Chereads / Mecca (Luka yang Tiada Akhir) / Chapter 14 - Perihal Rasa

Chapter 14 - Perihal Rasa

Kepala yang tertunduk, sedikitpun tak berani mengangkat untuk menatap wanita yang duduk di depannya. Apalagi dirinya berada di tengah-tengah kedua lelaki yang sudah berhenti berkelahi.

Belum ada pembicaraan yang dimulai, semuanya sama-sama larut dengan pikiran masing-masing.

"Ekhem!"

Bu Friska berdehem sebentar, menatap ketiga anak murid di depannya.

"Ibu benar-benar kecewa dengan kamu Reval dan Fathur! Kalian membuat keributan di jam belajar, sebenarnya apa yang kalian ributkan?" tanya Bu Friska.

Reval dan Fathur pun mengangkat wajah mereka menatap Bu Friska, lalu keduanya sama-sama menatap Mecca.

"Jawab! Ibu ingin ada kejujuran di sini!"

Reval dan Fathur tetap belum mau menjawab, keduanya saling memandang seperti sedang saling berbicara lewat tatapan.

"Kami mau bicara jujur, tapi Mecca suruh keluar bu." Reval dan Fathur kompak mengucapkan ucapan yang sama.

Bu Friska dan Mecca tercengang saling menatap, lalu Mecca pun di suruh menunggu di luar.

Berulangkali Mecca mondar-mandir tak karuan, sebenarnya apa yang mereka bicarakan sampai Mecca tak boleh tahu.

"Apa sih yang mereka ingin jawab jujur sampai gue gak boleh tau?" gerutu Mecca.

Di dalam ruangan, Bu Friska menunggu penjelasan Reval dan Fathur yang masih diam membisu.

"Ayok! Siapa yang mau jujur lebih dulu?" tanya Bu Friska.

"Reval." Bu Friska menyuruh Reval yang lebih dulu menjelaskan.

Reval menghela napas sebentar, menurun egonya yang sebenarnya tak ingin jujur apa yang sebenarnya ia ributkan dengan Fathur.

"Saya langsung beritahu inti permasalahan antara saya dengan Fathur." Reval kembali menghela napas sebentar.

"Karena perempuan, bu. Yang kami ributkan adalah kami yang mencintai perempuan yang sama," lanjut Fathur.

Bu Friska masih tetap tenang reaksinya, menatap kedua siswanya yang wajahnya sudah sangat berantakan.

"Siapa perempuan itu?" tanya Bu Friska.

Reval dan Fathur saling menatap, perselisihan antara mereka yang sebelumnya hanya berdua saja. Kini malah di ketahui orang lain.

"Jawab!" bentak Bu Friska.

"Mecca, bu," jawab keduanya bersamaan.

Bu Friska menghela napas berat, tak habis pikir dengan Reval dan Fathur yang notabenenya adalah murid berprestasi di SMA Damarta dan malah ribut hanya persoalan perempuan.

"Yang kalian ributkan Mecca? Diakan pacarnya Fathur dan Mecca juga adiknya Reval, wajar jika rasa cinta kalian sama," jelas Bu Friska.

"Beda, bu!" bantah Fathur.

"Beda bagaimana?" tanya Bu Friska.

"Reval bukan mencintai Mecca sebagai adiknya, melainkan sebagai seorang perempuan!"

Bu Friska membelalakkan matanya mendengar ucapan Fathur, beralih menatap Reval.

"Apa benar Reval?" tanya Bu Friska.

"I-iya, bu. Karena Mecca sering dilukai oleh kembarannya Fathur, Falisha. Membuat saya pada akhirnya ingin menjadi pelindung Mecca dan mencintainya layaknya seorang perempuan," jelas Reval tanpa pikir.

Emosi Fathur kembali tersulut, pasalnya ia tak terima jika Reval mencintai Mecca.

Bu Friska terdiam, tetapi tatapannya menatap Fathur. "Gak salah jika Reval seperti itu, malahan saya dukung saja. Seharusnya kamu Fathur, sebagai seorang pacar yang melindungi Mecca, bukan malah membela Falisha yang bersalah!"

Fathur langsung menatap Bu Friska, rasa bersalahnya kembali muncul di pikirannya.

"Bu! Saya punya alasan kenapa saya gak bisa belain Mecca," bantah Fathur.

"Apa?! Mau gimana pun lo mengelak, kenyataannya akan tetap seperti itu. Lo hanya seseorang yang punya pembunuh bayaran untuk melukai Mecca!" balas Reval mulai emosi.

"Tenang!" Bu Friska berusaha mengendalikan keadaan yang mulai panas.

"Sebenarnya alasan saya memanggil Mecca pun untuk memberitahukan jika pihak sekolah akan memberi hukuman untuk Falisha dan hukumannya adalah Falisha dikeluarkan dari sekolah ini!"

Ucapan Bu Friska langsung membuat Fathur sangat terkejut.

"Tapi, bu! Kenapa sampai harus dikeluarkan?" tanya Fathur.

"Heh! Lo masih aja mau belain Falisha!" Reval mendorong kasar bahu Fathur.

Fathur yang tak terima, membalas dengan mendorong lebih keras bahu Reval.

"CUKUP!" teriak Bu Friska tak tahan melihat keduanya ingin kembali berkelahi.

"Saya sudah banyak mendapatkan laporan bagaimana Falisha begitu jahatnya pada Mecca, yang padahal sedikitpun Mecca tak pernah membalas perbuatan Falisha." Bu Friska menatap Fathur yang mendadak diam membisu.

"Selain itu, saya sudah pernah memanggil Falisha ke BK dan kalian tau apa jawaban Falisha ketika ibu bertanya apa alasan dia terus melukai Mecca." Reval dan Fathur sama-sama menatap Bu Friska, menunggu ucapan selanjutnya.

"Karena dia mencintai kamu, Fathur dan tak ingin kembarannya dimiliki oleh orang lain selain dirinya," lanjut Bu Friska.

"Nggak! Nggak mungkin!" bantah Fathur tak terima.

"Itu adalah jawaban yang keluar dari mulut Falisha, Fathur. Benar kata Reval kalau kamu adalah alasan di balik Mecca terluka!"

Fathur memejamkan matanya, rasa bersalahnya semakin besar pada Mecca. Apa yang harus ia lakukan, apa perpisahan adalah jalan menyelematkan Mecca dari Falisha?

"Lantas bagaimana jika saya tetap ingin bersama Mecca?" tanya Fathur.

"Lindungi dia, bukan malah lo membela Falisha. Gue bener-bener benci ya sama lo karena berulangkali Mecca terluka dan itu semua karena lo!" teriak Reval.

"Reval!" Fathur berteriak di depan wajah lelaki di hadapannya.

"Asal lo tau! Gue punya alasan kenapa gak bisa melindungi Mecca dan lebih ngebela Falisha," ucap Fathur.

"Apa alasannya?! Kalau lo sendiripun gak mau ngasih tau, yang lo ucapkan semuanya gak ada apa-apanya!" sahut Reval.

"SUDAH! DIAM!" teriak Bu Friska.

Reval dan Fathur akhirnya kembali tenang, saling menatap tajam.

"Kalau kamu mau di mengerti oleh saya dan Reval. Beritahu apa alasan kamu lebih membela Falisha dibandingkan Mecca?" tanya Bu Friska.

Fathur kembali terdiam, pikirannya seperti bertarung. Apakah ia harus mengungkapkan alasannya yang selama ini ia sembunyikan dari siapapun?

"Karena sebuah janji bu dari almarhumah ibu saya," jawab Fathur memejamkan matanya, merasakan dadanya bergemuruh.

"Almarhumah? I-itu berarti--," ucapan Reval di potong oleh Fathur kembali.

"Iya! Dan jangan sampai Mecca tau, karena gue gak mau dia tau soal ini. Jadi, Reval, gue minta lo yang lindungi Mecca, sebab gue gak bisa apa-apa!" ucap Fathur.

Sudah hampir 30 menit Mecca menunggu di luar, waktu istirahat pun mungkin sebentar lagi bel berbunyi.

Mecca menghela napas kasar, sebenarnya apa yang dibicarakan selama ini. Ia mati-matian menahan rasa penasaran dan kenapa ia pun dipanggil oleh Bu Friska? Ataukah karena dirinya ada di parkiran dan di sangka bersalah juga? Cepat-cepat Mecca menepis itu dari pikirannya.

"Ckk! Gak mungkin, gue gak mau ada masalah lagi. Untuk sehari saja, gue mau tenang tanpa ada mengusik diri gue lagi," gumam Mecca menatap beberapa siswa-siswi yang berlalu dari kelas 12.

Ceklek!

Pintu terbuka, menampilkan Reval, Fathur dan Bu Friska yang berjalan ke arahnya.

Mecca langsung berdiri, mendadak keringat dingin mengucur diseluruh tubuh Mecca.

"Mecca kamu gak perlu lagi masuk ke ruangan ibu, nanti kamu tanya saja pada Reval atau Fathur," ucap Bu Friska.

"I-iya, bu," sahut Mecca gagap.