Floo diiringi dengan airmata. Kembali terlarut dengan kesedihannya akhirnya pecahlah tangisnya. Hingga Mario pun terbangun mendengar tangisan Floo.
"Floo.... Itu kamu?" tanya Mario kaget melihat Floo menangis disebelahnya.
"Bapaaaaakk...." tangisan Floo memuncak melihat Mario menatapnya.
Floo menggerakkan badannya namun ternyata rasa nyeri mendera bagian pinggang kebawah. Badannya sakit luar biasa, apa yang terjadi sebenarnya belum dia pahami.
Reaksi Mario tak jauh berbeda dengan Floo, dia termenung berusaha menarik penggalan ingatan yang samar samar mulai hadir. Semua masih bagai benang kusut namun satu kata yang dia tau harus diucapkan saat ini "Floo saya akan bertanggung jawab, tunggulah disini saya akan mencari bantuan"
Mario segera bangkit dari tempat tidur memungut pakaiannya yang berserakan, membuat Floo terpana bagaimana sang Direktur di salah satu perusahaan orang tua Floo ini melakukannya tanpa rasa canggung. Pertanyaan terlintas dibenaknya, apa dia sudah pernah melakukannya didepan wanita?
Sebulan yang lalu Florence Mahadewi hanyalah pegawai magang di kantor cabang Group Mahadewa. Mahadewa sendiri adalah ayah angkat Floo yang sudah bersamanya sejak dia masih bayi.
Floo memegang kepalanya yang berat, kepalanya tampak berputar-putar. Floo berusaha duduk mencari pakaiannya yang tersisa namun naas ternyata pakaiannya rusak terkoyak.
Dengan gemerat Floo menarik kembali selimutnya dan terduduk dipojok kasur yang dingin.
Helaan nafasnya semakin berat, lama-lama tubuhnya semakin gemetar. Floo memeluk tubuhnya dengan selimut dan menangis terisak-isak. Floo pelan-pelan memandangi tangannya yang memar, semakin lama semakin banyak memar yang dia lihat. Lalu dibukanya perlahan-lahan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya, dan ternyata memar menghiasi seluruh tubuhnya.
Ya Tuhan, mahluk apa yang sudah menyiksaku sedemikian rupa.. – tangis Floo.
---
Setelah menunggu Mario yang pergi entah kemana, Floo mengantuk dan kembali tertidur. Setelah tertidur sekitar 15 menit, Floo pelan-pelan membuka matanya karena ada yang mendatangi dirinya.
Dia wanita yang sangat cantik, tampaknya lebih tua darinya.
Wanita tersebut langsung memeluk dirinya dengan erat.
"Ya ampun sayangku, apa yang dilakukan bajingan itu padamu sayangku…" ujar Selena yang merupakan sahabat Mario.
Floo terbangun dan memicingkan matanya untuk melihat dengan jelas siapa yang mendatanginya. "Kakak siapa?" tanya Floo pelan.
"Perkenalkan aku Serena, aku sahabat Mario. Tiba-tiba Mario memanggilku kemari untuk menolongmu." ujar Serena lalu dengan teliti menilik semua luka yang didapati oleh Floo.
"Sakit ya Floo? Bisa berdiri gak?" tanya Serena.
Floo membalasnya dengan gelengan kepala dan tangisan yang terbendung. Floo hanya bisa membalas pertanyaan Serena dengan pelukan dan tangisan. Badannya sangat sakit luar biasa, dia sampai tidak bisa memakai baju untuk menutupi tubuhnya.
Serena menepuk-nepuk Pundak Floo yang terasa dingin. "Tunggulah disini aku akan membawakan pakaianmu." ujar Serena.
Floo yang masih gemetar sambil memeluk selimutnya, hanya menjawab dengan anggukan pelan.
---
Serena bertemu dengan Mario dan Satya suamianya di ruang tengah.
Dengan amarah yang meluap-luap Serena langsung menunjuk muka Mario yang sedang duduk dengan Satya.
"Lihatlah si Bodoh ini yang selalu berulah. Kenapa kamu bisa sekejam itu pada seorang wanita dan dia masih sangat muda BODOH.." Serena memaki dengan kasar.
Mario hanya bisa menatap Serena dengan gusar, "Maaf Serena, aku benar-benar diluar kendali. Maafkan aku, aku akan berusaha bertanggung jawab untuknya." Mario menjawab Serena dengan getaran hebat di bibirnya.
Mario juga terguncang, dipegangnya cincin pernikahannya dengan Isabel berkali-kali. Kegusaran juga melanda hatinya dan batinnya. Kenapa hal bodoh ini bisa terjadi dalam hidupnya.
Serena mendengus dengan kesal, lalu berteriak "Aku akan menggantikan baju Floo, setelah itu Satya tolong pindahkan Floo ke kamarnya. Tampaknya siksaan si BODOH ini sangat keras. Sampai-sampai Floo tidak bisa berjalan." teriak Serena sambil berjalan ke kamar Floo.
Satya pun langsung berdiri dan mengangguk, padahal Serena tidka melihat dirinya.
"Hah, aku kena lagi nih. Lagian kamu benar-benar bodoh. Tahukah perbuatanmu itu melanggar hikum dan bisa dipenjara?" tanya Satya kesal.
"Iya, aku mengetahuinya. Tapi dia itu anak Mahadewa, kalau kasus ini terbongkar pasti akan menjadi viral dan merusak nama baiknya." jawab Mario dengan gusar.
"Hah, dia anak konglomerat? Gila kamu Mario… Lalu apa yang akan kamu lakukan?" tanya Satya dengan nada meninggi karena kesal.
Mario lalu memutar-mutar cincin pernikahannya lalu tiba-tiba menatap Satya.
"Aku akan menikahinya" jawabnya dengan mata berkaca-kaca.
"Waw, kamu yakin? Kalau dia tidak mau bagaimana?" Satya kembali bertanya.
"Sepertinya dia tidak bisa menolaknya, kalau kabar ini sampai ke orangtuanya pasti dia juga yang repot." ujar Mario.
Satya menggeleng-gelengkan kepalanya, "Hmmm tetap mafia licik kamu." ujar Satya.
---
Akhirnya setelah Floo selesai berpakaian langsung digendong oleh Satya ke kamarnya.
Floo di infus, diberikan antibiotik dan obat penenang supaya bisa beristirahat.
Setelah membereskan semua kekacauan yang disebabkan oleh Mario, Serena kembali menghampiri Mario.
Mario langsung berdiri melihat Serena mendekat.
Serena menghela napasnya dengan berat "Hah.. Duduklah" perintah Serena.
Mario langsung duduk dengan patuh.
"Heh Bodoh, dengarkan aku. Wanita itu sekarang terguncang parah, keadaannya benar-benar mengenaskan. Dia mengalami pendarahan juga di bagian bawahnya karena kamu paksa. Jadi lebih baik kamu jangan dekat-dekat dengan dia dulu. Beritahu orangtuanya kalau dia tidak bisa pulang. Buat alasan deh, dia masih belum bisa naik pesawat dalam keadaan hancur begitu." Serena menjelaskan keadaan Floo dengan kasar kepada Mario.
Mario menerimanya dan hanya menggangguk-anggukan kepalanya.
"Jawab Bodoh.." ujar Serena yang kesal.
"Oh.. Baik Ser, semuanya akan aku bereskan." jawab Mario.
Serena pun mendelik dengan kesal "Hah satu lagi, sebaiknya kamu pesankan makanan seperti soup untuk Floo, tampaknya nafsu makannya masih belum kembali." ujar Serena lalu pergi kembali ke kamar Floo.
Mario lalu kembali ke kamarnya untuk memesankan makanan dari telp yang ada dikamarnya.
Saat sudah berada di pinggir kasur Mario tercengang dengan pemandangan yang ada.
Bercak darah memenuhi seprai putihnya, keadaan disini sangat kacau.
Mario mengambil baju Floo yang berserakan dan melihatnya dengan seksama.
Pantas Floo begitu lemah, aku sudah menyakitinya begitu dalam seperti ini.
Mario lalu segera memesankan makanan sesuai dengan perintah Serena. Mario lantas menarik spreinya dan menggulungnya lalu di lemparkannya ke pinggir kasur.
Sepertinya aku harus menghubungi Sandy untuk menjelaskan yang terjadi saat ini.
….
Tuuut tuuut…
"Halo Sandy…"
…. 5 menit kemudian terdengar makian dan suara bentakan dari lawan bicara Mario.
Ya, bahkan Sandy pun kehilangan kesabarannya karena kejadian ini.
Bersambung…