Chereads / Anaya dan Hujan / Chapter 5 - Anaya dan Hujan Bab 5

Chapter 5 - Anaya dan Hujan Bab 5

"Selamat pagi Nona manis, silahkan sarapan dulu disini sudah tersedia susu hangat dan waffel, aku keluar dulu untuk menghisap ketenangan asap rokok berperisa mint," ujar Raka setelah menyimpan baki berisi waffel dan susu untuk Anaya.

Gadis itu bangun dan merapihkan tempat tidurnya, lalu pergi kekamar mandi untuk membersihkan tubuh. Kembali ke meja makan untuk sarapan, sedangkan laki-laki ith tengah asik menghisap sebatang roko ditemani segelas kopi.

Lalu Anaya menghampirinya. "Pergi kemana setelah ini?" tanya Anaya.

"Kita pergi ke suatu tempat dimana seseorang pernah bersama ayahmu dulu," jawab Raka. Tapi siapa seseorang itu?

"Siapa?" tanya Anaya.

"Rahasia hahaha!!" ledek Raka pada Anaya.

"Orang aneh," jawab Anaya singkat dan berlalu menjauh dari Raka.

"Hei mau kemana jangan keluar bahaya!"

"Bahaya apa--"

Dorr!! Dorr!!

Suara senapan dan peluru melesat dengan cepat, hampir mengenai Anaya. Ternyata terkaan Raka benar, sudah ada yang mengincar Anaya jauh sebelum sampai kepenginapan.

"Jangan menjauh dariku," ucap Raka tegas. Anaya tidak berkutik, dia juga kaget darimana asal peluru itu?

"Jadi apa aku harus belajar memakai senapan juga?" tanya Anaya. Good job, perempuan seperti ini berani juga, mandiri pula.

"Mau belajar? Jika iya kita berangkat ke basecampku sekarang," ajak Raka antusias, masih erat memeluk tubuh mungil Anaya.

"Aku hanya bisa memakai pisau, ingin mencoba hal baru juga," jawab Anaya. Dengan mata berbinar seperti memohon pada Raka untuk dilahap. Wajah imutnya.

Anaya dan Raka bergegas merapihkan semua barang dan pakaian yang kotor untung saja sudah di cuci dan kering. Menyiapkan beberapa senjata yang Raka bawa untuk berjaga-jaga.

Kembali ke mobil, memakai sabuk pengaman perjalanan selanjutnya akan dimulai. Menuju basecamp Raka jarak nya lumayan jauh dari penginapan.

Diperjalanan Raka dan Anaya bercerita banyak hal, mulai dari kebodohan Raka, yang lalai sampai dipuji oleh atasannya. Sampai pada saat Raka jatuh cinta pertama pada seorang gadis pengidap jantung koroner. Rasa cinta Raka padanya sangat dalam, dia rela membopong gadis itu ke rumah sakit, saat tengah malam kondisi tubuh Naila menurun jantungnya sedikit melemah. Raka bergegas menggendong dan membawanya kerumah sakit terdekat.

Flash Back….

Sungguh disayangkan, pada saat kritis orang tua Naila entah berada dimana. Orang tua Naila bercerai saat usianya 5 tahun, setiap bertengkar Naila menangis dikamar sendirian. Sampai usia remaja pertengkaran orang tuanya mengenai hak asuh anak masih berlanjut. Terkadang Naila minta maaf pada Raka jika seandainya dia pergi untuk selama-lamanya. Pernah berniat untuk bunuh diri.

Saat kritis dan diperkirakan hidup Naila tidak akan bertahan lama, orang tua itu masih saja bertengkar entah apa yang mereka ributkan. Raka, hanya berdoa demi kebaikan Naila, mencoba memanggil Naila yang koma sudah lebih dari dua hari. Dokter bilang, jantung nya sudah tidak kuat lagi, tidak ada cangkok jantung yang cocok dengan Naila, dokter meminta agar pihak keluarga mengikhlaskan apa yang sudah ditakdirkan Tuhan.

Sudah tiga hari Naila tidak sadarkan diri, Raka tetap setia menunggu kesadaran Naila. Baru saja Raka terlelap bersandar sambil menggenggam tangan Naila. Wajah dua orang gadis cantik nan imut nampak dari pintu kamar Naila, ternyata perempuan itu Naila membawa seorang perempuan dengan mata tertutup perban.

"Raka, jaga dia selama aku pergi, dia sudah aku anggap adik sendiri. Kamu sudah berjanji akan menjagaku bukan? Sekarang jaga dia juga, aku pamit pergi," ucap Naila sambil menyerahkan lengan gadis itu lalu menghilang bersama cahaya terang.

Raka tersadar karena suara pendeteksi denyut nadi dan jantung. Tinggal garis yang tersisa, Naila pergi untuk selamanya.

"Naila gadis yang kuat, dia baik, juga perhatian. Dia menyukaimu, dia juga sayang padamu. Dan, mata ini milik Naila," ucap Anaya.

"Heh, apa kamu yakin? Dia pernah bilang akan mendonorkan kornea matanya kepada orang lain. Aku juga tidak tahu siapa," kata Raka heran.

"Aku tahu karena saat itu ada dirumah sakit. Aku buta karena kecelakaan yang menyebabkan kornea mata rusak, mengerikan jika diingat. Kondisiku juga memburuk, kemungkinan akan mati--"

"Hush, jangan sembarangan jika bicara."

"Itu benar. Setelah operasi selesai, aku meminta formulir pendonor, dia Naila, cantik sekali sampai menyayangkan matanya berada pada manusia terkutuk ini," ucap Anaya dengan pandangan kosong mengarah kedepan.

"Hei jangan bilang seperti itu, kamu juga baik cantik lagi. Kakak yang ini sampai menyukai adik ini haha."

"Gombal lagi kupastikan tanganmu tidak bisa bergerak," ucap Anaya melemlar lirikan tegas, tajam, membunuh. Mungkin.

"Pantas saja melihat matamu, aku melihat sosok yang tidak asing. Baiklah demi menjaga kalian berdua, akan aku nikahi Deluna Anaya Davia," ucap Raka santai sambil melahap roti sandwich yang belum habis.

Plak!!!

Anaya memukul lengan Raka karena geram, "Aku masih sekola!"

"Iya nanti, sekolah dulu yang penting. Setelah wisuda aku akan menemuimu lagi, hahaha," ucap Raka dengan antusias.

"Fokus kedepan!" ucap Anaya murka.

_________________________

Sesampainya di basecamp, Anaya terus mengamati bentuk dan tipe senapan yang berjejer di dinding markas. Terdapat Shot Gun, MechineGun, dan beberapa tipe lainnya, bahkan senapan yang biasa dipakai snaiper biasa.

"Bagaimana cara menggunakan senapan ini?" tanya Anaya, sambil menunjukan senapan laras panjang. Raka mengambil senapan itu dan memasang beberapa peluru. Mengajak Anaya ke lapangan lalu mempraktekan.

Anaya mencoba memakai senapan itu lalu membidik pada papan yang sudah disediakan. Sekali bidik meleset, dua kali bidikan hampir mengenai tirik merah, tiga kali bidikan langsung mengenai titik merah.

"Yes! Akhirnya, woah senapan ini enak juga. Boleh ku pakai untuk menutup mulutmu?" ucap Anaya pada Raka.

"Ups galak juga yah, haha aku taku," ledek Raka lalu kabur menjauh dari Anaya.

"Permisi, kepada Raka saya menunggu anda dari tadi. Kenapa kamu berduaan terus!" ujar Kak Veri lalu mendekati Raka, hampir saja laki-laki itu diseret Kak Veri.

"Anaya, sudah selesai belajarnya? Ada yang ingin bertemu denganmu," ucap Kak Veri.

Anaya dan kak Veri sudah saling kenal sebenarnya, mereka pernah satu sekolah, Kak Veri adalah kakak kelas Anaya sebelum kelulusan Kak Veri dari sekolahnya.

Kak Veri mengajak Anaya pergi ke suatu ruangan, seperti ruang bos atau ruangan khusus. Basecamp nya rapih juga, seperti apartemen.

Kak Veri membuka salat satu pintu ruangan. Ada seorang perempuan, terlihat berusia lebih tua setahun-dua tahun darinya.

"Selamat siang Nyonya Melinda, apa gadis ini yang dimaksud?" tanya Kak Veri sedikit berhati-hati. Nyonya ini membawa senapan juga rupanya, Anaya juga harus siap takut-takut ada adu tembak.

"Ah iya benar, Veri silahkan saya ingin bicara berdua dengan gadis ini," ucap Nyonya Melinda. Lalu beralih kepada Anaya.

"Kamu, Deluna Anaya Davia bukan? Apa kamu kenal saya?" tanya Nyonya Melinda. Anaya nampak kebingungan, Nyonya itu berkata seperti sudah mengenal dirinya. Padahal Anaya sendiri tidak ingat siapa dia.

"Perlu diperjelas atau saya ingatkan lagi. Ini tentang perjuangan ayah kamu denganku, dalam mempertahankan kekuasaan dan menolong ibumu," ujar Nyonya Melinda. Sambil tersenyum ramah menatap Anaya dengan lembut.

"Ayah, ibu kandung, berarti anda ibu yang sudah merawat saya saat itu? Ibu yang menyayangi saya dan tidak melukai saya, kemana saja bu? Aku rindu," ucap Anaya menangis lalu memeluk Melinda.

"Aku juga merindukanmu Nak. Sudah sayang, kamu sudah kenal aku dan mengingat kisahku saja sudah senang, sekarang kembali dipertemukan Tuhan. Lalu, kamu mengenal Raka?" Melinda bertanya mengenai Raka. Laki-laki gila itu siapanya ibu Melinda?

"Dia laki-laki gila dan penakut," jawab Anaya singkat, sedangkan Melinda tertawa terbahak-bahak.

"Kenapa ibu tertawa?" tanya Anaya heran.

"Sejak kecil anakku yang satu itu sudah gila, ceroboh dan penakut. Gila disini, dia bisa berbuat apapun untuk orang yang dia sukai. Cerobohnya, suka salah senapan saat melakukan misi sampai lengannya luka. Dia juga penakut saat mendengar cerita mistis. Tapi dia juga menyukaimu, apapun yang akan dia hadapi saat bersamamu dia tidak akan melakukan kesalahan," jelas Melinda.

"Ja-jadi Raka anak kandung ibu?" Anaya masih merasa heran. Tidak mungkin, mengidam apa ibu saat Raka ada dikandungannya? Apa jangan-jangan, sejak menjadi janin Raka sudah meminta bermain sepak bola, dan membaca kata-kata gombal?

"Iya, sekarang anggap saja dia kakak atau kekasih Anaya, ibu serahkan pada--"

"Aku lebih suka disebut kekasih Bu haha," ucap Raka menyela pembicaraan. Melinda, yang mengakibatkan jeweran ditelinganya.

"Aduhh sakit Bu," Raka merintih sambil mengelus-elus tekinganya.

"Sudah ibu bilang jangan menyela pembicaraan!" ucap Melinda tegas lalu dibalas senyum oleh Raka.

Sudahlah, Ibu dan Anak sama saja. Anaya juga terlihat senang dengan mereka berdua. Indahnya kehidupan mereka, semoga Tuhan melindungi mereka.