"Lagi mikirin Reval, ya?" tanya Fathur membuyarkan lamunan Mecca.
"Enggak," elak Mecca.
Fathur menarik seulas senyum di bibirnya yang robek, masih bisa tersenyum walau hatinya sakit.
"Jangan bohong, Ca. Gue enggak pernah ajarin lo untuk bohongkan ke gue? Jujur," ucap Fathur.
Mecca pun menghela napas panjang, memasang plester luka yang terakhir di dahi Fathur.
"Sebenarnya bukan hanya Reval yang gue pikirin, tapi elo pun yang lebih utama. Lo kenapa bisa mengamuk nggak terkendali seperti tadi, Far?" tanya Mecca.
Fathur belum menjawab, tatapan laki-laki itu kosong menunduk.
"Gue yakin lo emosi seperti tadi pasti ada alasannya, kasih tau gue, Far. Jika semua yang terjadi gara-gara gue, gue mohon lo bilang," ucap Mecca.
"Baik, kalau lo mau tau. Tapi gue minta lo jawab jujur tiap pertanyaan gue, janji?" Fathur menyodorkan jari kelingkingnya kepada Mecca.
Mecca menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Fathur, sembari berucap. "Janji."
