Chereads / Mecca (Luka yang Tiada Akhir) / Chapter 13 - Perkelahian

Chapter 13 - Perkelahian

Tiga hari berlalu ....

Seorang gadis menatap dirinya di cermin, menatap pantulan wajahnya yang sudah berkurang lebam, sedangkan luka yang diperban di bagian kepalanya sudah bisa di pasang perban kecil.

Seragam sekolah yang sering ia kenakan, hari ini akhirnya bisa ia kenakan. Setelah tiga hari tidak masuk sekolah, kondisinya pun sudah lebih kuat dari sebelumnya.

Wajahnya sempat terbit senyuman, tetapi sirna di kala mengingat apakah hari ini ia bisa tenang di sekolah tanpa gangguan Falisha.

Sekelebat ingatan ucapan Fathur terbayang di pikirannya, perihal dirinya akan mewujudkan keinginan Mecca yaitu ingin ada momen manis untuk mereka ingat.

"Kenapa dia begitu yakin bisa mewujudkannya? Sedangkan sudah lebih sebulan ini, untuk jalan berdua aja gak bisa," gerutu Mecca.

Mecca berpikir sebentar, ada sesuatu yang ingin ia lakukan untuk memberi pelajaran pada Fathur.

"Iya. Gue harus beri dia pelajaran, enak aja semudah itu Mecca maafkan dia. Cuekin aja nanti pas di sekolah, biar tau rasa!"

Tok! Tok!

"Ca, sarapan dulu sebelum berangkat."

Helaan napas Mecca lakukan, sudah tahu siapa pemilik suara itu. Perawakannya sudah seperti seorang ibu-ibu karena terlalu cerewet padanya.

"Bawel!" balas Mecca berteriak.

Meja makan di penuhi dengan aneka macam makanan yang Mecca sukai, mata Mecca berbinar, tetapi pikirannya berpikir kenapa semua makanan yang ia sukai tersaji di meja makan.

"Ini beli atau masak?" tanya Mecca tercengang.

"Masak dan yang masak Den Reval," jawab Bi Vian.

Mecca semakin dibuat tercengang, menatap ke arah Reval yang sudah makan.

"Makan, Ca atau mau gue ambilin?" tanya Reval.

"Nggak perlu, gue bisa ambil sendiri," sahut Mecca dengan cepat.

Setelah selesai sarapan, keduanya pun berangkat ke sekolah.

"Berangkat sama gue aja, ya?" tawar Reval.

Mecca berpikir sebentar, sebenarnya ia sangat malas berangkat bersama dengan Reval karena tak ingin selalu berada di dekat kaka tirinya. Namun, suara deru motor berhenti di depan pagar rumahnya, membuat Mecca langsung duduk di jok belakang tanpa menjawab pertanyaan Reval.

"Serius mau berangkat sama gue?" tanya Reval tak percaya karena sudah berkali-kali mendapat penolakan dari adiknya dan hari ini malah mau.

"Iya, cepetan berangkat!"

Reval tersenyum, lalu menyalakan mesin motornya dan keluar dari pagar rumah. Tanpa tahu, ada seseorang yang terpaku melihat sang pacar dari balik helm yang dipakainya.

"Sial!" desis Fathur menyalakan mesin motornya dan berangkat ke sekolah.

Setibanya di sekolah, Mecca segera turun dan Reval membantu melepaskan helm yang di pakai adiknya. Tak lupa merapikan rambut adiknya yang berantakan.

Perlakuan Reval membuat Mecca menghela napas kasar, pasalnya ia dan Reval menjadi pusat perhatian para siswanya yang berada di parkiran. Dengan cepat Mecca menjauh tangan Reval dari rambutnya.

"Gak usah sok peduli!" ucap Mecca dingin, lalu pergi ke kelasnya meninggalkan Reval yang menatap kepergian adiknya.

'Gue emang peduli sama lo, Ca,' ucap batin Reval.

Suara motor berhenti di sebelah motor Reval, membuatnya mengalihkan pandangannya menatap seseorang yang melepas helm, lalu menatapnya tajam.

"Maksud lo apa hah berangkat sama Mecca?!" tanya Fathur seraya mendorong kasar bahu Reval.

Reval mengerutkan keningnya menatap Fathur, begitupun para siswa-siswi berdatangan setelah mendengar ucapan Fathur yang cukup keras.

"Gue? Jelas-jelas tadi Mecca yang mau berangkat sama gue, emang apa masalah lo?!" Reval pun menatap tajam, tak mau kalah jika dirinya saja tidak melakukan apa-apa.

"Masalah lo?!" Fathur menunjuk wajah Reval dengan telunjuknya.

"Seharusnya Mecca berangkat sama gue!" lanjutnya menarik kerah baju Reval.

Perlakuan Fathur yang sudah mulai kasar, membuat Reval menarik seulas senyum tipis.

"Udah mulai kasar. Jangan salahkan gue untuk kasar juga, karena lo yang memulai!" Reval pun menarik kerah baju Fathur.

Keduanya menatap dengan penuh amarah, padahal masalahnya hanya sepele. Apa yang sebenarnya membuat Reval dan Fathur terlihat begitu bermusuhan?

Buk!

Hingga akhirnya ada yang memulai memukul, darah segar mengucur di bagian bawah bibir Reval. Lelaki itu memegang sebentar bagian bawah bibirnya, lalu menatap Fathur dengan wajah menantangnya.

"Jangan harap lo bisa ambil milik gue!" teriak Fathur di depan wajah Reval.

Reval semakin tersulut amarah ketika mendengar kata-kata itu.

Buk!

Tubuh Fathur terpental ke tanah dan darah pun mengucur di pelipis matanya.

"Lo gak ada hak ngelarang gue!" teriak Reval mendekat kembali menarik kerah baju Fathur.

Perkelahian pun terjadi tanpa ada yang berani melerai, keduanya sama-sama tak mau mengalah karena ada satu alasan yang membuat Reval dan Fathur bermusuhan.

Flashback On

"Apa lo mencintai Mecca sebagai adik tiri lo atau seorang perempuan?"

Pertanyaan Fathur, membuat Reval menatap lelaki itu dengan sorot mata tajamnya.

"Kenapa lo bertanya hal itu?" Reval malah balik bertanya.

"Karena gue cukup peka dengan perhatian yang lo berikan kepada Mecca sangatlah berbeda," jelas Fathur.

Reval tersenyum dengan suara pelan. Melihat itu, Fathur menatap dengan penuh tanda tanya.

"Baguslah kalau lo peka. Iya, gue mencintai Mecca bukan sebagai adik tiri."

Flashback Off

"Mecca! Mecca!"

Teriakkan Megan--temannya yang memanggil namanya, membuat gadis yang baru saja duduk di bangkunya kembali berdiri.

"Kenapa sih? Pagi-pagi udah teriak aja?" tanya Mecca.

Megan menetralkan deru napasnya yang terengah-engah akibat berlari.

"Itu, Ca. Reval sama Fathur berantem di parkiran," ucap Megan.

"Apa?!"

Dalam perjalanan, Mecca tak habis pikir kenapa kedua lelaki itu tak bisa berhenti bermusuhan. Ia bingung apa sebenarnya yang mereka masalahkan sampai harus ada perkelahian.

"Kenapa bisa berantem sih? Lo tau kenapa?" tanya Mecca pada Megan.

"Gak tau gue. Tapi kata yang lain Reval sama Fathur kaya lagi memperebutkan sesuatu gitu," jelas Megan.

Sesampainya di parkiran, dari kejauhan Mecca sudah bisa melihat dua lelaki yang tak henti saling memukul dengan tubuh mereka yang sudah tanah. Sedikitpun tak ada yang mau mengalah.

"REVAL! FATHUR!" teriak Mecca dan keduanya pun langsung berhenti saling memukul.

"Berhenti." Mata Mecca menyiratkan kekecewaan menatap keduanya, pasalnya baru beberapa hari yang lalu Reval dan Fathur sudah baikan.

"Ca." Sama-sama saling mengucapkan nama perempuan yang sama.

Reval dan Fathur saling menatap wajah satu sama lain yang babak belur dan sudah sangat mengerikan. Mereka tak sadar, dengan apa yang mereka lakukan.

"KALIAN DI SANA! KENAPA TIDAK MASUK KELAS!"

Teriakkan itu langsung membuat yang mendengarnya, bulu kuduknya bergidik. Begitupun Mecca, memejamkan matanya.

Baru hari pertama ia masuk ke sekolah, ia tak ingin mendapat masalah baru lagi, apalagi berurusan dengan guru BK terkiller di sekolah SMA Damarta.

Tongkat kayu yang panjang dan sering di bawa. Suasana mendadak hening, tak ada yang berani mengeluarkan suara.

"Kenapa masih di sini?! CEPAT MASUK KE KELAS KALIAN ATAU SAYA KASIH HUKUMAN!"

Dalam satu kali teriakan, semuanya pun lari terbirit-birit ke kelas masing-masing. Begitupun Mecca, ingin lari. Namun, nasibnya sepertinya memang harus mendapatkan masalah.

"Selain Reval dan Fathur yang masuk ke ruangan ibu, kamu juga ikut Mecca,"