Nao berjalan di lorong sekolah yang sepi, pikirannya kacau dan dunia seakan memakinya dengan sempurna. Rasa bersalah mengurung dirinya hingga tidak ada celah sedikitpun, sesekali ia memukul kepalanya menggunakan botol bekas yang ia beli di rumah sakit.
Rasa marah, sedih, kesal seakan bergurumul dengan baik di hatinya, meskipun setiap ada yang menyapanya senyuman itu masih bisa terukir dengan lebar tetapi hatinya menangis meraung-raung.
Mengetahui Rei yang hari itu tidak jadi di bawa ke Singapore membuat Nao sedikit lega, meskipun ia tidak tahu kondisi yang sebenarnya terjadi seperti apa. Ia sudah niat besok jika mengetahui Rei akan terbang ke Singapore ia akan langsung tidak masuk sekolah, tidak peduli siapapun yang melarangnya termasuk ibunya.