Semua orang yang berada di ruang keluarga melihat ke arah Zalfa yang mengeluarkan suaranya dengan sangat keras. Tidak hanya itu, bahkan Kyai Jamaluddin, Ummi Salamah, dan Ummi Syarifah berpikir. Apa yang mendasari Zalfa sampai bisa mengatakan hal itu kepada Hilya.
"Kamu tahu, Hilya! Kamu selalu merebut kebahagiaanku. Alasan aku tidak pernah bahagia karena kamu!"
Zalfa yang berang, mengatakan dengan berapi-api. Tidak pernah dia bersikap seperti ini sebelumnya. Tapi kini, seolah dia sudah muak menutupi semua. Kesedihan yang bertahun-tahun di pendam, meletus bak gunung yang mengeluarkan laharnya. Apalagi ditambah dengan Hilya yang menyulut api kemarahan.
"Kenapa, Kak? Kenapa kakak bicara seperti itu? Aku tidak pernah melakukan apa pun kak."