"Enam ratus tujuh puluh dua juta. Tak kurang dari itu." Seorang pria berjas menyebutkan nominal tidak sedikit di hadapan Aya. Mata Aya membesar mendengar total uang tersebut.
"A-apa yang harus aku lakukan?" tanya Aya gugup.
Ia sudah banyak mendengar tentang perempuan yang menghasilkan uang dengan cara ini. Tentu tidak mudah, ia harus menyerahkan dirinya kepada taipan kaya raya dan menjadi budak di atas ranjang panas mereka.
"Jangan berpikir terlalu buruk." Pria berjas menasihati. "Kau hanya perlu mendekati orang ini dan buat dia jatuh cinta kepadamu." Ia menyodorkan secarik foto kepada Aya.
Aya menerima foto tersebut, mengamati dengan seksama sosok pria di foto tersebut.
Tampan.
Begitulah kata yang dapat merepresentasikan pria di foto tersebut. Wajahnya putih dengan mata kecokelatan, jelas sekali kalau ia memiliki darah campuran. Bahunya simetris dan dadanya bidang. Aya bisa merasakan betapa lelaki ini sering menyempatkan diri untuk berolahraga.
Lantas, di mana letak kerugian dari kesepakatan ini?
"Baiklah, aku terima." Aya membalas yakin.
"Tapi …" Pria di hadapannya kembali berkata dengan kalimat menggantung. Aya tak mengalihkan pandangan dari pria tersebut karenanya, menanti apa kalimat selanjutnya.
"Kau tak boleh jatuh cinta padanya," lanjutnya menjelaskan.
"Kenapa?" tanya Aya penasaran.
"Pokoknya tidak boleh. Itulah aturannya. Kalau tidak, kau akan mendapatkan akibatnya." Pria di hadapannya kembali memperingati.
"Apa itu?" Lagi, Aya penasaran.
Pria berjas di hadapannya tidak menjawab. Hanya menyerahkan berkas tertutup map cokelat. "Bukalah dan bacalah. Kau harus segera menandatangani kontrak ini. Waktuku tak banyak dan kau harus segera memutuskan."
Aya membuka kontrak tersebut, membaca satu per satu point di sana.
'Pihak kedua yang dalam hal ini adalah pekerja sebagimana dimaksud pada pasal sebelumnya harus menuruti kehendak pihak pertama apabila sewaktu-waktu terdapat perubahan rencana.'
Aya mengernyit membaca pasal dalam kontrak tersebut.
'Pihak kedua tidak boleh jatuh hati pada target.'
'Apabila dalam melaksanakan tugasnya pihak kedua jatuh hati pada target, maka pihak kedua harus siap menerima konsekuensi yang diberikan oleh pihak pertama.'
'Dalam hal ini, segala keputusan pihak pertama adalah bulat dan tidak dapat diganggu-gugat.'
"Apa ini?" Aya tidak paham dengan konteks dari isi kontrak tersebut.
"Setuju atau tidak setuju?" sang pria tak lagi menjelaskan lebih lanjut seperti di awal.
Aya tampak mempertimbangkan tawaran tersebut. Ia hanya perlu tidak jatuh hati dengan target, namun harus membuat sang target jatuh hati.
"Bukankah jatuh hati di sini bersifat subyektif? Bagaimana kau bisa tahu aku sedang jatuh cinta padanya?" tanya Aya, tak peduli dengan tanggapan pria di hadapannya sebelumnya.
"Bukan bagianku untuk menilai seseorang. Kalau ternyata kau terbukti jatuh hati, maka kau akan mendapatkan ganjarannya. Itu saja."
"Hah …" Aya tidak mengerti penjelasan yang diberikan oleh pria tersebut, namun ia benar-benar membutuhkan uang yang ditawarkan oleh mereka agar bisa mendapatkan kembali aset rumah peninggalan sang Ayah yang dijual oleh Ibu tirinya secara sepihak tanpa sepengetahuan dirinya.
"Kalian benar-benar kejam. Aku bahkan tak ada pilihan untuk menolak, ,menimbang besarnya keuntungan dari kalian." Aya kembali berkata.
Bagaimana pun, meski kontrak tersebut terasa janggal, Aya tetap membubuhkan tanda tangannya di atas materai yang menempel pada kertas tersebut. "Sudah," ucapnya.
Sang pria mengangguk, mengambil berkas tersebut.
"Besok kau akan mulai bekerja di kantornya bersikaplah biasa saja padanya dan untuk kerja sama ke depannya, aku yang akan menghubungimu."
"Baiklah, baiklah."
…
Sreeek!
Matahari pagi perlahan menelisik masuk ke cela jendela, membuat lelaki yang sedang memeluk gulingnya erat refleks mengernyit dalam tidurnya dan memperkuat pejaman matanya, berusaha untuk menghentikan cahaya matahari yang menjebalkan itu mempengaruhi dirinya.
"Sayang … sudah jam berapa ini?" tanya wanita cantik yang menjadi pelaku pembuka tirai jendela.
"Enggh …" Ia masih enggan membuka wajahnya dan malah menyembunyikan kepalanya di balik guling.
"Kau harus pergi kerja, Sayang."
Tak mau kalah, wanita itu menarik guling yang dipeluk olehnya. Namun, karena tenaga pria lebih kuat, wanita tersebut malah jatuh ke kasur.
"E-eh!" teriaknya tanpa sadar.
Grep!
Pria di sisinya langsung memeluknya erat, menyembunyikan wajahnya di perut wanita.
"Morning, Sunshine!" Ia membuka mata, mendongak menatap wanita yang dipeluknya dan melemparkan senyuman termanisnya.
"Morning, Sayang." Wanita itu membalas.
"Morning kiss?" tanya sang pria, memberi kode pada wanita di hadapannya.
"Hah … selalu ada maunya," gumamnya kesal. Tak ayal, ia mendekatkan bibirnya ke bibir pria tersebut.
Cup!
"French kiss in the morning." Ia berbisik lembut. "Sudah waktunya bangun, Sayang! Kau harus pergi bekerja!"
"Alright, alright. I'll go out right now, Babe!"
Bangkit dari kasur, wanita tersebut berkacak pinggang karena pria yang tadi melempar senyum padanya kini kembali menutup matanya.
"Lihatlah, bagaimana kau bisa memberi contoh yang baik pada anak-anak kita nanti?" omelnya.
"Iya, iya. Anak kita bahkan belum ada, bagaimana aku bisa memberi contoh pada mereka?"
"Baaas!"
"Alright, alright. Aku bangun nih, jangan ngambek dong."
Lelaki yang dipanggil Bas segera bangun. Ia memeluk tubuh wanita itu, berusaha untuk meredakan amarahnya.
"Abis kamu sih, tiap kali dibangunkan susah banget!" gerutu wanita yang berada dalam pelukan Bas.
Bas tertawa kecil, wanita itu selalu bisa membuatnya tersenyum dengan caranya sendiri. "Iya Sayang, besok ga gitu lagi deh," janjinya.
"Bener?"
"Iya."
"Ah, selalu saja berbohong."
"Kali ini tidak."
"Janji?"
"Iya, janji."
Bas memeluk erat wanita itu. Wanitanya yang begitu manja namun sangat disayangi olehnya. "Aku pergi mandi dulu, Sayang. Kalau ngga, istriku yang cantik ini akan marah terus-terusan."
Bas segera berlari ke kamar mandi usai berkata demikian, meninggalkan wanita yang masih mencerna kata-kata Bas. Sesaat kemudian …
"Baaaas!" teriaknya.
Sementara itu, Bas di dalam kamar mandi tertawa melihat kelakuan wanita yang lain dan tak bukan adalah istrinya sendiri, Adis.
…
"Adis, Adis."
Di sisi lagi, seorang lelaki tengah menatap album foto di pegangannya. Sosok wanita yang sama dengan wanita yang membangunkan Bas pagi ini. Wanita yang telah memikat dirinya bertahun-tahun lamanya.
"Kenapa kamu malah memilih Bas, bukan aku?" tanyanya dengan suara lirih. Perasaannya hancur berkeping-keping begitu mengetahui Adis menikahi Bas, bukan dirinya.
Bak!
Tangannya yang mengepal memukul keras meja.
"Kalau kau tak memilihku, aku yang akan membuatmu akhirnya kembali kepadaku. Akan kubuktikan kepadamu bahwa pilihanmu memilih Bas itu salah besar dan hanya aku … satu-satunya orang yang tepat untukmu." Ia berkata lugas dengan mata sarat akan kebencian.
"Aku akan membuatmu mengerti siapa yang jauh lebih mengerti dirimu dan menjadi sandaran terakhirmu."
Ia tersenyum miring, menanti sesuatu yang telah dipersiapkan olehnya.
-to be continue-