Bu Friska beralih menatap kedua lelaki yang berada di kedua samping tubuhnya. Lalu kembali menatap Mecca.
"Mecca," panggil Bu Friska karena Mecca terlihat melamun.
"I-iya, bu?" sahut Mecca.
"Ibu minta tolong, kamu obati kedua lelaki pecundang ini. Wajah mereka sudah seperti zombie. Dasar! Punya muka dianugerahi ganteng, malah dirusak!" Bu Friska memukul kepala Reval dan Fathur pelan secara bergantian.
"B-baik, bu," sahut Mecca.
Bu Friska pun izin pergi, hingga tersisa Mecca dengan Reval dan Fathur yang hanya diam.
Mecca menatap kedua lelaki di depannya dengan tajam, rasa kesalnya benar-benar tak bisa ia tahan. Namun, melihat kondisi wajah mereka yang sangat mengkhawatirkan, Mecca memilih untuk meredam kekesalannya.
"Ayo kita ke UKS," ucap Mecca berjalan lebih dahulu.
"Au!"
Tiba-tiba Fathur meringis memegang kepalanya, membuat Mecca berhenti berjalan dan mendekatinya.
"Ada apa?" tanya Mecca dengan nada cemas.
"Kepala gue sakit, Ca," jawab Fathur meringis.
"Halah! Paling cuma akting doang, Ca. Biar lo lebih merhatiin dia," cela Reval.
"Reval! Dia beneran sakit kepalanya, gue bantu Fathur jalan ke UKS. Lo susul ya, awas aja enggak!"
Setelah itu Mecca pergi bersama Fathur dengan memapahnya berjalan. Melihat itu Reval berdecak kesal, Mecca lebih memperdulikan Fathur.
Seulas senyum tipis terbit di wajah lelaki yang begitu senang, perempuan yang ia sangat cintai terlihat sangat mengkhawatirkannya. Terlihat dari raut wajahnya yang sangat dekat dan bisa Fathur lihat dengan jelas.
'Kali ini gue yang menang, Reval! Mecca tetap akan lebih mendahulukan gue di bandingkan elo!' ucap batin Fathur senang.
Setibanya di UKS, Mecca merebahkan Fathur di tempat tidur yang disediakan. Lalu gadis itu mengambil kotak obat, tak lama pun datanglah Reval dengan jalan terpincang-pincang menatap tajam Fathur.
"Rebahan di sana, Reval!" Perintah Mecca tanpa menatap.
Fathur menatap dengan tatapan meledek, Reval berusaha acuh karena tahu Fathur tengah memancingnya agar emosi.
Mecca sudah siap mengobati dengan tangannya yang memegang kapas diolesi alkohol. Namun, pergerakannya terhenti saat melihat luka kedua lelaki di depannya.
"Kalau cuma gue yang ngobatin bakal lama, takut luka kalian nanti infeksi," ucap Mecca.
"Obati gue dulu, Ca," sahut Fathur.
"Nggak! Gue dulu, Ca," balas Reval.
Mecca menghela napas panjang, Reval dan Fathur kembali beradu mulut. Kepalanya mendadak sakit, gara-gara mereka.
"Diam!"
"Nggak ada yang gue obatin lebih dulu. Ya, udah, bentar gue panggil Megan buat bantuin." Setelah mengatakan itu, Mecca langsung melongos pergi keluar pergi.
Fathur dan Reval sama-sama menghela napas panjang. Lalu menatap satu sama lain.
"Biar kita gak bertengkar lagi dan Mecca marah. Gue izinin lo jagain Mecca, tapi jangan bermimpi bisa memiliki Mecca!" ucap Fathur.
"Oke. Gue juga tau batasan gue, nggak bakal gue berusaha memiliki Mecca karena dia cintanya sama lo. Tugas gue hanya menjaganya," sahut Reval.
"Dan gue harap, setidaknya selama Falisha gak ada. Lo manfaatkan untuk melakukan hal yang belum sempat kalian lakukan, karena gue yakin. Falisha akan tetap melukai Mecca agar salah satu di antara kalian lelah dan memilih berpisah," lanjutnya.
Dengan napas terengah-engah berlari, Mecca akhirnya tiba di kelasnya yang tepat saat itu bel istirahat berbunyi.
"Megan," panggil Mecca dengan menggebrak meja sahabatnya.
"Nah! Ini dia yang gue khawatirkan, lo gak papa kan? Gak kena hukumankan sama Bu Friska?" tanya Megan menyuruh Mecca duduk.
"N-nggak. Nasib gue lagi beruntung, mungkin karena pertama masuk sekolah. Oh, ya, lo harus bantu gue." Mecca langsung menarik tangan Megan membawanya keluar kelas tanpa menunggu persetujuan gadis itu.
"Eh? Ke mana? Bantuan apa?" tanya Megan berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Mecca.
"Ngobatin dua orang yang tadi berantem."
Tidak ada lagi percakapan, setibanya di UKS. Megan akhirnya tahu alasan kenapa Mecca meminta bantuannya.
Pemandangan yang pertama kali dilihatnya adalah dua orang yang saling menatap ke arah lain dengan wajah dingin mereka. Suasana ruangan nampak hening, tetapi mencekamkan.
"Auranya kek serem gini, pantes lo minta bantuan gue, Ca," ucap Megan.
"Makanya, nih lo obati Reval, ya."
Kedua gadis itupun mulai mengobati. Reval sekilas melirik Mecca yang mengobati Fathur, lelaki itu nampak meringis saat Mecca membersihkan luka di bagian bibirnya dan tangannya malah memegang pergelangan Mecca.
Ada sedikit kobaran api cemburu yang tiba-tiba melanda Reval, karena tak bisa ia pungkiri. Melihat adiknya lebih dekat dengan orang lain dibandingkan dirinya, sedikit membuat Reval iri.
Setelah mengobati, Mecca mengembalikan kotak obat ke tempat semula.
"Ca," panggil Fathur.
"Apa?" sahut Mecca mendekat.
Reval dan Megan pun menatap kedua pasangan yang terlihat sudah baikan.
"Udah gak marah lagi?" tanya Fathur menampilkan senyum hangatnya.
Mecca menghela napas, ingin beranjak pergi. Namun, dengan cepat Fathur menahan pergelangan tangan Mecca.
"Lepasin!"
"Nggak! Jangan kaya gini, Ca. Kita baikan, ya sekarang." Fathur memohon kepada Mecca dan juga memberi kode kepada Reval dan Megan untuk keluar meninggalkannya berdua saja dengan Mecca.
Reval yang mengerti, langsung menarik lengan Megan mengajak keluar.
"Kami duluan keluar, ya ke kantin dan baikan sekarang, Ca sama Fathur." Reval berhenti sebentar, mengelus puncak kepala adiknya.
"Mumpung Falisha lagi gak ada di wilayah sekolah ini. Kalian bisa tenang walaupun hanya sementara," lanjutnya.
Setelah Reval dan Megan pergi. Fathur masih menggenggam pergelangan tangan Mecca, gadis itu menatap pergelangan tangannya.
"Kita baikan sekarang, ya, Ca? Gue rindu Mecca miliknya Fathur yang senyumnya manis sekali," ucap Fathur.
Mecca mengembuskan napas kasar, hatinya sebenarnya masih kesal, tetapi melihat Fathur yang memohon-mohon padanya, membuat hatinya sedikit luluh.
"Ya, udah. Pada akhirnya gue selalu memaafkan," sahut Mecca.
Senyum Fathur langsung mengembang, tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya hingga tangannya tanpa sadar merentang.
"Kenapa tangan lo, gitu?" tanya Mecca.
"Mau minta dipeluk sama pacarnya, bolehkan?" Ekspresi wajah Fathur terlihat sangat lucu sampai Mecca tak bisa menahan untuk tertawa.
Mecca sedikit memundurkan langkahnya, jarinya mengetuk-ngetuk ke bagian pipi.
"Boleh gak, ya?" Mecca malah menunjukkan reaksi seperti enggan menuruti permintaan sampai Fathur memanyunkan bibirnya.
"Yah, mau dipeluk Mecca,"
"Ya, udah." Mecca akhirnya memeluk Fathur, mengelus puncak kepala lelaki itu lembut.
Fathur benar-benar bahagia, akhirnya ia bisa seperti ini dengan Mecca setelah sekian lama, ketenangan akhirnya bisa mereka rasakan walaupun hanya sementara.
Pelukan yang kedua kalinya bisa Fathur rasakan, setelah dulu di hari pertamanya jadian dengan Mecca. Fathur mengelus puncak kepala Mecca lembut seraya mengucapkan kata-kata.
"Gue gak mau kehilangan ataupun pisah sama lo, Ca. Plis! Jangan lelah untuk setiap masalah yang menimpa hubungan kita dan memilih jalan berpisah untuk penyelesaian masalah yang padahal hanya untuk menghindar," ucap Fathur mengeratkan pelukannya.