Maya bersyukur sekali, karena masih memiliki orang-orang yang menyayangi dan juga peduli kepadanya. Dirumah kedua orangtuanya, Maya menemukan begitu banyak cinta, mulai dari teman semasa kecilnya yang masih stay dirumah berkumpul bersama kedua orangtuanya, atau sanak saudara yang jauh ikut berkumpul untuk menyambut kedatangannya. Maya menemukan ketenangan dan kebahagiaan, dia bisa melakukan apapun yang dia inginkan, menjadi dirinya sendiri, dia mendapatkan cinta dari orang yang dia cintai.
Maya benar-benar melupakan semua rasa sakit yang dia rasakan dalam rumah tangganya bersama Haris, hari-harinya selalu penuh senyuman kebahagiaan. Meskipun selama Maya dirumah ayah dan ibunya, Haris selalu mengatakan jika dirinya sangat merindukan istrinya itu. Sebenarnya Maya juga tidak menginginkan jauh dengan Haris, tapi kali ini di juga butuh waktu untuk sendiri, Maya sudah lelah bersikap seperti tidak terjadi apa-apa, dan dia juga lelah harus berpura-pura tersenyum didepan suaminya meskipun sebenarnya dia terluka.
Tidak banyak kata yang diinginkan Maya, dia hanya ingin diterima dan dicintai oleh ibu Mertuanya sama seperti Renata yang bukan siapa-siapa di keluarga Haris. Maya tidak menampik jika dirinya merasa iri terhadap Renata, dia juga selalu berusaha untuk terlihat kuat saat mendengar Ibu mertuanya memuji Renata, atau membandingkan dirinya dengan Renata. Berusaha bagaimanapun, Maya selalu terlihat salah dimata Nyonya Hartini.
Maya mengingat kembali moment saat dirinya dan sang mertua yang tengah menghabiskan waktu bersama, setidaknya dia pernah mendapatkan cinta walaupun tidak sebanyak yang dia harapkan dari mertuanya. Maya sendiri tidak mengerti kenapa ibu mertuanya bisa berubah seperti sekarang karena tidak ada penjelasan yang dapat membuat rasa penasaran Maya terobati.
"Maya, kamu sedang memikirkan apa?" tanya ibunya yang tiba-tiba muncul dari belakang.
"Enggak ada kok Bu, Maya cuma lagi ngebayangin misalnya Maya bisa tinggal disini lebih lama lagi. Maya pasti bahagia." ujar Maya kepada ibunya.
"Memangnya kamu sekarang tidak bahagia?" tanya Ibu Maya lagi.
Maya terdiam, dia baru sadar jika ucapannya tadi hampir mengungkapkan isi hatinya. Maya pun berusaha mengalihkan perhatian sang Ibu dengan pertanyaan lain.
"Oh iya Bu, Maya pengen makan sambil goreng ampela buatan Ibu dong. Lama banget Maya nggak makan itu. Boleh kan kalau Maya minta tolong buatin!" ucap Maya kemudian.
"Baiklah, nanti ibu buatin ya untuk makan malam. Sekarang kamu lebih baik mandi, terus ikut Ibu kerumah tante Wati, jenguk menantunya, itu loh istrinya Hendri, katanya dia baru saja melahirkan, dan sekarang sudah ada dirumah. Kamu mau kan?" kata Ibu Maya.
"Oke, Maya mandi dulu ya Bu, Ibu nggak ikut masuk sekalian?" tanya Maya sembari beranjak dari tempat duduknya.
"Enggak, kamu duluan saja, Ibu masih mau disini sebentar." jawab Ibunya.
Maya akhirnya pergi meninggalkan sang Ibu dan segera kembali ke kamar. Dia akan mandi dan bersiap untuk pergi bersama sang Ibu. Sementara Ibu Maya, masih duduk ditempat Maya sebelumnya, dia berpikir kata-kata yang terucap dari mulut putri kesayangannya itu.
Ibu Maya merasa jika terjadi sesuatu pada rumah tangga anaknya, tapi enggan untuk menanyakan hal itu langsung kepada Maya, mengingat Maya sendiri berusaha mengalihkan pembicaraan sebelumnya. Dari sana, Ibu Maya bisa menarik kesimpulan, jika memang Maya tidak bahagia. Tapi apa yang membuat Maya tidak bahagia, masih menjadi pertanyaan besar didalam pikiran sang Ibu.
* * *
Satu jam kemudian, Maya sudah siap untuk pergi. Ibu Lidya juga sudah menunggu Maya di depan, sementara ayah Maya sudah bekerja di kantor, kebetulan orang tua Maya memiliki usaha sendiri, yaitu usaha furniture yang masih melayani permintaan domestik.
"Yuk, Maya udah siap," serunya penuh semangat.
Ibunya melihat kearah Maya lalu tersenyum, Ibu Lidya memperhatikan Maya yang nampak jauh berbeda dari pertama kali kerumah, Maya yang dia lihat pertama kali adalah Maya yang tidak semangat dan penuh beban, dan Maya yang sekarang, adalah Maya yang sebenarnya, Maya putri satu-satunya yang ceria, dan penuh tawa. Ibu Lidya semakin kepikiran saja dengan masalah yang sedang berusaha disembuhkan darinya.
"Bu, kok malah ngelamun sih! emang Ibu lagi mikirin apa? Maya cantik kan? so pasti cantik lah, kan Ibunya begini." ujar Maya sambil menempelkan kepalanya pada kepala Ibunya. Menyamakan wajah yang dia miliki adalah hasil copy paste sang Ibu.
Ibu Lidya tersenyum, lalu mengusap atas kepala Maya dengan cinta.
Kemudian, mereka pergi meninggalkan rumah.
Disepanjang perjalanan, Maya terus bernyanyi menirukan lagu yang dia putar dari audio mobil Ibunya.
"May, nanti setelah pulang dari rumah ibu Wati, kita jalan-jalan dulu ya. Ibu sudah lama sekali enggak jalan bareng sama kamu. Dulu kita sering sekali menghabiskan waktu bersama, sampai Ayah cemburu karena nggak kita ajak pergi. Tapi semenjak kamu menikah, Ibu dan Ayah merasa sangat kehilangan anak kami yang paling bahagia dan ceria dirumah, tapi kami yakin, anak kami akan jauh lebih bahagia setelah menikah dengan orang yang dicintainya." ucap Ibu Maya yang membuat Maya terharu.
"Bu, Maya minta maaf ya, karena selama Maya menikah dengan Mas Haris, Maya jadi nggak pernah pulang, nggak pernah tengok Ayah dan Ibu dirumah, dan hanya bisa melalui telpon. Maya sebenarnya kangen... bangettt juga sama Ibu dan Ayah. Tapi seperti yang Ibu bilang, kalau setelah Menikah, anak perempuan adalah milik suaminya, dan wajib hukumnya mengikuti keinginan suaminya. Oleh karena itu, Maya berusaha menjalankan amanah itu Bu, sebaik dan sebisa Maya." terang Maya pada Ibunya.
Ibu Lidya tidak kuasa menahan air matanya, dalam hatinya mengatakan bangga memiliki anak perempuan seperti Maya. Berulang kali Ibu Lidya menciumi kening dan pipi Maya.
"Ibu tahu, kamu adalah istri yang baik Maya, tapi kamu juga harus ingat akan satu hal. Dalam rumah tangga, akan ada banyak sekali cobaan, entah dari lingkungan internal, maupun eksternal. Dan karena terlalu berat, terkadang sebuah rumah tangga bisa hancur begitu saja, rumah tangga yang dibina dan yang diimpikan bahagia, semua seakan tidak lagi berarti apa-apa. Tapi ada juga yang tetap fight untuk menjaga rumah tangganya, meskipun sebenarnya orang itu sudah lelah," ujar Ibu Maya kepada Maya.
Maya berpikir dengan perkataan sang Ibu. Lalu dia bertanya kepada Ibunya.
"Bagaimana caranya agar orang itu bisa bertahan Bu, kan seperti yang ibu katakan, jika sebenarnya orang itu juga sudah lelah. Bukankah lelah bisa menjadi salah satu alasan untuk menyerah?!" tanya Maya penasaran.
"Semua balik lagi sama diri kita masing-masing May, karena sejatinya, manusia itu memiliki pilihan, mau terus terpuruk dalam permasalahan itu sendiri, atau justru membahagiakan dirinya. Salah satu contoh simple adalah, kita bisa bercerita tentang permasalahan kita kepada orang yang benar-benar kita percayai. Atau menuangkan semua pikiran dan perasaannya kepada sebuah buku, itu akan jauh lebih membantu. Karena secara tidak langsung, kita seperti membagi beban itu. Tapi ada juga yang justru melampiaskan semuanya dengan cara negatif, mabuk, dan lainnya."
Setelah mendengar ucapan ibunya, Maya merasa lebih baik lagi, dia jauh lebih lega dari sebelumnya. Karena secara tidak langsung, dia juga menemukan sebuah solusi dari permasalahan yang memang seperti yang ia rasakan. Sementara Ibu Lidya, merasa lega bisa melihat Maya menemukan ketenangan hati setelah mendengar ucapannya itu.