Paman sebenarnya sudah sangat muak melihat wajah Wati. Tapi tetap ditahannya api kemarahan yang sedang menguasai dirinya itu, karena takut jika ibuku terkejut lagi dan akibatnya bisa fatal.
Anehnya, Wati juga tidak merasa sedih atau perasaan kecewa lainnya, setelah ditalak oleh Pamanku. Dia malah dengan santainya berjalan hilir mudik di depan Paman. Tidak jarang dia juga menyindir Paman dengan kata-kata yang pedas.
"Mas Slamet, maaf kalau aku membuat keributan tadi. Sehingga Mbak Manah menjadi kambuh lagi," ujar Paman merendah.
Bapak juga sebenarnya masih sangat kecewa, tapi Bapak juga tahu kalau kesalahan mutlak ada pada Wati, toh sekarang Paman juga sudah memberikan keputusan yang tepat, dengan menceraikan Wati.
Bapak hanya menjawab dengan anggukan. Lalu mulai menyulut sebatang rokok.