Chereads / Pure Blood Rules (Indo Vers) / Prolog : Bloody Moon

Pure Blood Rules (Indo Vers)

YuuSa
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 4.1k
    Views
Synopsis

Prolog : Bloody Moon

Luna berlari secepat mungkin dibalik balik rerumputan tinggi yang memenuhi hutan yang juga dipenuhi banyak pepohonan lebat yang menjulang tinggi dimana cahaya bulan purnama malam ini hanya dapat tembus sedikit.

Luna melangkahkan kakinya dengan seringan mungkin, bahkan ia melepaskan alas kakinya dan rela menginjak tanah kotor yang penuh dengan bebatuan kerikil tajam dan patahan-patahan ranting pohon yang beberapa kali melukai kakinya.

Jantung Luna berdetak sangat cepat, fikirannya cukup kacau, ia juga diselimuti ketakutan yang mendalam yang membuat tubuhnya tidak berhenti bergetar dan bahkan lemas, namun ia harus tetap berlari sejauh mungkin dari tempat yang sudah dipenuhi dengan bau darah.

"Akh!," Luna meringis dan langsung menutup mulutnya yang mengeluarkan suara, bahkan ia menahan air mata dan tangisnya agar tidak pecah.

Luna beberapa kali tersandung dan terjatuh oleh batu ataupun akar pohon yang mencuat tumbuh keluar dari tanah, namun ia kembali bangkit dan berlari.

Lari... lari... lari... hanya itu yang bisa ia fikirkan.

Jantung Luna terus berdetak kencang dan selalu bertambah cepat saat ia mendengar suara angin yang menciptakan suara gemerisik pepohonan.

"Tolong..." batin Luna sambil terus berlari tanpa arah di dalam hutan karena ia tidak tau harus kemana lagi. fikirannya kacau, ia hanya tau satu tempat yang bisa ia pakai untuk bersembunyi karena itu adalah tempat biasanya ia bermain bersama dua orang temannya sekaligus tempat persembunyian rahasia mereka.

Luna masih mencerna apa yang baru saja terjadi padanya dan orang-orang di tempatnya 'itu' yang kini tidak lagi bernyawa.

"Gadis kecil. jangan lari terlalu jauh atau aku akan kesulitan mencarimu," ucap seorang pria yang sudah berada di hadapan Luna.

Luna terkejut sampai ia tidak dapat menggerakan tubuhnya. seluruh tubuhnya bergetar ketakutan menatap sosok pria dihadapannya yang tengah menyeringai dan menunjukan kedua mata merahnya pada Luna.

Luna hanya terdiam lalu terjatuh duduk saat pria itu mulai bergerak menuju dirinya. ia dapat dengan jelas melihat kuku-kuku tangannya yang panjang berlumuran cairan berwarna merah.

Darah... Luna tentu tau apa itu. itu adalah darah orang-orang yang telah pria bermata merah itu bunuh. orang-orang yang sangat Luna sayangi.

Mereka semua telah dibunuh monster peminum darah itu.

Luna tidak dapat menggerakan bibirnya, ia terlalu takut untuk menggerakan anggota tubuhnya yang hanya bisa bereaksi bergetar.

Jantung Luna berdetak begitu cepat, bahkan ia mungkin juga dapat merasakan jika jantungnya akan berhenti sebentar lagi.

"Suster Anna..." Luna hanya dapat menyebut nama itu dalam hatinya.

Pria bermata merah itu semakin mendekatinya perlahan karena ia tau Luna tidak akan bisa pergi kemana-mana dengan keadaannya yang seperti itu.

"Bagus. anak pintar tidak berteriak sama sekali..." guman pria itu.

Luna hanya bisa merasakan ketakutan luar biasa ditengah hutan gelap yang sepi malam itu dimana hanya ada dirinya dan mahluk menyeramkan di hadapannya yang perlahan menghampirinya.

SRAK!.

Luna kembali terkejut saat punggungnya telah terbentur dengan pohon setelah ia mundur perlahan-lahan sejak sosok itu mulai mendekatinya, namun kini sosok itu tak lagi mendekatinya karena fokusnya teralihkan oleh sosok yang mencakarnya sengan ganas.

"Hei bung. kita belum selesai. dan ingatlah, itu adalah mangsaku," ucap sosok yang mencakar sosok bermata merah itu.

"Werewolf sialan!. enyahlah kau anjing sampah!" umpat sosok bermata merah yang dicakar sosok bermata kuning keemasan yang menyalah.

Keduanya bertarung satu sama lain dan melupakan Luna. sedangkan Luna yang merasa mendapatkan kesempatan untuk kembali berlari segera menggunakan kesempatan itu.

Lari... Luna kembali berusaha menggerakan kakinya. Tak hanya pesan terakhir dari suster Anna yang mengatakan padanya untuk melarikan diri namun instingnya kini juga terus mengatakan hal itu padanya.

Keringat dingin membasahi tubuh Luna, ditambah angin malam yang membuat tubuh Luna semakin menggigil, namun dirinya tau. Luna lebih menggigil ketakutan daripada menggigil kedinginan.

Lari dan Lari. Beberapa kali Luna menengok ke arah belakang untuk memastikan tidak ada yang mengejarnya karena dua monster itu sedang bertarung satu sama lain.

Setelah melewati lima pohon mapel yang tumbuh sejajar, Luna dapat melihat tempat persembunyian rahasianya yang berupa sebuah gua yang tidak dalam, namun bagian bawahnya cukup dalam.

Luna mulai merasakan sedikit lega, namun ia harus tetap berlari masuk kedalam gua itu.

Namun saat Luna hampir mencapai dalam bagian gua dimana ada sebuah pintu buatannya dan dua orang temannya yang tersembunyi di balik tanah, ternyata ia mendapati pintu itu sudah terbuka dengan bekas galian.

Bekas galian itu begitu familiar dan ia kini tau jawabannya setelah melihat seekor serigala keluar dari lubang tempat persembunyian rahasianya yang sesungguhnya.

"Se-serigala..." guman Luna yang kembali terkejut.

Serigala itu tentu merasakan kehadiran Luna dan kini serigala itu menatap tajam ke arah Luna yang lagi-lagi tubuhnya membeku dan tidak dapat digerakan. ketakutan menyelimutinya lagi saat Luna menatap dua tatapan tajam yang bersinar dibalik kegelapan, dimana tatapan tajam itu berasal dari dua serigala yang memiliki warna mata yang sama dengan sosok yang mencakar sosok vampir yang mengejarnya.

Tubuh Luna bergetar saat serigala-serigala itu mulai mendekati dirinya. Luna berusaha untuk menggerakan kakinya karena tepat dibelakangnya adalah mulut gua yang terbuka lebar dimana seharusnya ia bisa melarikan diri dari tempat itu.

Insting Luna terus mengatakan padanya untuk segera lari karena jika tidak lari ia akan berakhir sama.

Ia akan mati....

Luna pun akhirnya bisa menggerakan tubuhnya walaupun serigala-serigala itu tetap mengawasinya, ia tetap bergerak perlahan-lahan untuk mundur.

Tuk.

Cahaya bulan purnama yang masuk untuk menerangi gua kini telah hilang membuat Luna terkejut, namun ia tau ia tidak terkejut karena hal itu melainkan karena sosok yang mengahalangi cahaya itu masuk.

Luna menoleh ke belakang dan membelalakan kedua matanya saat ia melihat sosok bermata amber telah berdiri di mulut gua menghalangi jalan untuk dirinya pergi.

Luna terjebak di antara serigala dan sosok bermata amber yang penampilannya sangat berantakan juga menyeramkan karena ia memiliki telinga dan ekor serigala bahkan taring dan kukunya mencuat panjang dan tajam dengan terhias cairan berwarna hitam pekat yang memiliki bau yang aneh di indra penciuman Luna.

Luna tak bergeming, bahkan otaknya berhenti berfikir, dan hanya tersisa instingnya yang terus bicara bahwa dirinya akan mati.

Tubuh Luna terus bergetar dan membeku. ia ingin sekali berteriak namun ia tidak dapat menggerakan bibirnya, ditambah mustahil ada yang mendengar suaranya jika ia berteriak pun karena ia berada jauh di dalam gua yang terletak di hutan, dan ditambah lagi hari masihlah malam dimana semua orang terlelap.

Perlahan sosok manusia serigala itu mendekati Luna setelah ia melempar kepala vampir yang ia lawan tadi dimana kepala itu langsung berubah menjadi abu dan melebur terbawa hembusan angin.

"Gadis kecil kau benar-benar beruntung terpilih menjadi seorang Luna bangsa kami," guman sosok manusia serigala itu yang membuat Luna bingung dengan ucapannya karena namanya sendiri adalah Luna.

"Apa maksudnya seorang Luna?," batin Luna heran namun rasa penasarannya telah teterkubur dengan cepat karena digantikan dengan rasa takut.

Deg... Deg... Deg...

Jantung Luna terus berdetak dengan cepat dan air matanya sudah keluar walaupun ia tidak bersuara sama sekali.

"Namun kudengar kau memiliki darah yang spesial. Jadi biarkan aku yang menandaimu terlebih dahulu," guman sosok itu yang ucapannya sama sekali tidak Luna ketahui dan bahkan ia berharap bahwa dirinya sedang bermimpi dan berharap ia segera bangun dari mimpi buruknya.

Namun sangat disayangkan, harapannya hanya menjadi sia-sia karena malam ini adalah malam mimpi buruknya menjadi nyata.

"Aaa!," Luna akhirnya mengeluarkan suaranya, namun bukan untuk meminta tolong melainkan untuk berteriak karena sosok itu telah mencengkram kedua tangannya dan mengunci pergerakannya.

Luna dapat melihat taringnya yang mencuat dan kedua mata serigala itu yang sama menyeramkannya dengan mata vampir yang menatapnya sebelumnya.

Crak!. Slurph!. Dor!.

Tubuh Luna menjadi lemas seketika saat taring tajam nan dingin itu menancap di kulitnya. ia dapat mendengar dan merasakan darahnya dihisap namun secara bersamaan sosok yang menggigitnya terjatuh dan mati.

Luna menoleh ke arah mulut gua dimana ia melihat seseorang dengan sebuah pistol yang bersinar karena terkena pantulan cahaya bulan berada di tangannya.

"Oh. aku lupa untuk tidak membunuhnya," ucap pria yang tidak dapat Luna lihat wajahnya karena tertutup bayangan karena dirinya membelakangi cahaya bulan yang memasuki gua.

Pria itu masuk dan menghampiri Luna yang kini menjadi sangat lemas.

"Bau itu dari dirimu ternyata... anak kecil," guman pria itu yang hanya menatap Luna yang hampir tak sadarkan diri.

Luna tidak tau siapa pria itu namun ia kini merasa lega karena ia merasa pria dingin yang baru saja melepaskan tembakan pada manusia serigala itu bukanlah orang yang jahat, jadi Luna pun tak sadarkan diri dengan tenang.

Pria itupun menyimpan senjatanya lalu menggendong Luna yang berlumur darahnya sendiri di bagian tengkuknya karena sempat tergigit oleh manusia serigala itu.

"Pergi dan lupakan semuanya," guman pria itu pada dua serigala yang menuruti perintahnya setelah melihat kedua mata pria itu.