Fajar menyingsing, Gany dan Chow tiba ke asrama untuk studi lapangan. Lapis langsung datang menyambut Gany setelah dibuat khawatir semalaman. Sementara Chow masuk ke ruang UKS untuk pemeriksaan lebih lanjut. Chow di diagnosa dengan kelelahan begitu juga dengan Gany. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan meskipun mereka berdua pernah mati dua kali dalam mimpi. Mereka berdua diberi waktu beristirahat untuk hari ini sementara murid yang lain memulai aktifitas mereka.
Di sisi lain Mikahla melaporkan tentang arwah penasaran yaitu Sayo dan artefak sihirnya yaitu kartu permainan. Awalnya para guru yang lain tidak terlalu memperdulikan tentang Sayo karena lokasi mereka saat ini cukup jauh dari keberadaannya. Jadi mereka tidak akan banyak berinteraksi dengannya dan memilih untuk menjauh darinya. Namun semua itu berubah ketika Mikahla menyebutkan Chaos. Mikahla dengar dari Gany yang dengar dari Sayo yang berkata kalau Sayo mendapat artefak itu dari Chaos. Walau jalur informasi seperti itu tidak terlalu meyakinkan namun kalau hubungannya dengan Chaos maka para guru harus bertindak.
"Tunggu, kalian tidak ingin membasminya kan?" Tanya Mikahla.
"Tidak, kita akan mengambil artefak itu." Jawab guru Rakan.
"Itu lebih buruk! Artefak itu miliknya, jangan kalian ambil seperti negara 'garis dan bintang' yang mengambil gaji rakyatnya sebagai pajak penghasilan." Mikahla tidak setuju dengan pajak penghasilan.
"Garis dan bintang? Apa maksudmu? Ini bukan pajak penghasilan." Guru Rakan bingung.
"Artefak milik Chaos adalah barang yang berharga dan semua kerajaan menginginkannya. Benda seperti itu harus diamankan." Sahut guru Mikhail.
"Bukankah pulau raya ini hanya milik Praha dan kerajaan lain berada di seberang lautan?" Tanya Mikahla.
"Benar tapi ancaman dari suatu kerajaan bukan hanya kerajaan lain tapi juga organisasi teroris." Jawab guru Mikhail.
"Dan kudengar kamu juga masih dalam pengawasan kerajaan karena diduga terlibat dengan serangan teroris yang menghancurkan sekolah kita sebelumnya." Guru Rakan mulai curiga.
"Serangan teroris yang menghancurkan sekolah? Sepertinya mereka tidak tahu tentang serangan yang ada di arena. Kerajaan menutupnya cukup rapat." Mikahla hanya diam dan sibuk dalam pikirannya.
"Aku anggap diam-mu sebagai pertanda kamu setuju dengan kami untuk menindak lanjuti Artefak Chaos." Guru Mikhail mulai memutuskan.
"Aku masih tidak setuju, hanya saja aku tidak akan menghalangi." Sahut Mikahla.
"Keputusan yang Bijak." Guru Mikhail berdiri meninggalkan ruangan.
Mikahla kembali ke kelasnya untuk mengajar. Atau setidaknya kembali berkumpul dengan murid – muridnya di tanah lapang yang luas. Dia menghentak – hentakkan kakinya untuk mengecek kestabilan tanah di sana. Karena tema kali ini adalah studi lapangan maka Mikahla tidak terlalu ingin mengajarkan Teori. Mikahla langsung meminta murid – muridnya untuk membangun suatu pondok. Tentu para murid bingung dengan maksud Mikahla tapi Mikahla masih tetap dengan perintahnya.
Murid – murid yang memiliki sihir air diminta untuk melemparkan bola air terkuatnya ke suatu lubang di tanah satu per satu. Kemudian murid – murid yang memiliki sihir api diminta untuk mengambil tanah liat basah di lubang itu dan membakarnya perlahan menjadi batu bata. Sementara Murid yang memiliki sihir elemen tanah diminta untuk membuat pilar – pilar batu yang menjulang tinggi nan kokoh pada titik – titik tertentu. Terakhir untuk murid elemen angin dan Lapis diminta untuk menggunakan sihirnya untuk menebang pohon – pohon disekitar sana dan dibentuk menjadi furnitur.
Murid – murid sedikit terbiasa dengan perilaku aneh guru Mikahla tapi mereka masih tidak mengerti kenapa mereka perlu melakukan itu semua sementara mereka sebenarnya sudah disediakan ruang kelas. Mikahla berdalih kalau studi lapangan harusnya melatih praktik sihir para murid. Pertama murid – murid akan diuji ketahanan pengendalian sihir dengan melakukan pekerjaan kecil namun banyak. Kedua jika semua telah disediakan maka mereka tidak ada bedanya dengan belajar di kota. Ketiga para murid perlu meningkatkan kualitas kreatifitas mereka karena sihir tidak terbatas untuk menyerang dan penggunaannya bisa jadi sangat luas.
Khan dan August bertanya tentang bagaimana detail struktural tentang pondok yang ingin mereka bangun. Sepertinya mereka berdua mengalah dan ingin mengikuti perintah guru Mikahla. Guru Mikahla ada memberi saran tentang bangunan pondok itu namun dia juga memberi kelonggaran kepada para murid untuk merubahnya. Toh bangunan itu akan jadi ruangan kelas mereka, jadi mereka bisa berkreasi sebebas mungkin dan membuat ruang kelas yang paling nyaman untuk mereka sendiri. Mendengar kelas pribadi yang bisa di kustom sesuai selera, para murid mulai tertarik. Mereka berbondong – bondong mencoret – coret denah yang diberi Mikahla untuk membuat ruang kelas kesukaan mereka. Akhirnya mereka mulai melakukan perintah Mikahla dan membangun pondok mereka.
Untung saja Gany tidak ada mengikuti kelas saat itu karena dia bisa melakukan perintah Mikahla dengan sekejap. Dia cukup ahli dengan sihirnya dan bisa membuat sebuah pondok dengan mudah, tidak seperti teman – temannya yang perlu membuat dan membangun setiap bagian satu per satu. Sekarang dia bersama Chow di UKS dengan didampingi oleh Seavans. Disana Seavans sedang sibuk menulis – nulis di kertas yang bisa mengirim dirinya sendiri.
"Gany, kupikir tidak baik memperhatikan istri orang lain dengan seksama." Bisik Chow.
"Bukan! Bukan seperti itu." Gany kaget dengan ucapan Chow.
"Kukira kalian berdua tidur." Seavans berhenti menulis.
"Gany ingin mengatakan sesuatu." Chow menunjuk Gany.
"Apa kamu menulis laporan tentang Sayo? Kenapa kamu menggunakan kertas itu?" Gany berimprovisasi.
"Aku menulis laporan tentang artefak milik Chaos secara pribadi kepada kakakmu Bort." Jawab Seavans.
"Ooohh…" Gany masih berimprovisasi.
"Apa hanya itu yang ingin kamu tanyakan?" Tanya Seavans.
"Sebenarnya…. Aku penasaran kenapa rambutmu jadi pendek." Gany mengungkapkan isi hatinya.
Seketika Seavans langsung mematahkan penanya. Dia menjadi marah mendengar ucapan Gany. Bagaimana tidak? Ingatan yang menyebalkan bagi Seavans terungkit lagi. Seavan bercerita kalau beberapa waktu lalu Mikahla mencoba mengepang rambut Seavans. Seavans tidak pernah tahu kalau Mikahla bisa mengepang jadi dia sedikit curiga. Lalu ketika dalam proses pengepangan, Mikahla tanpa sengaja membuat simpul mati di rambut Seavans. Simpul itu tidak bisa dibongkar lagi sehingga Mikahla harus memotongnya.
"Aku memang belum pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita tapi ku yakin itu hal yang sangat buruk." Pikir Chow.
"Terimakasih telah mengatakannya. Sekarang aku ingat kalau aku harus membunuhnya." Seavans tersenyum sinis.
"Sepertinya aku selalu mengacau belakangan ini." Gumam Gany dalam hati.
Seavans mengambil pena yang baru lalu menulis laporan dengan cepat. Kemudian dia membuka jendela dan meniupkan kertas itu. Chow kagum dengan apa yang terjadi. Ini pertama kali dia melihat kertas yang berubah jadi abu seketika ditiup. Abu itu berterbangan menuju ke suatu arah yang sama walaupun angin menerpa ke arah yang berbeda.
"Gany, kertas apa itu?" Tanya Chow.
"Kertas Ash Blossom. Kertas untuk mengirim pesan singkat dan bisa mengirimkan dirinya sendiri ke tujuan yang diinginkan." Jawab Gany.
"Apa itu mahal? Sejauh mana bisa mengirim? Secepat apa?" Tanya Chow.
"Iya itu barang mahal. Biasanya aku kertas itu bisa sampai ke ibukota dalam waktu 6 – 7 jam." Jawab Gany.
"Woowww!" Chow kagum.
"Mungkin nanti akan ada pertikaian jadi persiapkan diri kalian." Seavans pergi keluar ruangan.
"Dia ingin membunuh kita?" Chow sedikit takut.
"Tidak, dia ingin membunuh Mikahla." Jawab Gany.
Sementara itu Mikahla berjalan kesana – kesini memperhatikan pekerjaan murid – muridnya. Para murid yang membuat batu bata sedikit berdebat karena batu bata mereka tidak konsisten kualitasnya. Ada yang terlalu besar ada yang terlalu kecil, ada yang terlalu renggang dan ada yang terlalu padat, dan juga mereka yang menggunakan sihir api tidak bisa membakar dengan baik sehingga bata cepat hancur. Sudah menjelang siang namun mereka tidak mendapat kemajuan yang signifikan. Kemudian mereka bertanya kepada Mikahla untuk solusi.
Mikahla mengantarkan para murid pembuat batu bata kepada murid pemotong kayu. Mikahla meminta para pemotong kayu untuk membuat cetakan batu bata. Sebenarnya mereka bisa memotong kayu namun mereka masih belum bisa memotong dengan rapih. Para pemotong kayu hanya melemparkan sihir angin kepada sebuah batang pohon dengan sembarangan. Memang mereka bisa mengenai pohon itu namun garis potongan tidak konsisten sehingga banyak serabut kecil yang membuatnya terlihat tidak bersih. Oleh karena itu para pemotong kayu meminta bantuan kepada Mikahla.
Mikahla membawa para pemotong kayu kepada para pembuat tiang untuk dibuatkan sesuatu. Biasanya butuh gergaji untuk memotong kayu dan sebuah meja kerja untuk membuat suatu karya namun kali ini tidak terlalu bisa seperti itu. Kekuatan memotong yaitu sihir angin tidak terlalu presisi seperti gergaji jadi yang dilakukan adalah sebaliknya. Mikahla meminta para pembuat tiang untuk membuat balok batu untuk melindungi pohon. Kemudian diberi celah kecil pada pohon tersebut sebagai lubang untuk memotong. Konsepnya adalah ketika murid melemparkan angin, jika tidak masuk kedalam celah maka akan tertahan oleh batu. Jadi mau tidak mau kayu akan terpotong pada bagian celah itu saja.
Sungguh ide menarik yang diberikan oleh Mikahla namun para pembuat tiang juga tidak bisa melakukannya. Mereka hanya bisa mengeluarkan bongkahan batu tak beraturan dari tanah dan bukan pilar batu seperti Gany. Sungguh pekerjaan yang terlihat sederhana namun rumit untuk dilaksanakan. Semuanya terhubung dari luar dan dari dalam. Tidak ada yang bisa bekerja jika yang lain tidak bekerja. Akhirnya Mikahla memberikan sebuah palu dan paku kepada para pembuat batu. Dia memberi tahu sebuah trik untuk memotong bongkahan batu besar. Bukan dengan gergaji namun dengan getaran.
Pada dasarnya benda yang keras itu lemah terhadap getaran. Batu yang di pukul maka akan retak sementara besi kalau di pukul maka akan bengkok. Bengkok mungkin bisa diluruskan namun kalau retak susah untuk diperbaiki. Secara filosofis hal itu seperti hati manusia namun Mikahla tidak ingin pergi membahas itu sekarang. Paku ditancapkan dengan teratur kepada titik – titik tertentu pada sebuah bongakahan batu. Kemudian Mikahla memukul satu paku dan batu itu retak. Kemudian dia memukul paku kedua dan batu itu retak. Namun retakan pertama dan kedua terhubung dan membentuk suatu garis. Kemudian Mikahla memukul paku ketiga dan garis lain terbentuk. Seperti garis pada rasi bintang, semua retakan terhubung dan kemudian bongkahan batu terpotong sesuai garis tersebut.
Semua murid memperhatikan apa yang dilakukan Mikahla. Seperti melihat video ASMR, sungguh memuaskan ketika melihat batu besar tidak beraturan perlahan – lahan terpotong menjadi suatu sisi yang lurus dan rapih. Mereka terpana sampai – sampai mereka tidak sadar kalau mereka sebenarnya berhenti bekerja. Mikahla mengatakan kalau satu hal dalam kehidupan sosial tidak berfungsi dengan baik maka semuanya bisa terhenti. Maka dari itu kerja sama dengan orang lain adalah hal yang sangat penting.
"Mungkin kalian bosan dengan tingkahku yang selalu menyisipkan pesan moral dalam setiap pelajaran. Ujar Mikahla.
"Tidak apa, kami sudah mulai terbiasa." Jawab August.
"Lagipula Gany juga pernah mengajarkan hal yang senada." Sahut Khan.
"Baguslah kalau begitu." Ujar Mikahla.
Sembari membuat cetakan batu, Mikahla menjelaskan kalau jadi guru atau orang tua adalah pekerjaan full time 24/7 non stop. Sederhananya telinga adalah organ yang tidak berhenti bekerja seumur hidupnya. Jika tidak didengarkan hal yang baik maka telinga akan mendengar hal lain. Mungkin hal lain adalah hal yang baik namun hal lain itu juga bisa jadi hal yang buruk. Sebagai guru atau orang tua tidak boleh memberikan hal buruk didengar oleh murid atau anak mereka. Apalagi kalau sampai dijadikan panutan dan diterapkan oleh mereka. Jadi orang tua atau guru harus memberi asupan moral sebanyak dan sesering mungkin.
"Kalian mungkin bisa paham suatu cerita moral namun kalian hanya akan sekedar tahu. Mungkin cerita yang ke – 25 lah yang baru masuk ke hati kalian dan saat itu lah kalian baru benar – benar mengerti." Ujar Mikahla.
Mikahla baru menyelesaikan satu cetakan batu namun karena dia sudah paham dengan bentuknya, dia bisa membuat salinan. Dia menghentakkan kakinya ke tanah dan batu cetakan yang lain keluar dari bawah. Setelah itu Mikahla memasangkan sebuah batang kayu kepada cetakan itu dan menembakkan gelombang angin yang bisa memotong. Setelah beberapa percobaan kayu terpotong dengan rapih dan akhirnya dia bisa membuat cetakan untuk batu bata. Mikahla memadatkan tanah liat di dalam cetakan lalu memanggangnya. Batu bata sebagai masalah utama jadi bisa teratasi. Kini semua murid bisa melanjutkan pekerjaan mereka dalam membangun pondok impian mereka.
Hari menjelang sore awan mendung mulai datang ke tempat mereka. Seperti kemarin awan itu sangat gelap dan bergemuruh. Para murid kembali ke asrama untuk bersiap makan malam. Tidak seperti kelas lain, murid – murid kelas Mikahla dalam keadaan kotor dan penuh lumpur. Mereka bergegas mandi dan berbersih diri. Setelah selesai, mereka datang ke ruang makan dengan keadaan kepayahan. Semua makanan sudah tersedia di hadapan mereka dan mereka menunggu perintah untuk makan. Murid – murid Mikahla berpikir bisa melepaskan kelelahan mereka dengan makan saat lonceng berbunyi namun ternyata tidak.
"Untuk kelasku, tidak ada yang boleh makan dengan tangan tertekuk." Perintah Mikahla kepada murid – muridnya.
Semua orang terdiam mendengar ucapan Mikahla kecuali murid – muridnya. Mereka mengeluh karena sudah seharian bersusah payah kali ini diberi tantangan lain lagi. Beberapa diantara mereka mencoba melempar makanan keatas dan menangkapnya dengan mulut namun tidak berhasil. Ada juga yang menghadap keatas dan menjatuhkan makanan dari atas namun malah mengenai mata mereka. Perintah itu sangat susah bagi mereka. Mereka bahkan ingin menolak perintah itu dan tetap makan seperti biasa namun tiba – tiba ada seseorang yang berhasil melakukannya.
"Ayo Gany, Aaaa…" Lapis mencoba menyuapi Gany.
Semua orang langsung terdiam melihat Public Displaf of Affection tersebut. Namun Mikahla tersenyum karena sudah ada yang bisa menjawab tantangannya.
"Guru…! Apa kami harus menikah dulu sebelum bisa makan?" Leo benar – benar berpikir kalau mereka harus menikah dulu sebelum bisa makan.
"Tidak, bukan itu maksudku. Maksudku adalah kalian harus bekerja sama walaupun saat makan." Jawab Mikahla.
Awalnya mereka sedikit ragu untuk saling menyuapi satu sama lain. Namun Yeonhong langsung mengikuti jejak Lapis dan menyuapi Khan yang berada di sebelahnya. Yeonhong mendesak Khan untuk menerima suapannya karena dia juga sudah lapar dan ingin cepat dibalas untuk disuapi. Khan yang memahami rasa lapar Yeonhong menerima suapan itu dan balas menyuapinya. Setelah ada beberapa contoh, mereka tak lagi ragu untuk saling menyuapi.
"Kenapa kamu mengganti piringku dengan piringmu?" Tanya Leo.
"Aku ingin kamu menyuapi makanan yang ada di piringku." Jawab August.
"Tapi makanan kita sama saja." Sahut Leo.
"Sudahlah…" August tetap pada idenya.
"Kalian semua! Lakukan hal yang sama seperti yang diperintahkan guru Mikahla." Guru Mikhail menyukai perintah mikahla.
Ganti, kini murid – murid kelas lain jadi mengeluh. Para guru tidak mendengarkannya dan pergi begitu saja. Solusi dari tantangan itu sudah ada jadi mereka tidak ingin ambil pusing. Sementara itu salah satu guru yaitu bu Linda mendengarkan kegaduhan itu dengan tersenyum. Biasanya para bangsawan makan di meja makan dengan tenang dan tertata namun sekarang semua orang meninggalkan itu. Meja makan sangat ramai dan makanan berceceran karena suapan – suapan yang tidak kena sasaran. Tapi meja makan terasa sangat hidup jadi dia sangat menikmati suasananya.
Suara gemuruh mulai terdengar dan angin mulai membanting – banting daun jendela. Para guru menutup dan mengunci pintu dan jendela agar angin tidak masuk. Guru Mikahla yang berjalan sedang menutup pintu utama, melihat ke langit. Dia merasa suara gemuruh itu sedikit janggal, tidak seperti suara petir pada umumnya.
"Suara petir adalah gajah yang berteriak. Tidak kusangka hal itu benar adanya." Mikahla tersenyum melihat langit.
Siluet dari seekor gajah terpancar dari balik kilatan cahaya di awan. Gajah itu meniupkan belalainya dan mengeluarkan suara yang sangat keras. Awan membukakan jalan lalu gajah itu turun ke halaman asrama. Gajah itu menarik sebuah kereta yang ikut terbang bersamanya. Para penumpang kereta turun dan mereka adalah proffesor Bort, gadis suci Lanesra, seorang kesatria bernama Yusha dan penunggang gajah terbang yang bernama Sambartaka juga turun. Mereka berempat adalah balasan atas laporan artefak milik Chaos.
Lobi dari asrama itu bersebelahan dengan ruang makan jadi apa yang terjadi diantara keduanya bisa dilihat oleh sisi yang lain. Para tamu terkejut dengan murid – murid yang gaduh dan saling suap menyuap. Sebaliknya murid – murid terkejut kepada sosok – sosok ternama yang tiba – tiba datang kesana. Kemudian para tamu berjalan ke ruangan khusus bersama dengan para guru. Mikahla dan para guru menceritakan lagi tentang laporang yang mereka tulis. Setelah mendengarkan lagi, mereka ingin berangkat ke tempat artefak itu berada saat itu juga.
"Apa kalian tidak istirahat dulu? Kalian sudah melakukan perjalanan jauh." Tanya Mikail.
"Aku tidak yakin artefak seperti itu bisa ditunda untuk diamankan." Jawab Yusha.
"Rajin sekali, aku akan mengantar kalian." Jawab Mikahla.
Setelah berdiri dan berjalan sebentar, Mikahla tiba - tiba berhenti.
"Yang menemukan adalah Gany dan Chow, apa sebaiknya mereka saja yang mengantar?" Mikahla merasa tidak enak.
"Gany dan temannya? Kupikir kita juga perlu bantuan pahlawan dalam hal ini." Jawab Yusha.
Mikahla pergi ke ruang makan untuk memanggil Chow dan Gany. Chow kebingungan karena dipanggil seperti itu sementara Lapis kebingungan karena harus lepas dari Gany lagi. Di ruang rapat Yusha menyambut mereka berdua dan meminta untuk di tunjukkan jalan menuju ke artefak. Ada gajah terbang yang bisa mengantar via udara jadi mereka tidak perlu terlalu bingung untuk menghanyutkan diri ke sungai terlebih dahulu.
Ujian memang datang dalam bentuk apapun. Setelah membuka pintu, Hujan deras mengguyur asrama dan daerah sekitarnya. Kemungkinan satu Shakuntala juga terdampak hujan tersebut. Sulit memanuver gajah terbang dan kereta dalam hujan deras sama halnya seperti memanuver gerobak penumpang pada tebing yang curam. Mikahla menembakkan meriam udara ke langit untuk membuat lubang di awan mendung namun lubang di awan itu segera tertutup lagi.
Semua orang sedikit terkejut dengan sihir Mikahla. Biasanya orang akan menggunakan sihir untuk membuat payung dan bukan untuk meniup awan. Orang normal akan mengalah dengan alam dan bukan melawannya. Walaupun gagal tapi orang – orang cukup terkejut. Melihat kemampuan Mikahla, Yusha berniat untuk membantunya dalam mengalahkan awan hujan. Dia bersikeras untuk mendapatkan artefak Chaos.
"Aku adalah Magus elemen air dan Sambartaka disana adalah Magus elemen petir. Mungkinkah kita bertiga bisa bersatu untuk mengendalikan cuaca seperti Io?" Tanya Yusha.
"Tidak apa, tidak apa. Aku bisa sendiri." Mikahla melambaikan tangannya ke udara.
Mikahla berjalan di tengah hujan namun air hujan yang jatuh tidak sampai mengenainya. Air hujan itu berhenti dan berkumpul diatas kepalanya seakan ada dinding yang menahannya. Tapi Mikahla tetap mengangkat salah satu tangannya seperti sedang merentangkan mantel. Mikahla akan terbang di depan mereka semua dan menjadi payung yang menerpa hujan. Jangkauan mantel Mikahla cukup luas jadi mereka percaya dengannya. Akhirnya mereka berangkat menuju artefak milik Chaos.
Di dalam kereta Bort duduk di lantai dan mengotak – atik kaki Gany. Dia yang membuat kaki mekanik itu jadi dia ingin melihat apakah kaki itu bekerja dengan lancar. Yusha, Chow dan Lanesra diam memperhatikan kaki Gany itu. Chow mendengar kalau Gany kehilangan kakinya dalam suatu misi namun Yusha dan Lanesra tahu yang sebenarnya terjadi. Namun apa yang diketahui Chow adalah yang disebarkan ke masyarakat dan dibiarkan begitu. Jika ditanya detail maka Gany atau orang lain akan menjawab sebuah misi rahasia yang tidak boleh diketahui oleh umum.
Perjalanan tidak memakan waktu lama karena jarak yang relatif tidak jauh dan Gajah terbang mengudara dengan cepat. Mereka mendarat dengan aman lalu berjalan ke kolam milik Sayo. Sepertinya ada lubang di sisi kolam itu karena air hujan tidak bisa mengisi kolam dengan penuh. Gany dan Chow berteriak memanggil – manggil Sayo namun dia tidak keluar. Bort yang penasaran duduk memperhatikan tulang milik Sayo, yang lain berjalan kesana kemari untuk mencari Sayo sementara Mikahla berdiri menahan sihirnya dan menahan hujan untuk mereka semua.
"Kakak… aku takut denganya." Bisik Sayo.
"Ah!... Sayo, jangan mengagetkanku." Gany terkejut.
"Siapa yang kamu maksud?" Tanya Chow.
"Dia." Sayo menunjuk kepada Mikahla.
"Apa salahku?" Mikahla mengeluh.
"Itu dia! Guru tidak perlu salah untuk mengalah dari seorang gadis." Jawab Gany.
Mikahla shock dengan jawaban Gany dan tidak bisa berkata apa – apa. Dia pun mengalah dan menjauh dari kolam. Akhirnya Sayo mau menunjukkan sosoknya dengan sempurna dihadapan Gany dan Chow. Dia merasa senang karena sudah diberikan teman bermain oleh Gany dan Chow. Gany meredakan antusias Sayo dan berkata kalau mereka hanya ingin bicara terlebih dahulu. Namun Sayo kukuh dan tetap ingin bermain.
"Kita bisa bermain dan berbicara seperti saat ini." Ujar Sayo.
"Oohh gitu ya…" Chow mencoba ramah.
"Tunggu, saat ini? Kita belum mulai bermain." Sahut Gany.
"Aku sedang bermain dengan mereka." Tunjuk Sayo.
Lanesra, Sambartaka, Bort, dan Yusha tergeletak ditanah. Mereka berempat sudah jatuh ke dalam dunia permainan milik Sayo. Keadaan menjadi sedikit kacau, Lanesra lah yang seharusnya berdoa kepada Chaos dan bertanya soal artefak sihir. Dan Bort lah yang seharusnya menganalisa artefak sihir milik Chaos itu. Sekarang mereka terjebak ke dalam permainan tanpa tahu cara keluar. Sayo tidak ingin melepaskan mereka karena permainan sudah dimulai. Gany ingin memanggil Mikahla namun dia takut kalau Sayo menghilang dan tidak ingin kembali. Sungguh berhadapan dengan anak kecil itu merepotkan.
"Sayo, bagaimana kalau aku menggantikan salah satu dari mereka?" Tanya Gany.
"Mengganti?" Sayo balik tanya.
"Aku masuk ke permainan namun kamu mengeluarkan Lanesra dari permainan." Jawab Gany.
"Baik!" Sayo setuju.
"Tunggu! Biar aku saja!" Sahut Chow.
"Chow, biar aku saja. Aku sudah tahu triknya." Gany menolak.
"Aku juga sudah tahu. Tapi yang bisa mengatasi Sayo hanya kamu, jadi biar kamu tetap di sini merawatnya." Ujar Chow.
"Apa kamu yakin?" Gany memahami ide Chow.
"Iya, Sayo! Aku akan menggantikan tempat Lanesra!" Ujar Chow.
Negosiasi berhasil! Chow jatuh ke tanah dan Lanesra mulai bangkit dari pingsannya. Kemudian Gany menjelaskan situasinya kepada Lanesra yang baru sadar itu. Tujuan mereka sederhana yaitu untuk menanyakan tentang kemampuan artefak itu sekaligus meminta pemindahan kepemilikan artefak tersebut. Sementara Gany mengumpulkan tubuh orang – orang yang pingsan, Lanesra pun memulai ritualnya untuk memanggil Chaos. Dia menyiapkan beberapa tablet batu yang di tata disekitarnya sebagai perantara untuk berbicara. Kemudian dia berdoa dengan sigil milik Chaos di genggamannya.
"Kakak… apa itu?" Tanya Sayo.
"Hewan besar itu?" Gany memastikan.
"Iya." Jawab Sayo
"Itu gajah, seekor gajah terbang." Jawab Gany.
"Aku ingin bermain dengan itu." Sayo tertarik dengan gajah terbang.
"Bermain dalam duniamu? Boleh, tapi kamu harus mengeluarkan seseorang dari permainanmu." Gany mencoba bernegosiasi lagi.
"Baiklah!" Sayo setuju.
Gajah yang berdiri dengan gagah langsung kehilangan keseimbangannya. Gajah itu jatuh dan tertidur. Mengetahui hal itu, Gany mencoba membangunkan kolega – koleganya. Yusha dipanggil tidak menjawab, Sambartaka digoyang – goyangkan badannya tapi tidak kunjung bangun, Bort digelitiki tapi tetap tidak merespon. Kemudian Gany bingung siapa yang digantikan oleh si Gajah. Siapa yang keluar dari permainan Sayo.
"Sayo, tidak boleh curang. Kamu harus mengeluarkan seseorang dari permainanmu." Ujar Gany.
"Aku tidak curang, aku sudah mengeluarkan seseorang." Jawab Sayo.
"Siapa?" Gany bingung.
"Dia!" Sayo menunjuk seseorang dari kegelapan hutan.
"Aura ini, Semuanya bersiaga!" Gany berteriak.
Tiba – tiba Gany merasa merinding. Bukan karena hantu yang ada disebelahnya namun sesuatu yang lebih menakutkan. Mikahla yang mulai bersiaga juga merasakan suatu keberadaan yang aneh. Mikahla mendekat kearah Gany dan yang lain untuk memperhatikan sekitar. Sayo yang masih takut dengan Mikahla langsung menghilang tanpa jejak. Semuanya jadi sedikit kacau namun Lanesra tidak bisa menghentikan doanya.
"Sungguh artefak milik Chaos sangat kuat." Seseorang mulai keluar dari balik pepohonan.
"Pendeta Shubnean bukan?" Gany menyimpulkan dari pakaiannya.
"Tuesday… Tenang saja, aku hanya ingin mengambil artefak itu dan pergi." Tuesday memperkenalkan diri.
"Pendeta Shubnean? Siapa dia?" Tanya Mikahla.
"Terroris." Jawab Gany.
Fire Fist!
Mikahla membatalkan sihir payungnya dan melemparkan bola api kepada orang itu. Api yang dikeluarkan sangat besar sampai mampu membakar pepohonan yang basah. Namun orang itu bisa menghindar dari jangkauan serang dengan cepat.
"Jangan gegabah guru! Dia punya prajurit kegelapan yang bisa memakan bayangan!" Seru Mikahla.
Tiba – tiba seorang Shallow lompat untuk menyergap Mikahla dari belakang. Rencananya Shallow ingin memakan bayangan Mikahla lalu meledakan kilatan cahaya dan menjadikannya kenyataan. Hal yang sama yang biasa Shallow lakukan. Namun sayang Shallow tidak bisa memakan bayangan Mikahla. Seekor Jaguar hitam muncul dari bayangan Mikahla dan menerkam Shallow naas tersebut. Jaguar itu memiliki elemen kegelapan sama seperti Shallow jadi dia bisa melukainya.
"Oh… jadi begitu cara mainmu." Gumam Mikahla.
Mikahla diakui oleh Bort karena bisa menggunakan semua elemen sihir dan kepintarannya. Sebelum jadi guru dan sebelum dieksekusi, dia diminta oleh Bort untuk membuatkan sebuah kartu sihir. Memang Mikahla tidak bisa membuat itu dengan seketika tapi dengan kemampuannya, setidaknya Mikahla punya cara untuk melakukannya. Saat itu dia memenuhi permintaan Bort dengan membuat pedang cahaya. Pedang itu bisa dipegang oleh orang lain selain penggunanya. Itulah alasan Mikahla dan Seavans bisa mengobrol santai di ruang interogasi sebelum raja datang.
SWORD OF REVEALING LIGHT!
Setelah beberapa waktu berlalu, kini Mikahla bisa membuat kartu sihir seperti permintaan Bort. Kartu sihir yang berisi tiga pedang sihir berelemen cahaya yang bisa digunakan untuk melawan elemen kegelapan. Mikahla memberikan kartu itu kepada Gany dan mengaktifkan satu kartu miliknya. Pedang – pedang yang dikeluarkan Mikahla menancap ke tanah mengelilingi Gany, Lanesra dan yang lainnya. Pedang – pedang itu bersingkronisasi dan membuat dinding pembatas dari cahaya.
"Biarkan aku yang menghadapinya! Kamu jaga – jaga saja disekitar mereka!" Mikahla berjalan mendekati Tuesday.
Bukan berjalan, lebih tepatnya meloncat atau melangkah jauh. Karena tanpa ada yang menyadari, Mikahla sudah berada di hadapan Tuesday. Dengan sekejap mata, Mikahla menyayat leher Tuesday. Tuesday reflek menendang Mikahla dan loncat menjauh. Bukan merah yang menetes namun hitam. Darah yang ternoda oleh Shallow membuat Tuesday menjadi manusia jadian – jadian. Kemudian Mikahla mengeluarkan jubah cahaya yang membara seperti api. Melihat wujud Mikahla itu, Tuesday tahu dia berada dalam bahaya besar.
Biasanya kekuatan Shallow atau elemen kegelapan sangatlah efektif melawan siapapun. Satu – satunya yang mereka takutkan adalah kekuatan cahaya seperti milik Lapis. Sekarang mereka punya orang tambahan untuk ditakuti. Yang merubah predator menjadi mangsa. Tuesday langsung mengeluarkan kekuatan penuhnya, dia mengeluarkan pasukan Shallownya dan merubah dirinya menjadi seekor elang.
"Noir! Hadapi sampah – sampah itu!" Seru Mikahla.
Dengan senang senyum yang lebar, Noir si jaugar hitam milik Mikahla melahap beberapa Shallow. Dia memburu Shallow yang berlarian dan mengunci pandangannya pada kepala mereka. Crush!! Dengan satu gigitan kepala Shallow hancur begitu saja. Suara yang dihasilkan cukup renyah seperti seseorang yang memakan kerupuk. Shallow yang lain mencoba menyerangnya namun satu ayunan dari kaki Noir bisa mengoyak tubuh Shallow. Shallow hanya berukuran seperti manusia biasa sementara Noir tingginya saja melampaui kuda. Tidak salah jika Mikahla menganggap Shallow sebagai sampah karena bagi Noir terlihat seperti itu.
Sungguh curang, Gany sangat kesusahan melawan satu Shallow tapi Noir menyantapnya seperti sarapan. Padahal Gany sudah memutar otaknya dengan keras namun interaksi antar elemen sihir benar – benar susah untuk dilawan. Kalau diingat – ingat lagi, Lapis lah yang benar – benar mengalahkan Shallow. Tanpa dia Gany harusnya sudah habis dimakan Shallow.
Tuesday mencoba lompat dari pohon untuk lepas landas. Jubah yang dia kenakan berubah menjadi sayap dan mengepak untuk terbang. Sayang Mikahla mengarahkan tangannya kepada Tuesday dan menembakkan panah cahaya. Dari lengannya muncul busur panah dan ujung jarinya menjadi penunjuk kemana anak panah meluncur. Mikahla bisa menembak panah hanya dengan satu lengannya saja.
Kedua sayap Tuesday terpanah, Tuesday gagal terbang. Lepas landas yang gagal itu diikuti dengan ciuman ke tanah yang berhasil. Seketika Mikahla berada diatas Tuesday dan menyiapkan kuda – kuda untuk menusuknya. Tuesday tidak kehabisan akal, dia menjatuhkan petir kearah Mikahla. Beruntung Mikahla menyadari gerak – gerik Tuesday dan bisa menghindari petir sebelum jatuh mengenainya.
Tidak hanya petir yang jatuh namun pedang juga. Tuesday mengambil pedang itu dan bersiap melawan Mikahla. Tuesday sama sekali tidak bisa menggunakan kekuatan Shallownya jadi dia hanya bisa bergantung pada kemampuannya sendiri. Dia mulai menyelimuti tubuhnya dengan aura petir untuk memperkuat tubuhnya. Tidak hanya itu, aura itu juga mempercepat gerakan dan refleksnya. Kali ini Tuesday berpikir dia punya keunggulan dibanding dengan Mikahla.
Sayang kemampuan Tuesday masih bisa diimbangi oleh Mikahla. Walaupun sudah diimbuhi oleh aura petir, Setiap ayunan pedang dari Tuesday bisa ditangkis oleh Mikahla. Walaupun dalam gelap malam dan hujan deras, Mikahla bisa mengatasi serangan Tuesday. Dari kiri, dari kanan, dari atas dan dari bawah, semuanya bisa ditangkis. Bahkan ketika ada seorang Shallow yang mencoba menyerang Mikahla dari belakang, Noir langsung menerkamnya. Sungguh koordinasi yang luar biasa.
Merasa frustasi, Tuesday menjatuhkan petir kedua sekaligus pedang keduanya. Dia pikir Mikahla tidak akan bisa menangkis pedang dari dua arah sekaligus. Namun bagi Mikahla itu semua hanya masalah prespektif. Walaupun ada dua pedang yang menyerang, dia masih merasa tenang. Satu pedang ditangkis, pedang lain dihindari. Selain itu dia punya panah cahaya di lengan satunya. Sebuah panah cahaya yang tidak perlu ditarik busurnya namun bisa melesatkan anak panah. Jika terpojok Mikahla hanya akan menembakkannya untuk memukul Tuesday mundur. Semua masalah sudah dia siapkan solusinya jadi dia bisa tenang.
Walaupun sudah mengeluarkan seluruh kemampuan, Tuesday tidak melihat peluang untuk menang. Satu pedang cahaya melawan dua pedang petir. Langkah cepat Mikahla melawan kaki petir Tuesday. Namun semuanya masih belum cukup. Tuesday mulai meraungkan kilat dari ujung – ujung pedangnya. Kilat – kilat itu menyambar Mikahla dari jarak yang sangat dekat. Mikahla terdiam untuk sementara karena terkena sengatan kilat itu. Manusia biasa akan mati jika tersengat kilat namun tidak untuk Mikahla. Dia masih sempat untuk melompat dan bersiaga dari kejauhan walaupun sudah terkena serangan itu. Tubuhnya yang gosong segera pulih dan tegangan yang ada di dalam tubuhnya mengalir ke tanah.
MYSTICAL SPACE TYPHOON!
Merasa bangga, Tuesday tertawa keras. Tidak seperti sebelumnya, sekarang dia punya jeda waktu untuk mengeluarkan kartu sihir miliknya. Dia menggunakan itu untuk menghancurkan sihir milik Mikahla. Mengancurkan jubah cahayanya, pedang cahayanya, hewan elementalnya yaitu Noir dan juga tiga pedang yang melindungi Gany. Tuesday melemparkan kartu itu kearah Mikahla dan mengaktifkannya. Sebuah Tornado muncul dari permukaan tanah dan menjunjung tinggi. Tornado itu bukanlah dari angin yang berputar melainkan dari Air yang tiba – tiba muncul entah darimana. Tornado itu melahap semua sihir yang ada disana.
EFFECT VEILER!
Tidak berhenti di situ, Tuesday menampar mulut Mikahla dengan kartu sihir lainnya. Kini mulut dan tangan Mikahla terikat sebuah syal yang membuatnya tidak bisa merapalkan atau mengeluarkan lingkaran sihir. Tuesday memerintahkan pasukan Shallownya untuk menyerang. Keadaan berbalik! Tuesday memasang kuda – kuda untuk menusuk Mikahla yang terjatuh di tanah. Beruntung sebelum serangan dilancarkan, Gany melemparkan sebuah pedang cahaya pada Mikahla. Dengan itu Mikahla bisa menangkis salah satu pedang Tuesday walaupun harus terkena serangan pedang yang lain.
Gany mempercayakan Tuesday kepada Mikahla. Dia sendiri akan menahan serangan Shallow yang hendak menyerangnya dan Lanesra. Tidak ada lagi dinding cahaya yang melindunginya. Namun di kedua tangannya ada dua pedang cahaya yang bisa dia gunakan untuk melawan. Kartu Sword of Revealing Light yang diberikan Mikahla sungguh mampu mengendalikan keadaan.
Ronde kedua dimulai, Gany yang punya pengalaman militer menggunakan pedang cahaya dengan sangat baik. Tidak ada Shallow yang bisa mendekatinya terlebih lagi Gany menggunakan wujud berliannya. Walaupun hujan dan malam, cahaya dari pedangnya membuat bayangannya sangat kecil. Selain itu Gany tidak akan membiarkan satupun Shallow memakan bayangannya. Walaupun ada yang kebetulan memakannya, dia akan langsung memenggalnya sebelum bisa meledakkan kilatan cahaya. Dengan begitu bayangan milik Gany kembali lagi dan lukanya tidak terwujudkan.
Sementara itu Tuesday mengalirkan petir ke tubuh Mikahla tapi Mikahla bisa bertahan. Aliran listrik di kepalanya masih terkendali dan Mikahla bisa menendang Tuesday. Mikahla bangkit dan menjaga jarak dengan Tuesday sementara Tuesday terus mengejarnya. Terlihat Mikahla tersenyum saat dikejar Tuesday dan dia membuat gerakan – gerakan aneh dengan telapak tangannya. Syal yang melilit tangan Mikahla tidak mengikat lengannya satu sama lain melainkan satu tangan satu ikatan. Daripada terikat mungkin lebih bisa disebut dibalut. Oleh karena itu Mikahla masih bisa menggerakkan telapak tangannya.
Menepuk, Menggenggam, bersalaman, dan pose – pose aneh lainnya. Tangan Mikahla sibuk melakukan pose – pose itu dengan cepat. Tuesday melihat kalau ada aliran mana yang mengalir di tangan Mikahla dan itu membuatnya ketakutan. Seharusnya dengan Effect Veiler, mana tidak bisa mengalir ke bagian yang terbalut namun Mikahla bisa mengatasinya. Apalagi melihat Mikahla yang tersenyum dan meninggalkan pedang cahayanya membuat Tuesday panik.
Sebelum Mikahla bisa melakukan apa – apa, Tuesday menyelimuti tubuhnya dengan kegelapan. Dia ingin berubah menjadi iblis Theodore yang sejenis dengan Shallow dan memakan Mikahla. Sayang sebelum bisa berubah dengan sempurna, Noir memakan pundak Tuesday dan membuatnya terluka cukup parah. Noir bukanlah hewan elemental melainkan hewan kegelapan yang sesungguhnya, MST tidak berefek padanya. Karena terlalu fokus dengan Mikahla, Tuesday menjadi lalai akan keberadaannya. Gigitan Noir sangat dalam sampai membuat Tuesday kejang – kejang.
"Sekarang serahkan saja padaku!" Ujar Mikahla.
Noir kembali ke dalam dimensi bayangan sementara Mikahla kembali mengeluarkan jubah cahayanya. Seperti membuka ikatan tali, pose – pose tangan yang dilakukan Mikahla adalah untuk membatalkan Effect Veiler. Mikahla mengeluarkan pedang cahaya dan menebas Tuesday. Sungguh gigih Tuesday itu, dia masih bisa menghindar walaupun tangan jadi korbannya. Kemudian dia mengeluarkan satu kartu sihir lagi sebagai upaya terakhir.
GIANT TRUNADE
Sebuah tornado angin raksasa muncul dari bawah kaki Tuesday dan melambungkannya ke langit. Hanya Tuesday yang terkena efek tornado itu dan bukan Mikahla walaupun dia berada di dekatnya. Tapi Mikahla masih belum bisa melepaskan mangsanya itu. Dia mengeluarkan busur cahaya dari lengannya. Bukan busur panah dan anak panah melainkan Crossbow dan peluru. Satu peluru ukurannya sebesar botol minuman ukuran tanggung. Mikahla mengarahkannya ke langit, membidik Tuesday dan menembakkan 3500 peluru dalam satu menit.
Tidak selamat orang yang terkena tembakan Mikahla. Tubuh Tuesday hancur berantakan di udara. Namun Mikahla masih belum puas dengan hasil itu. Dia meluncur ke langit mengejar Tuesday. Masih banyak Shallow di permukaan tanah dan Mikahla tidak yakin Tuesday akan mati hanya dengan luka berat. Mengingat dia teroris yang berani menyerang sendirian, Tentu dia punya persiapan. Mikahla berhasil mengejar Tuesday dan mengumpulkan banyak mana di kepalannya. Kemudian Mikahla memukul perut Tuesday dengan sekuat tenaga.
Malam seketika berubah menjadi siang, Sebuah matahari baru muncul ditengah hutan. Mikahla meledakkan bola cahaya yang sangat besar dan menghancurkan tubuh Tuesday tanpa sisa. Cahaya itu sangat kuat sehingga Shallow – shallow yang ada di permukaan tanah juga terbakar tanpa jejak. Dia mengeluarkan sihir besar itu karena tidak ingin mencari shallow di malam hari. Mikahla ingin menghanguskan kegelapan sepenuhnya sampai ke akar – akarnya. Sihir yang dilakukan Mikahla itu bahkan terlihat sampai ke asrama dan desa di dekatnya.
Berakhir, semua ancaman musnah dari hadapan Mikahla, tidak ada lagi Teroris yang bersembunyi. Kini mereka semua bisa melanjutkan apa yang mereka rencanakan sebelumnya dengan tenang. Menyebut soal ketenangan, Mikahla kagum dengan Lanesra yang tetap menutup mata dan terdiam pada posisinya walaupun kekacauan berada disekitarnya. Entah dia pasrah dengan keadaan atau benar – benar percaya kepada Gany sang pahlawan. Padahal Gany sendiri sekarang sedang kesakitan. Dia meringkuk di tanah dan menutup rapat matanya dengan tangannya. Cahaya terang yang dilakukan oleh Mikahla menyakiti mata Gany.
"Maaf Gany, apa kamu tidak apa – apa?" Mikahla lari ke arah Gany.
"Entahlah, sepertinya aku buta." Jawab Gany dengan merintih.
"Tenang – tenang…. Ini bisa diatasi." Mikahla langsung memberikan sihir penyembuhan pada Gany.
Penanganan yang cepat membuat luka Gany cepat membaik. Gany tidak lagi kesakitan namun matanya masih sensitif dengan cahaya. Oleh karena itu Mikahla memberikan kain untuk menutup mata Gany. Kemudian setelah sekian lama, Doa Lanesra mulai dijawab. Tablet batu di sekitarnya mulai terpahat tentang keberadaannya. Tablet – tablet batu itu rontok atau runtuh pada titik – titik tertentu seperti sedang dipahat. Pahatan itu cukup cepat sehingga mereka bisa berkomunikasi dengan cepat. Mikahla melihat kejadian itu dan merasa penasaran.
"Kenapa tidak berbicara saja?" Pikir Mikahla.
"Tentu saja aku bisa bicara." Jawab Chaos.
Mendengar suara itu Mikahla jadi kaget. Dia melihat ke sekitar dan ternyata semuanya terhenti. Hujan Berhenti, angin berhenti, awan berhenti, Lanesra dan Gany juga berhenti. Semuanya diam pada kondisi mereka dan waktu berhenti. Mikahla satu – satunya yang bisa bergerak dalam keadaan itu. Kemudian dia mencoba berlari tapi dia berpindah ke tempat lain dengan sekejap. Semuanya putih dan bercahaya. Tidak ada cakrawala sejauh mata memandang. Mikahla berpindah ke dunia Milik Chaos.
Mikahla kembali kebingungan dan melihat sekitar. Ketika berputar – putar, ada sosok siluet manusia. Cukup aneh untuk dijelaskan namun bagi Mikahla terlihat seperti gambar diatas kanvas putih. Ada garis hitam yang menjadi batas antara suatu hal dengan latar belakangnya. Garis hitam itu berbentuk manusia setengah badan keatas dan Kepalanya memiliki tanduk seperti kijang. Kemudian setengah kebawah berbentuk garis bergelombang seperti asap. Lalu seluruh tubuhnya itu berwarna hitam pekat seperti ruang angkasa dengan ditaburi bintang disana – sini.
"Kamu bukan dari dunia ini kan?" Tanya Chaos.
"Chaos kah? Sepertinya aku tidak bisa menyembunyikan apapun darimu." Mikahla baru sadar dengan keberadaan dewa Chaos.
Di dunia yang terhenti, Mikahla berbicara dengan Chaos. Mikahla menggantikan peran Lanesra untuk bertanya tentang artefak yang dibawa oleh Sayo. Sungguh kebetulan yang aneh, Kartu – kartu itu adalah kartu permainan dari dunia asli asal Mikahla. Chaos mengingat kalau permainan itu persis dengan kisah masa lalu yang pernah terjadi di Shakuntala. Oleh karena itu Chaos mengambil kartu – kartu dari dunia Mikahla kemudian menaruhnya di tempat itu.
"Jadi kamu mencurinya?" Tanya Mikahla.
"Mungkin masalah ini hukuman atas itu. Kartu – kartu itu memiliki kekuatan karena pernah ku sentuh. Lalu gadis kecil itu, Sayo menemukannya." Jawab Chaos.
"Jadi kartu itu tidak kau berikan langsung kepada Sayo?" Tanya Mikahla.
"Tidak secara niat." Jawab Chaos.
Walaupun hanya ketidak sengajaan, Chaos tidak mau merebut mainan dari anak kecil. Oleh karena itu Chaos hanya akan mengambil kekuatan yang tertempel pada kartu itu dan membiarkan Sayo memiliki kartunya. Alhasil masalah bisa terselesaikan dengan baik.
Sebuah pertanyaan yang sangat dasar yang dipertanyakan oleh manusia di semua dunia. Kalau para dewa itu mengetahui, menyayangi dan kuat, mengapa mereka membiarkan kejahatan ada di dunia. Baru saja terjadi pertarungan antara Mikahla dengan Tuesday yang berpusat kepada artefak dari seorang dewa. Lalu baru sekarang dewa Chaos datang untuk bicara. Kenapa tidak datang lebih awal untuk menyelamatkan semuanya sehingga tidak ada pertikaian yang terjadi.
Chaos memahami pertanyaan dasar para manusia dan meminta maaf kepada Mikahla. Dia meminta maaf karena para dewa tidak bisa begitu saja membantu para manusia. Hakikat dasar dari manusia adalah kehendak bebas, bebas untuk memilih tujuan hidupnya dan apa yang ingin dilakuan. Kebajikan dan kejahatan memang sudah digariskan namun manusia bebas memilihnya. Jika semua dipaksa untuk memilih kebajikan maka mereka bukan lagi manusia.
Sama seperti guru, para dewa hanya bisa menyarankan untuk melakukan kebajikan. Bahkan orang jahat berusaha dengan keras untuk melakukan kejahatan. Jika dewa menghancurkan usaha itu sama saja dengan memaksa. Hanya menghancurkan usaha orang jahat adalah hal yang tidak adil dan itu berkebalikan dengan nasihat kebajikan yang para dewa ingin sarankan. Salah satu hal yang bisa dilakukan para dewa untuk membantu manusia adalah memberi ajaran – ajaran dan memberi petunjuk untuk mengalahkan kejahatan. Hal itu dianggap boleh karena manusia tetap bisa memilih untuk melakukannya atau tidak.
Dari ujung jarinya muncul sebuah bola kecil bercahaya dan membara. Awalnya Mikahla bingung namun setelah diperhatikan lagi, itu adalah sebuah bintang. Lidah api menjalar dari beberapa sisinya, kejadian itu hanya lumrah dilakukan oleh sebuah matahari. Kemudian Bintang itu mengecil dan terus mengecil. Bukan mengecil karena sudut pandang melainkan karena memadat. Bintang itu mulai bercahaya lebih terang lagi dan memancarkan energi yang lebih banyak lagi. Bintang itu meledak dan tersisa kegelapan dan cahaya yang menjadi cincinnya.
"Hal lain yang bisa dilakukan para dewa adalah menanam kekuatan." Chaos memberikan bola kegelapan pada Mikahla.
"Menanam?" Mikahla menerima pemberian Chaos.
"Dungeon seed, yang menaklukan dungeon mendapatkan kekuatan. Kami hanya berharap orang baik sepertimu yang melakukannya." Chaos perlahan mulai menghilang.
"Tunggu! Jangan pergi dulu! Tunjukkan jalan pulang untukku!" Pinta Mikahla.
"Duniamu itu terkutuk, para dewa meninggalkannya karena kesombongan manusia disana. Karena perjanjian para dewa, kami tidak bisa membawamu kesana." Dimensi putih bercahaya mulai meredup.
Mikahla berpindah dunia karena suatu kecelakaan yang tidak disengaja. Sejak saat itu Mikahla berkelana untuk mencari jalan kembali. Namun Chaos melihat menembus jiwa Mikahla. Mikahla sebenarnya beruntung bisa berpindah dunia. Dia terbebas dari dunia yang terkutuk dan menuju dunia yang dijaga oleh dewa – dewi. Dia bebas menentukan kepribadiannya. Dia bisa menjadi dirinya yang dia dambakan dan bukan lagi salinan dari saudara kembarnya. Mungkin sifat – sifat dari dunia asalnya masih ada yang menetap padanya. Mikahla tidak mengerti betapa beruntungnya dia dan masih terikat dengan dunia lamanya. Dia kurang bersyukur dengan apa yang dia miliki sekarang.
"Jangan bersedih, yang sebenarnya kamu butuhkan adalah ini." Chaos mengusap – usap kepala Mikahla.
Mikahla benar – benar tidak bisa menyembunyikan apapun dari Chaos. Dia duduk berlutut menikmati usapan tangan Chaos. Tanpa sadar waktu kembali berputar, Mikahla kembali ke kolam milik Sayo. Seluruh tablet batu yang ada di sekitar Lanesra hanya bertuliskan nama Mikahla. Chaos tidak lagi menjawab doanya. Oleh karena itu Lanesra berhenti dan melihat kearah Mikahla. Tampak juga disekitarnya kalau Sayo menunjukkan wujudnya. Dia sedih karena kartu – kartunya menjadi kartu biasa dan semua orang yang berada dalam permainannya keluar.
"Mikahla, apa maksudnya semua ini?" Lanesra kebingungan.
"Banyak yang harus dibahas, ayo kita pergi dulu dari sini." Jawab Mikahla.
Daerah sekitar mereka sangat kacau dan terlihat bekas – bekas pertarungan. Mereka yang pingsan sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi terlebih melihat keadaan Gany yang tiba – tiba memakai penutup mata. Namun Mikahla ingin mendiskusikannya di asrama agar suasana lebih kondusif. Bort menyetujui perkataan Mikahla dan menurutinya. Yusha dan yang lain juga menuruti perkataan Mikahla karena Bort setuju padanya. Akhirnya mereka naik ke kereta dan Sambartaka memerintahkan sang gajah terbang untuk berangkat.
"Sayo! Ayo ikut." Gany tidak lagi ingin meninggalkan Sayo.
Walaupun tidak bisa melihat, Gany bisa merasakan kalau Sayo sedang bersedih. Dengan dalih butuh bantuan, Gany meminta Sayo untuk menunjukkan jalan. Sayo senang dengan ajakan Gany dan bersedia melakukannya dengan sepenuh hati. Walaupun masih takut dengan Mikahla, tapi Sayo mau melakukannya demi Gany.
Di sisi lain Gany menjadi cemas dengan apa yang baru saja terjadi. Bukan karena mata namun karena informasi. Darimana Tuesday si Pendeta Shubnean tahu tentang keberadaan artefak milik Chaos? Padahal baru ditemukan oleh Gany dan Chow kemarin tapi mereka sudah tahu dan berangkat untuk mengambilnya. Ditengah berpikir keras, Gany teringat dengan ucapan Seavans. Seavans berkata kalau Gany harus bersiap untuk pertikaian. Apa ini yang dia maksudkan? Gany menjadi merinding, dia menjadi curiga dengan Mikahla dan Seavans.