Mansion Rheizada, New York, USA.,
Malam hari.,
Seorang pria tampan sudah rapi dengan pakaian yang digunakan. Dia berniat untuk pergi ke suatu tempat yang selalu dikunjunginya. Mengintai seseorang yang sudah lama dia incar. Meskipun dia adalah seorang pemimpin perusahaan raksasa, tidak lantas membuatnya mudah untuk mendapatkan orang itu.
Dia ingin seseorang yang di incarnya bisa didapatkan dengan keberhasilan dari sebuah usaha. Bukan secara paksaan dan juga ancaman ataupun penculikan. Pria itu merupakan pencinta hasil murni dari sebuah kerja keras.
"Kita sudah siap untuk berangkat, Tuan," ucap Milo, sekretaris pribadinya.
"Aku akan membawa mobilku sendiri. Kalian bisa berada di tempat terpisah yang jauh dariku. Jika aku membutuhkan sesuatu bantuan dari kalian, Aku akan segera menghubungi." Setelah mengatakan itu, pria itu pergi menuju mobil yang sudah di siapkan oleh bodyguard.
"Avnan, tunggu," panggil seorang wanita sesaat sebelum dia memasuki mobilnya.
"Kamu mau ke mana, Sayang?" tanya Fiera Rheizada, ibu Avnan. Wanita yang masih cantik di usia yang sudah memasuki setengah abad itu berjalan mendekati putra semata wayangnya.
"Ya, Mom?" Avnan mengurungkan niatnya mau masukin mobil. Dia berbalik dan berjalan mendekat kepada ibunya.
"Kamu mau ke mana, Sayang?" Lagi, Fiera mengulang pertanyaannya dengan suara yang begitu lembut menenangkan.
"Aku hanya ingin mencari udara segar di luar, Mom." Avnan memeluk dan mencium puncak kepala ibunya.
"Mari, Mom. Kita duduk dulu. Aku tidak mau Mommy lelah karena berdiri."
"Mau duduk di sini atau di dalam, Mom?" tanya Avnan masih memeluk ibunya dengan sayang.
"Kamu tidak masalah jika kita duduk di dalam, Avnan?"
Mendengar pertanyaan dari ibunya, Avnan mengerutkan keningnya. Dia berpikir mengapa kisah sang Ibu bertanya seperti itu. Sedangkan selama ini dia tidak pernah membantah atau pun menolak permintaan dari ibunya. Apakah sekarang dia sedang melakukan kesalahan yang menyinggung hati seorang ibu. Pikir Avnan bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
"Mom, apa yang Mommy katakan?"
"Tentu saja aku tidak akan keberatan. Seluruh waktu ku akan selalu ada untuk Mommy. Jangan pernah bertanya seperti itu lagi kepadaku, hmm?"
Avnan menuntun Fiera masuk ke dalam. Wanita yang sangat dia cintai dan dia sayang. Satu-satunya wanita yang paling dihormati di dunia ini.
Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya, Avnan berbicara keras kepada sang ibu. Apalagi sampai membentak dan berteriak. Hal itu akan menjadi kesalahan terbesar dalam hidupnya, jika sampai dia melakukan itu.
Avnan melirik kearah Milo. Memberikan kode dengan kedipan kedua matanya, agar pria itu menunggu dia sampai semua yang ibunya ingin katakan selesai.
Milo yang mengetahui maksud dari tatapan Avnan, dia menganggukkan kepalanya. Milo paham, bahwa bosnya akan selalu mengutamakan urusan tentang sang ibu. Avnan rela meninggalkan apapun kesibukannya demi ibunya. Dan Milo sudah hapal betul tentang hal itu.
"Mari, Mom. Kita duduk dulu di sini," ucap Avnan setelah mereka sampai di ruang keluarga. Avnan mengajak Fiera untuk duduk di sofa.
"Mommy ingin aku ambilkan sesuatu?" tanya Avnan bersuara lembut.
"Tidak, Sayang. Mommy hanya merindukanmu. Mommy ingin memelukmu seperti ini lebih lama."
"Karena beberapa hari terakhir, kamu selalu berangkat pagi dan pulang malam setelah Mommy tertidur. Sampai khawatir tidak melihat putra kecil Mommy yang dulu selalu merengek minta susu." Fiera memeluk Avnan dan bersandar di dada bidang putra semata wayangnya. Menghirup dalam-dalam wangi khas dari seorang pewaris dari keluarga Rheizada.
"Maafkan aku sudah membuat Mommy menjadi khawatir. Akhir-akhir ini urusanku terlalu banyak. Sampai karena kesibukanku, membuat kita tidak bisa bertemu padahal kita tinggal dalam satu atap."
Avnan menanggapi perkataan ibunya. Dia membalas sayang pelukan wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Hingga suara seorang pria terdengar di sana mengganggu pembicaraan keduanya.
"Wah, wah. Apa yang sedang dilakukan ibu dan anak di sini?"
"Berpelukan dengan mesra, lalu melupakan aku yang sedang menunggu di kamar untuk menggapai mimpi indah bersama. Apakah benar seperti itu, Sayang?"
Zalmi Rheizada, ayah Avnan. Pria itu berjalan mendekati dua orang yang sangat dia sayangi. Meskipun salah satunya sudah menjadi seorang pria dewasa, Zalmi selalu menganggap bahwa Avnan masih anak kecil yang bisa di jewer telinganya ketika nakal.
Meskipun dia tidak pernah melakukan itu sama sekali sejak dulu. Senakal apapun masa kecil Avnan, Zalmi selalu menjadikan kamu itu sebagai momen istimewa yang tidak akan pernah kembali ketika putranya nanti sudah dewasa.
"Daddy selalu datang tidak tepat waktu. Apakah sudah menjadi kebiasaan Daddy mengganggu kesenangan kami berdua yang sedang melakukan quality time?" tanya Avnan kepada Zalmi.
Avnan menggunakan nada biasa jika berbicara dengan sang ayah. Bukan karena tidak menghormati, tapi lebih kepada ingin menghibur ibunya di tengah-tengah keluarga mereka yang hanya terdiri dari tiga orang.
Namun jika Avnan hanya berada berdua dengan Zalmi, dia akan menggunakan bahasa yang paling sopan ketika berbicara kepada ayahnya. Sama sopannya seperti ketika dia berbicara dengan ibunya. Rasa hormat Avnan kepada sang ayah begitu tinggi. Hanya saja, untuk terlihat lebih akrab, ayahnya meminta Avnan untuk berbicara dengan santai di depan ibunya.
"Daddy juga ingin bergabung dengan kalian untuk quality time. Apakah kamu keberatan untuk itu, Sayang?" Zalmi sudah duduk di samping Fiera yang sedang memeluk anak mereka.
"Tentu saja, tidak, Sayang. Kenapa kamu bicara seperti itu?" jawab Fiera tanpa beralih dari memeluk Avnan.
"Tapi aku keberatan untuk itu, Mom." Avnan protes dengan nada merajuk yang menggemaskan.
"Kenapa seperti itu, Sayang?"
"Tentu saja dia keberatan. Tapi jika menghabiskan quality time bersama kekasihnya, dia akan membiarkan aku bersamamu, Sayang." Dengan cepat Zalmi menjawab pertanyaan istrinya yang di tujukan kepada Avnan.
"Apa?" Sontak saja dengan cepat Fiera melepaskan pelukannya dari Avnan setelah mendengar jawaban suaminya. Dia memandang Avnan dengan tanda tanya besar.
"Kamu sudah memiliki kekasih, Sayang?" tanya Fiera memastikan kebenaran berita yang di ucapkan suaminya.
"Mom, kenapa Mommy harus percaya berita yang belum tentu kebenarannya dari ku?" tanya Avnan gemas sembari menangkupkan kedua tangan di wajah ibunya. Tapi matanya memicing melihat sang ayah yang sudah membuat kehebohan. Sedangkan ayahnya, hanya memalingkan wajah berpura-pura tidak melakukan apa pun.
"Karena itu, sekarang Mommy ingin bertanya untuk memastikan kebenarannya dari mu, Sayang." Meskipun menuntut jawaban, nada bicaranya masih saja tetap lembut. Membuat seorang Avnan tidak tega jika harus menghancurkan antusias dan harapan besar ibunya.
"Mom, aku berjanji, aku pasti akan segera membawa kekasihku pulang. Dan aku akan mengenalkannya kepada, Mommy."
"Aku pastikan, dia akan secantik dan selembut, Mommy. Tapi tidak untuk saat ini atau dalam waktu dekat ini. Jika waktunya sudah tepat, dia akan datang kemari dan menemani Mommy memasak."
Dengan kelembutan dan hati-hati, Avnan menjelaskan kepada ibunya. Dia tidak mau membuat kecewa wanita yang sangat di sayangi itu. Avnan tahu betul apa yang diinginkan oleh ibunya. Tapi jika saatnya belum tepat, dia bisa apa. Pikir Avnan.
"Jadi kamu tidak bisa membawanya kemari, Sayang?" Terlihat jelas nada bicara sedih dari Fiera. Membayangkan harapannya yang baru saja muncul ternyata hanyalah angan-angan semata.
"Aku akan membawanya bertemu, Mommy. Tapi tidak untuk sekarang, Mom. Beri aku waktu sedikit lagi."
"Tapi, apa Mommy tidak keberatan jika dia bukan berasal dari kalangan keluarga berada?" tanya Avnan hati-hati. Meski dia sudah jauh memprediksi apa jawaban ibunya.
"Kamu ini, apa yang kamu katakan?" tanya Fiera dengan memukul ringan lengan kekar anak kesayangannya.
"Tentu saja Mommy tidak keberatan. Kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari materi saja, Sayang. Asalkan dia orang yang baik, tidak masalah bagi Mommy kalangan sederhana akan masuk ke dalam keluarga kita."
Fiera menjelaskan dengan tangannya yang mengelus lembut rahang tegas putranya. Dia memberikan pengertian jika siapa saja nanti wanita yang akan dibawa oleh Avnan masuk ke dalam keluarga mereka, Fiera tidak masalah dengan materi wanita itu. Asalkan berlatar belakang keluarga yang baik dan memiliki sifat yang baik, dia akan menerimanya dengan tangan terbuka.
"Terima kasih banyak untuk semua pengertian, Mommy." Avnan memeluk dan mencium puncak kepala ibunya.
Sedangkan Zalmi, dia tersenyum bahagia menyaksikan keluarga kecilnya saling menyayangi dengan hangat. Zalmi memberikan senyuman kemenangan kepada Avnan yang sedang melirik dirinya. Jika tidak dia pancing seperti itu, dia yakin, putranya itu pasti akan lebih lama lagi membawa menantu mereka datang.
Sementara dia dan istrinya sudah tidak sabar untuk segera menggendong cucu. Tapi sayang sekali anak laki-lakinya yang sudah dewasa itu seperti takut kepada perempuan. Padahal, Zalmi tahu bagaimana sepak terjang Avnan di dunia para wanita di luaran sana.
"Kalau begitu, bolehkah aku permisi untuk keluar saat ini, Mom?" lanjut Avnan bertanya. Dia ingin segera pergi dari keadaan saat ini. Selain karena ingin menghindari sesuatu yang tidak bisa terduga nanti, Avnan ingin memastikan sesuatu di luar sana.
"Tentu saja boleh, Sayang. Kamu memiliki waktu sebanyak yang kamu mau, untuk mendekati wanita itu dan membawanya kemari," ucap Fiera dengan berharap. Dia tidak bisa memaksa putranya, tapi Fiera menyelipkan harapan besar dalam nada bicaranya.
"Aku tidak berjanji membawanya pulang saat ini, Mom. Tapi suatu saat, dia pasti akan aku bawa kemari untuk bertemu dengan Mommy." Avnan kembali menjelaskan maksud kepergiannya.
"Ya sudah sana pergi. Bersenang-senanglah mencari udara segar di luar sana. Tapi ingat, jaga batasan saat bergaul. Mommy tidak mau, kebebasan di luar sana merenggut putra Mommy yang tampan ini," ucap Fiera memperingati seraya memberi nasehat. Tapi kata-katanya berhasil mengundang semburan tawa dari Zalmi.
Yah, pria paruh baya satu anak itu merasa lucu dengan ucapan istrinya. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika istrinya itu tahu kelakuan Putra mereka di luar sana. Dia yakin, Avnan tidak akan berakhir baik-baik saja setiap kali akan keluar dari rumah.
"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Fiera bingung melihat suaminya menyemburkan tawanya secara tidak sengaja. Padahal dia merasa tidak ada yang lucu dalam ucapannya barusan.
"Tidak ada, Sayang. Jangan pikirkan itu. Lebih baik kamu biarkan putra kesayanganmu itu keluar sekarang. Kasihan dia yang sudah menunggu izin darimu sejak tadi." Zalmi mengalihkan pembicaraannya. Dia tidak ingin mengundang sesuatu yang berbuntut panjang. Karena bisa berbahaya jika suasana hati Nyonya besar Rheizada sampai rusak.
"Astaga, Mommy melupakan kamu, Sayang. Maafkan Mommy, ya."
"Tidak masalah, Mom," jawab Avnan tersenyum.
"Kalau begitu aku pergi sekarang, Mom. Jangan menungguku kembali ke rumah. Mommy langsung istirahat setelah ini, hmm?"
"Hati-hati di jalan, Sayang."
"Baik, Mom. Dad, tolong jaga Mommy sewaktu aku pergi." Avnan mengingatkan ayahnya. Setelah itu dia langsung pergi dari sana tanpa mendengarkan jawaban sang ayah.