Dengan susah payah akhirnya Zee berhasil membawa laki-laki korban pengeroyokan dan mengangkat tubuhnya ke jok motor. Tubuh yang tak sadarkan diri dan bersimbah darah itu berkali-kali nyaris roboh dan jatuh dari jok, membuat Zee kewalahan. Beberapa kali ia membenarkan posisi tubuh yang lunglai tersebut. Setelah duduk di jok di depan korban dan memegang kedua tangan korban, ia segera meloloskan sabuk karate yang selalu ia gunakan dan mengikat tubuh korban ke tubuhnya dengan erat.
Setelah merasa semua aman, Zee segera menyalakan motornya dan melajukan motor dengan pelan. Beberapa kali ia harus berhenti untuk membetulkan posisi korban yang sangat menyusahkan dirinya.
"Ya Tuhan, betapa dia sama sekali tidak memiliki tenaga dan kekuatan untuk duduk dengan tenang." gumamnya. Ia segera membelokkan mootr memasuki gang untuk menghindari kejaran anak buah Leo yang mungkin berjaga di beberapa titik untuk memblokir jalan.
Setengah jam berkutat dengan tubuh lunglai tak berdaya, Zee akhirnya sampai di klinik Assyifa. Klinik miliknya yang mempraktikkan pengobatan medical Hacker. Pengobatan yang terinspirasi dari alquran dengan moto tanpa operasi, tanpa alat, tanpa obat dan tanpa jimat. Segala pengobatan di kliniknya memakai gerakan-gerakan tertentu.
"Tolong!" jeritnya memanggil beberapa petugas yang berjaga di instalasi gawat daruratnya. Beberapa petugas yang sedang duduk sambil mengobrol segera berlari mendekat.
"Dokter kenapa? Siapa yang dibawa ke sini? Dokter darimana? Apakah . . . ." Cecar seorang petugas wanita yang sejak tadi sibuk tertawa dan spontan harus berhenti karena situasi gawat di depannya.
"Sudah jangan banyak bertanya dulu, Susan. Nanti aku jelaskan saat dia sudah siuman. Beri pertolongan terbaik padanya."Zee memegang stang dan mencoba mempertahankan motornya agar tak oleng dan akhirnya roboh, sementara Willy dan Yudha, dua asistennya di Assyifa mencoba mengangkat tubuh laki-laki itu dengan susah payah.
"Dokter, baju dokter Lia sangat kotor dan bersimbah darah. Apa tidak sebaiknya dokter membersihkan dulu dan nanti ke sini untuk melihat korban lagi?" saran Anjani, dokter yang kebetulan juga ikut bekerja di klinik Assyifa. Zee menatap Susan dan Anjani serta dua perawat yang juga berjaga menunggu keputusan Zee.
"Kalian kenapa lelet sekali? Ayo kita tolong laki-laki ini karena dia sudah kehabisan banyak darah."
Semua mengangguk dan segera mendorong bed pasien menuju ke dalam ruangan yang biasa digunakan untuk melakukan tindakan perawatan pasien. Dengan sigap mereka membersihkan darah yang terus mengalir dari hidung pasien dan bagian tubuh yang lain.
Zee dan teman-temannya melakukan pertolongan dengan cepat. Ia tidak ingin kehilangan momen berharga untuk menyelamatkan korban. Setelah darah yang mengalir dihentikan, Zee dan teman-temannya memberikan energi booster untuk laki-laki yang masih pingsan untuk membuat pasien sadar. Beberapa kali melakukan energi booster, akhirnya perlahan sang lelaki mulai membuka mata dan menatap beberapa orang yang mengelilinginya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Beri dia minum dan lakukan tindakan selanjutnya. aku akan ke atas dan membersihkan diri dulu. Jangan pernah mengatakkan kepadanya kalau aku yang menolong ketika dia sudah sadar,OK?" bisik Zee pada beberapa temannya membuat Anjani dan yang lainnya mengangguk. Dengan sekali gerakan, Zee membalikkan badan dan meninggalkan ruangan tindakan untuk menuju kamarnya di lantai atas. Zee segera menaiki lift dan beberapa menit kemudian, dia sampai di apartemen yang menyatu dengan klinik. Apartemen mewah yang berada di puncak klinik Assyifa dia buat untuk menyembunyikan identitasnya dari beberapa preman yang selama ini menerornya karena selalu membuat rencana mereka untuk berbuat jahat selalu gagal.
Zee adalah seorang dokter wanita yang meninggalkan ilmu kedokteran modern dan beralih menggunakan terapi medikal Hacker. Dia memilih memberikan pertolongan kepada para pasiennya dengan metode sederhana namun memiliki hasil yang maksimal, dengan memposisikan tulang manusia sesuai fitrahnya. Ia belajar dari seorang ustadz yang melakukan penelitian terhadap banyak hal dan mengembalikannya kepada Alquran. Tidak ada yang menyangka kalau syaraf kejepit dan asma yang dipercaya sebagai penyakit yang tidak ada obatnya, bisa sembuh dengan ijin Allah dengan beberapa gerakan yang dilakukan di metode medickal Hacker.
Zee melangkah masuk apartemen dan segera menuju kamar mandi yang ada di sebelah dapur dan membersihkan diri di sana. Ia segera melangkah ke kamar pribadinya untuk mengganti pakaiannya dan segera kembali membuka laptop untuk mengawasi kegiatan di ruang gawat darurat dan memastikan bahwa anak buahnya melakukan tugasnya dengan maksimal.
Hanya tinggal ada Wildan, Yudha dan Willy yang duduk menjaga pasien yang kini sedang terbaring sambil memejamkan mata. Sudah terpasang selang infus di tubuh pasien dan laki-laki itu tampak sedang lelap dengan napas yang teratur. Tiba-tiba laki-laki itu membuka matanya dan menatap ke Willy dan Yudha.
Zee segera menyalakan perekam suara untuk mengetahui percakapan diantara mereka untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Siapa yang menolong saya, Dok?"
Wildan menggelengkan kepalanya.
"Kami hanya menerima anda yang dalam kondisi terluka parah. Dia seorang wanita dan dia sudah pergi dari ruangan ini. Kami tidak bisa melarangnya karena dia sama sekali tidak memiliki waktu untuk melanjutkan pertolongannya kepada Anda, Tuan."
Laki-laki itu tampak menganggukkan kepalanya. Ia mengangkat tangannya hendak mengambil sesuatu namun ia menjerit.
"Auw" Wildan dan Yudha terpana lalu mendekat, mencoba membantu pasiennya.
"Tuan kenapa? Mau mengambil sesuatu? Apakah ingin minum atau . . . ."
Laki-laki itu mengangguk membuat Willy segera mengambilkan cangkir yang diletakkan Susan beberapa menit lalu.
"Sebenarnya kalau baru sadar kita tidak merekomendasikan minum dulu hingga Tuan bisa membuang angin, Tuan."
Laki-laki itu membelalakkan matanya lalu mengangguk.
"Aku sudah buang angin."
Wildan mengangguk lalu meminta Yudha untuk memberikan apa yang diminta oleh laki-laki di hadapannya. Afzal, laki-laki korban pengeroyokan menerima gelas dengan bibirnya dengan bantuan Wildan yang mengangkat kepalanya sedikit. Ia sudah beberapa jam berada dalam kungkungan Leo dan anak buahnya saat pulang dari kantornya di CFD group di ibukota propinsi sepuluh kilometer dari tempatnya saat ini. Awalnya ia akan dikawal beberapa bodyguard terbaik, mengingat beberapa kali ia mendapatkan teror dari nomor tak dikenal, namun dia menolak karena merasa bahwa teror-teror yang masuk ke dalam ponselnya adalah teror yang hanya difungsikan untuk menggertaknya saja. ternyata dia keliru. Ia menerima perlakuan tidak menyenangkan, bahkan percobaan pembunuhan disaat dia melintas di jalan menuju mansionnya. Awalnya ia hanya curiga karena jalan yang biasa ramai pengguna jalan, saat itu jalanan tiba-tiba sepi tanpa pengguna lain.
"Tuan sudah buang angin?' tanya Willy, mencoba membuyarkan lamunan Afzal.
"Su-dah."
Wildan dan Yudha mengangguk lalu meletakkan cangkir di meja. Ia segera memandang Anjani yang baru keluar dari kamar mandi dan duduk di meja kerjanya sambil menatap kegiatan mereka dengan mengerutkan keningnya.
"Minum? Apakah sudah buang angin?"
Wildan dan Yudha mengangguk. Anjani mengacungkan jempolnya lalu melangkah menuju meja kerjanya. Mencoba merebahkan kepalanya di meja. Kepalanya terasa pusing, namun ia enggan untuk melangkah menuju ruangan khusus yang disiapkan pemilik klinik untuk istirahat para tenaga medis.