Di tangga yang sempit, Sean yang satu ukuran lebih kecil dari kedua pria kekar tersebut terlihat menyedihkan. Namun, Sean menghindari tinju keduanya dengan santai. Dia melompat dengan ringan ke pagar pembatas tangga, kemudian menendang wajah salah satu dari mereka.
"Brengsek! Tendangan bajingan ini benar-benar menyakitkan!" salah seorang pria kekar itu mengumpat. Dia ditendang hingga langsung mimisan.
Sean tersenyum tipis dan sesumbar, "Biarkan aku memamerkan kehebatanku. Aku ini sabuk hitam dengan empat strip warna putih."
"Aku sabuk hitam dengan sembilan strip warna putih!" seru orang yang dipukul oleh Sean.
Orang itu mulai menendang Sean dengan penuh amarah. Sean melompat dari pagar pembatas, lalu meninju lawannya lagi. Dia menggelengkan kepalanya dan menertawakan lawannya yang masih tidak juga memahami orang seperti apa yang sedang dihadapinya.
Memang benar bahwa Sean merupakan pemegang sabuk hitam dengan empat strip warna putih. Sedangkan, setidaknya dibutuhkan kriteria di atas lima puluh lima tahun untuk bisa mendapatkan sabuk hitam dengan sembilan strip warna putih. Jadi, bajingan ini jelas tidak paham mengenai hal ini. Sementara, Sean sudah berlatih seni bela diri selama bertahun-tahun dan mempelajari lebih dari sekadar Taekwondo.
Buk!
Sean menggunakan teknik pukulan Bruce Lee hingga membuat lawannya memuntahkan asam lambungnya.
Brak!
Sean membanting seseorang yang badannya lebih berat darinya dengan menggunakan bahunya ke pagar pembatas. Dua preman profesional dengan mudah dikalahkan oleh Sean.
———
Keluarga Wangsa dan para tamu undangan telah berkumpul untuk merayakan pesta ulang tahun Nenek Wangsa di Hotel Marriott, Jakarta.
Jayanata berkata dengan ekspresi canggung pada Nenek Wangsa, "Bu, preman profesional yang kuutus berhasil dilumpuhkan oleh Sean!"
"Apa?!"
Semua orang jelas kaget mendengarnya. Ternyata si menantu tidak berguna ini merupakan seseorang yang memiliki keterampilan membela diri?
"Memangnya tidak ada yang bisa menaklukkan bajingan ini?!" Nenek Wangsa menggebrak meja dengan marah.
Tepat pada saat ini, Kuncoro Mangun, direktur perwakilan pesan-antar Kami Antar di Jakarta, datang untuk merayakan ulang tahun Nenek Wangsa dengan membawa hadiah. Melihat Kuncoro, tiba-tiba muncul senyuman di wajah Jayanata.
Kuncoro sebenarnya hanyalah orang kecil di Jakarta. Beberapa tahun yang lalu, saat tidak ada orang yang memandang bisnis pesan-antar makanan, dia hanya menghabiskan empat ratus juta rupiah untuk menjadi direktur perwakilan di Jakarta. Jika sekarang, bahkan menambahkan satu nol saja tetap sulit untuk bisa mendapatkan posisinya saat ini.
Sejak mengandalkan Kami Antar sebagai pohon uang dan sesudah mendapatkan sedikit uang, Kuncoro selalu ingin mendekati orang-orang kalangan atas Jakarta. Hari ini, Nyonya Besar keluarga Wangsa berulang tahun yang kedelapan puluh. Jadi, Kuncoro ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk menyenangkan keluarga Wangsa dan agar dikenal oleh keluarga itu.
Jayanata berjalan ke depan untuk menyambut Kuncoro dengan senyuman, "Bos Kuncoro, selamat datang! Bagaimana kabar Anda akhir-akhir ini?"
Kuncoro memegang botol anggur merah di satu tangan dan menjabat tangan Jayanata dengan tangan lainnya. Lalu, dia menjawab, "Terima kasih atas perhatian Direktur. Kabar saya sangat baik."
Setelah itu, Kuncoro berjalan menghampiri Nenek Wangsa dan memberikan anggur merah yang dibawanya.
"Nyonya Wangsa, saya dengar Anda suka meminum Romanee Conti yang berusia 90 tahun. Ini untuk Nyonya. Saya ucapkan selamat ulang tahun dan panjang umur!"
Nenek Wangsa bangkit untuk berdiri dan mengucapkan terima kasih, "Terima kasih, Bos Kuncoro. Anda benar-benar perhatian."
Setelah itu, Kuncoro bertanya, "Bagaimana kabar Nyonya akhir-akhir ini?"
Nenek Wangsa menghela napas. Begitu Kuncoro melihat reaksi Nenek Wangsa, dia segera bertanya pada Jayanata, "Direktur, sepertinya Nyonya Wangsa sedang dalam suasana hati yang buruk, ya?
Jayanata ikut menghela napas, kemudian menjawab, "Saya tidak takut ditertawakan oleh Bos Kuncoro. Keluarga Wangsa kami ini memang sedang mengalami kesulitan. Apakah Anda ingat Sean? Menantu laki-laki yang tinggal di rumah saudara laki-laki saya?"
Kuncoro mengangguk. Giana, seorang wanita tercantik di Jakarta, menikah dengan seorang pegawai biasa tiga tahun lalu dan menyebabkan kehebohan di seantero Ibukota.
Pada saat itu, Kuncoro membenci dirinya yang bukan Sean. Dia juga merupakan orang kecil tanpa latar belakang dan juga berhubungan dekat dengan putri dari keluarga kaya raya.
Jayanata melanjutkan, "Si biadab itu tidak hanya berselingkuh, tapi juga memukuli putra saya. Lihatlah! Putra saya sudah dipukul olehnya!"
Pada saat itu, barulah Kuncoro memperhatikan luka di wajah Sandi. Namun, di detik ini Kuncoro juga merasa berada di posisi yang sulit. Dia hanyalah orang kecil, jadi mana pantas dia mengurus urusan rumah tangga orang lain?
Kuncoro berkata, "Sayangnya saya tidak memiliki koneksi di Jakarta. Jika Direktur saja tidak bisa menangani masalah ini, sepertinya saya juga tidak akan bisa membantu. Jika tidak, saya pasti akan memberi pelajaran pada si tidak berguna yang tidak tahu berterima kasih itu!"
Jayanata menepuk bahu Kuncoro dan membalas, "Bos Kuncoro, Anda terlalu rendah hati. Sebenarnya Anda benar-benar bisa membantu kami dalam masalah ini."
Sandi tidak bisa menahan diri untuk tidak menyahut dan memberitahu, "Bajingan itu adalah karyawan Anda. Dia mengantarkan makanan di Kami Antar!"
Ketika Kuncoro mendengar perkataan Sandi, dia sontak terkejut dan langsung berkata, "Sean adalah karyawan di pesan-antar Kami Antar? Direktur, serahkan masalah ini pada saya!"
Kuncoro adalah direktur perwakilan pesan-antar Kami Antar di Jakarta, jadi tentu saja dia memiliki kuasa atas hidup-mati Sean dan bahkan mengetahui keberadaannya.
Kuncoro segera menelepon.
"Halo, Sapto? Periksa nomor telepon karyawan yang bernama Sean Yuwono. Berapa nomornya? Selain itu, periksa juga di mana posisinya sekarang… Ya! Segera beri dia pesanan untuk diantar ke Hotel Marriott."
Setelah selesai menelepon, Kuncoro berkata pada Nenek Wangsa dengan hormat, "Nyonya Wangsa, parasit itu akan segera datang. Nanti saya akan melampiaskan amarah Anda di depan umum!"
Nenek Wangsa, Jayanata, dan Sandi, semuanya tersenyum.
———
Lima belas menit kemudian, Sean yang mengendarai sepeda motor tiba di pintu masuk Hotel Marriott.
Sean menghubungi nomor telepon pelanggan dan berkata, "Tuan Mangun, pesanan Anda sudah tiba. Saya berada di pintu masuk Hotel Marriott. Mohon Anda keluar sebentar untuk mengambilnya."
Sementara itu, Kuncoro sedang berada di lobi hotel sambil mengobrol dengan Nenek Wangsa dan yang lainnya. Kuncoro memerintahkan, "Antar ke dalam!"
Sean mendongak dan melirik pintu masuk hotel berwarna pelangi yang mewah dan bertuliskan 'Ulang Tahun ke-80 Nyonya Wangsa'. Lagi pula, Hotel Marriott adalah hotel terbaik untuk pesta ulang tahun di Jakarta. Sean pun menduga bahwa seluruh keluarga Giana berada di sini.
Sean berkata, "Hotel tidak mengizinkan pengantar makanan masuk ke dalam, jadi Anda ambil keluar saja."
Kuncoro menutup mikrofon ponselya dan meminta instruksi dari Nenek Wangsa, kemudian berkata, "Oke, tunggu aku di pintu masuk!"
Dua menit kemudian, Kuncoro terlihat keluar bersama seluruh orang dari keluarga Wangsa.