Chereads / Mimpi Zahra / Chapter 2 - Keinginan

Chapter 2 - Keinginan

"Ra, ada apa?" Tanya temannya--Widya saat mereka bertemu di cafe.

"Aku pengen ketemu kamu. Dan, ingin cerita masalah yang aku ingin katakan?" kata Zahra sambil mengaduk jus alpukat.

"Ngomong aja."

Setelah Widya duduk, disamping Zahra. Zahra langsung cerita kalau ia ingin sekali memiliki perpustakaan untuk menunjang anak anak yang berada di rumahnya. Ya, rumah Zahra jauh dari keramaian kota. Zahra, berasal dari kp Pasar Kramat Desa Perdana kecamatan sukaresmi Pandeglang.

Rumah ia memang jauh dari sebuah kabupaten. Jarak antara Kabupaten dengan desa berjarak sekitar 3 jam naik kendaraan roda dua. Itu juga dengan kecepatan 99/menit atau lebih.

Apa lagi kondisi jalan masih belum sempurna. Masih banyak jalan yang bolong bolong, apalagi kalau hujan banyak kendara roda dua maupun empat masuk ke lubang.

Widya, hanya mendengarkan cerita Zahra. Apa yang diceritakan Zahra sebenarnya keinginan dan cita cita Zahra sejak lama. Tapi, kerena Zahra tidak punya fasilitas, seperti rak dan buku maka keinginan itu di pendam.

Buku buku yang di miliki Zahra. belum begitu banyak. Masih belum memenuhi kebutuhan para pemustaka.

BRAK!

Sebuah pukulan mendarat di atas meja. Untung saja mejanya tidak terbelah Juga. Zahra dan Widya kaget melihat orang yang di depannya.

Baron!

"Apa apaan sih kamu? Datang datang!" Seru Zahra terusik.

"Aku hanya sangsi saja, keinginan Lo begitu muluk." tawa Baron mengejek.

"Suka suka gue aja. Emang gue minta bantuan dari Lo," kata Zahra mulai tidak nyaman.

Zahra langsung beranjak dari duduknya. Tapi, Baron langsung menghalanginya. Widya memukul Baron. Baron, langsung mendorong tubuh Widya, tubuh Widya terjerembab jatuh..Melihat, itu semuanya Zahra berang sekali. Ia, langsung menampar muka Baron dengan kerasnya.

Baron yang tidak menduga itu hanya mengusap. Tatapan matanya langsung beringas. Zahra hanya cuek saja. Ia, langsung berdiri dan hendak menghindar dari Baron.

Tapi, pria itu memegang lengan Zahra dengan kuat. Sampai Zahra meringis kesakitan.

"Lepaskan?" berontak Zahra dengan kuat. Tapi, ngenggaman tangan Baron sangat kuat sekali. Zahra kesakitan.

Widya, yang melihat itu. Ia bangun dari jatuhnya. Lalu menghampiri Baron, ia langsung memukul pundak Baron dengan kerasnya dengan tas yang ia bawa.

Zahra, berhasil melepaskan tangannya. Dari ngenggaman tangan Baron. Akhirnya Zahra kabur dari tempat itu..Melihat Zahra kabur, Widya juga ikut kabur.

Baron yang melihat itu geram.

Zahra keluar dari cafe. Sebelum.keluar, ia langsung membayar makanannya di kasir. di ikuti oleh Widya. Mereka pindah tempat.

Zahra, hanya bisa menarik nafas dalam dalam. Dan, menghembuskan ya kembali. Kalau ingat kejadian beberapa bulan dengan Baron ia hanya mendesah saja..

Baron tidak suka ia.dekat dengan Ageng! Ya, sudah lama ia dan Ageng dekat. Mereka selalu jalan berdua. Kadang makan, jalan bareng dan olah raga bareng.

Baron cemburu.

Yupz! Ia dan Baron pernah pacaran. Tapi tidak terlalu lama, ia minta putus. Zahra tidak mau lanjut kerena ia merasa tertekan. Baron tidak suka ia dekat dengan cowok. Dengan Widya juga tidak boleh. aneh kan.

Setelah putus. Ia lebih baik menghindar demi Baron. Tapi, laki laki itu meminta balikan lagi..Tapi Zahra tidak pernah menggubrisnya.

Entah! Dulu, ia sampai mau sama Baron. kalau inget ia hanya bisa mengelus dadanya saja. Dan lebih tidak sukanya lagi, kalau ia ngomongin masalah tentang keinginan dirinya. Baron seakan akan alergi untuk mendengarkan..

Baron seperti tidak mau tahu. Jadi, ia tidak mau kalau curhat apapun juga tidak pernah di dengar atau di perhatikan.

Kalau sama Ageng ia nyaman banget. Nyambung kalau ngobrol juga. Tapi, begitu kalau ia bersama Ageng. Lalu di lihat oleh Baron, pasti Baron nyari ulah. Bete kan..

"Tuh, anak tahu aja kalau aku keluar." ujar Zahra pada Widya. Sekarang mereka berada di alun alun Serang.

"Mungkin kalian jodoh!" canda Widya..

"Wid!" teriak Zahra tidak suka.

Widya tiba tiba berteriak keres. Kerena pahanya di cubit oleh Zahra dengan kuat. Zahra tertawa. Widya manyun. Ia, mengusap bekas cubitan tangan Zahra.

Keduanya asyik melanjutkan obrolan yang terpotong di cafe. Entah sampai berapa mereka asyik mengobrol sampai hari mulai sore.

Akhirnya, mereka pulang ke rumah masih masing. Mengunakan angkot. Zahra langsung ke ciruas, sedangkan Widya ke Ciloang.

Dari Alun alun, mereka naik angkot yang sama menuju terminal. Tapi, Widya turun di depan Rumah Sari Asih. Dari depan Sari Asih melanjutkan ke Ciloang naik beca.

Sedangkan Zahra turun dari Pakupatan. Dari Pakupatan menuju Ciruas. Bisa naik angkot maupun ojeg. Tapi Zahra memilih naik ojeg daripada angkot.

Sampai rumah. Zahra langsung mandi dan merebahkan badan di kasur. Pikirannya jauh, menuju perdana.

Perdana, berada di kecamatan Sukaresmi. Sebuah perkampungan kecil. Penduduknya banyak bekerja sebagai petani, ada juga pedagang.

Biarpun perkampungan, tapi masalah pendidikan masih relatif. Ada anak yang putus sekolah. Sedangkan, pemerintah sudah membebaskan uang per bulan.

Tapi, masih ada juga yang memandang pentingnya pendidikan. Kerena melihat itu, Zahra ingin mengumpulkan anak anak yang putus sekolah untuk membaca di perpustakaan..

Ya, Ia ingin memiliki perpustakaan. Biar anak anak maupun remaja bisa mengunakan buku untuk belajar.

Tapi, keberadaan buku buku nya masih dipertimbangkan. Kalau sasaran anak anak otomatis bukunya juga harus anak anak.

Proposal.

Kata kata Widya terhiang kembali. Ya, Widya menganjurkan kalau Zahra, meminta bantuan buku dengan membuat proposal.

Proposal bisa di kirim ke penerbit. Widya juga memberikan idenya. Zahra bisa mengunakan tetangga untuk menyumbangkan buku, yang layak pakai.

Zahra, mengangguk seketika juga. Mungkin banyak tetangga tetangganya yang punya buku, daripada tidak digunakan lebih baik diminta itu buku bukunya.

"Ra, kamu lagi apa?" tanya bude, saat bude lihat Zahra lagi mengumpulkan buku buku hasil ia beli.

"Lagi di kumpulkan bude. Zahra, mau bikin perpustakaan di rumah."

"Itu, bagus, Ra. Daripada buku buku kamu numpuk tidak karuan lebih baik buat perpustakaan. Bikin perpustakaan bisa di sini juga, Ra. Ngapain pulang." kata budenya antusias mendengar rencana Zahra.

"Kalau disini udah banyak bude. Perpustakaan yang bisa di datangi oleh para pemustaka. Sedangkan di kampung kan jauh kalau mau ke perpustakaan." Kata Zahra.

Apa yang dikatakan Zahra ada benarnya. Misal kalau di Serang ingin ke perpustakaan bisa datang ke Perpustakaan Propinsi yang berada di depan Untirta..

Sedangkan di kampung?

Tidak ada sama sekali. Sekolah sekolah juga tidak menyediakan perpustakaan. Apalagi buat beli buku cerita, novel itu yang membuat pusing..Sedangkan anggaran buat perpustakaan ada. Itu, mengikuti kebijakan kepala sekolah masing masing.

Perpustakaan sekolah, paling ada juga sekolah menengah pertama dan umum. Itu juga bukunya berisi buku pelajaran buka buku cerita.