Para Orc yang hampir mengalahkan Desmond langsung membeku selama sepersekian detik ketika mereka melihat pemimpin mereka disandera. Ketika Tristan melihat mereka akan menyerang ke arahnya, dia segera mendekatkan pedang di tangannya ke leher goblin, sampai goblin itu bisa merasakan sesuatu menusuk kulitnya.
Merasakan benda tajam itu, pemimpin goblin berambut putih itu dengan panik meneriaki para Orc, menggunakan bahasa aneh yang tidak dipahami Tristan. Mendengar perintah panik goblin, para orc ragu-ragu selama sepersekian detik, sebelum akhirnya menghentikan serangan mereka.
Saat situasi seolah berada di bawah kendali Tristan, Desmond kemudian perlahan bangkit dari tanah.
"Kerja bagus, Tristan." kata Desmond dengan sisa-sisa rasa sakit dalam suaranya.
Desmond berjalan keluar dari asap hitam yang sekarang hampir tidak terlihat, membiarkan Tristan melihat pria itu dengan jelas. Namun, dia bisa melihat darah mengalir dari bahu pria itu. "Apakah kau baik-baik saja?" tanya Tristan.
"Tidak apa-apa." Desmond dengan tenang menjawab. Tapi Tristan bisa melihat bahwa ekspresi pria itu menunjukkan kebalikan dari apa yang dia katakan.
Ketika dia mencoba memikirkan cara untuk meringankan rasa sakit Desmond, Tristan merasakan tubuh pemimpin goblin yang dia pegang bergetar hebat. Terkejut, Tristan bisa mendengar tawa keluar dari mulut si goblin.
"Kalian manusia bodoh." kata pemimpin goblin sambil tertawa. "Kalian berdua ditangkap dan ditahan di tempat ini. Menurut kalian, apa yang bisa kalian lakukan di sini?" ia kemudian menoleh perlahan, melihat Tristan dari sudut matanya. "Lepaskan aku dan aku akan melupakan apa yang baru saja kau lakukan."
Desmond tertatih-tatih mendekati mereka. "Jangan dengarkan dia, Tristan. Itu adalah Pedang Reunite Tingkat Tinggi. Aku yakin goblin itu tahu dia sedang berada dalam masalah besar. Dia hanya berusaha menggertak." cemooh Desmond.
Goblin itu kemudian menjawab dengan cemoohan, "Hah! Bahkan jika kau berani membunuhku, kalian berdua tidak akan bisa melarikan diri dari tempat ini."
Desmond berjalan ke perangkat di ruangan itu, sambil mengarahkan pandangannya ke sekeliling. "Tidak juga," kata Desmond, sambil menggerakkan jarinya ke sebuah peralatan. "Aku hanya butuh waktu untuk mencari jalan keluar sendiri."
"Kau masi punya 'waktu' sebelum kau mati kehabisan darah karena lukamu?" tanya si goblin dengan nada mengejek.
Kali ini, Desmond tidak menjawab kata-katanya dan terus memeriksa peralatannya. Melihat itu, goblin terus mencemooh. "Dengan banyaknya darah yang mengalir keluar dari lukamu, aku tahu kau hanya punya waktu paling lama satu jam, sebelum kau kehilangan kesadaran."
Mendengar ini, Tristan tanpa pilihan menatap Desmond dengan khawatir. Merasakan tatapan Tristan di punggungnya, Desmond membalikkan tubuhnya dan melihat Tristan menatapnya prihatin. "Jangan khawatirkan aku, Tristan. Aku akan baik-baik saja." katanya sambil tersenyum tipis.
Goblin itu tertawa keras, "Ha ha ha! Kalian berdua tidak tahu apa yang kalian lewatkan." kata goblin itu sambil menatap tabung berisi darah dengan tubuh mengambang di dalamnya. Dia kemudian menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas. "Ini benar-benar sia-sia."
"Setelah puluhan tahun penelitian, akhirnya aku menemukan wadah yang sempurna, tubuh Blood Elf. Kenapa kalian berdua menolak hadiah seindah ini?" tanya si goblin, dengan nada mengejek dalam suaranya.
Goblin itu kemudian menoleh ke arah Tristan yang masih memegang pedang erat di lehernya.
"Hei, dengar, anak muda. Kau terlihat seperti orang yang pintar, jadi kau tidak perlu mendengarkan apa yang dia katakan." kata si goblin, mencoba membujuk Tristan. "Dengarkan aku dan kau tidak akan menyesal."
Tepat ketika Tristan hendak membungkam si goblin untuk menghentikannya berbicara, Desmond mengutuk keras, "Sialan!"
Desmond dengan cepat berbalik dan menatap goblin berambut putih itu dengan tatapan penuh amarah.
"Kau keparat! Bagaimana kau bisa membawa kami pergi sejauh ini? Kita berada sangat jauh dari luar!"
"Maksudnya?" tanya Tristan bingung.
"Maksudnya... sangat tidak mungkin bagi siapa pun untuk menemukan kita. Oleh karena itu, kita sendiri yang harus menemukan cara untuk keluar dari planet ini."
Para goblin segera tertawa seolah-olah mengejek upaya sia-sia kedua manusia itu untuk melarikan diri. "Kekekeke! Seperti yang kukatakan, tidak ada yang bisa kau lakukan selain tunduk padaku." kata si goblin dengan angkuh. "Jadi, jatuhkan saja pedangmu dan serahkan diri kalian! Aku berjanji, kalian berdua takkan mati. Lagi pula, aku membutuhkan kalian untuk eksperimenku."
"Jangan dengarkan dia, Tristan. Tahan dia erat-erat dan ayo keluar dari lubang neraka ini. Peluang kita untuk bertahan hidup di luar akan jauh lebih baik." kata Desmond.
Si goblin memandang Desmond sejenak sebelum mulai tertawa lagi. "Pria itu terluka parah sehingga dia tidak bisa keluar tanpa bantuanmu. Sepertinya keputusan ada di tanganmu."
Dengan bilah yang masih menempel di leher goblin, Tristan ingat dihari dimana dia masuk ke penjara. Saat-saat di mana membuat pilihan yang salah di dalam penjara dengan keamanan tinggi dilengkapi narapidana yang kejam dapat dengan mudah menyebabkan kematian.
Dia saat ini harus mengambil keputusan, membantu Desmond melarikan diri atau mengambil risiko dengan si goblin. Tampaknya, itu pilihan yang mudah, tetapi saat ini, bukan hidupnya yang dia khawatirkan.
"Aku tidak peduli dengan apa yang akan terjadi padaku. Tapi, bagaimana dengan adikku?" tanya Tristan.
Desmond menjadi pucat mendengar kata-kata Tristan.
Tersenyum lebar, goblin itu berkata, "Kekeke, adikmu ada di tawanan kita? Tentu saja aku bisa membantumu, aku tentunya akan memperlakukannya dengan baik. Aku bahkan bisa mengirimnya kembali ke duniamu jika kau mau. Lagi pula, kaulah yang aku butuhkan."
Desmond mulai terlihat panik ketika mendengar kata-kata si goblin. "Jangan dengarkan makhluk itu, Tristan. Makhluk itu tidak bisa dipercaya, dan kau harus percaya padaku!"
Tristan memandang Desmond dan berkata, "Mengapa aku harus memercayaimu?"
"Tristan! Aku manusia sama sepertimu!"