Kedua tangan Marcus menangkup pipiku dan mulutnya meraup bibirku. Mencium dan mencecap rasa untuk meluapkan semua kebahagiaan juga kerinduan yang dia rasakan untukku. Dan aku pun membalasnya dengan luapan emosi yang sama.
Dibalik kesedihan, luka dan kekecewaan yang kualami selama lima tahun ini, aku menyadari bahwa sesungguhnya aku sama sekali tak membencinya. Aku hanya menyangkal hatiku yang sangat merindukan Marcus. Merindukan pria pemilik hatiku.
Kami terhanyut dalam luapan emosi dan ciuman berubah menjadi lumatan juga kecupan yang berubah semakin menuntut. Aku tak tau sejak kapan aku berbaring di ranjang dengan Marcus yang berada di atasku.
Tangan Marcus meraih kancing piyamaku dan ingin membukanya. Aku terkejut. Melepaskan ciuman kami dan menahan tangan Marcus. Aku menatap matanya.
Aku memang sangat mencintainya tapi untuk bercinta? Aku yakin itu salah. Seakan tau kegelisahan hatiku. Marcus membelai rambutku.