Priiitt!!!
Suara peluit berbunyi dengan nyaring, pertanda kalau kegiatan ekskul akan segera dimulai. Semua murid ekskul yang sudah datang langsung berkumpul dan berbaris, termasuk Reno.
Setelah barisan rapih tanpa dikomando, pria yang meniup peluit tadi pun berdiri dari kursinya. Semua murid berfokus pada pria yang sekarang berdiri di depan mereka itu.
"Assalamualaikum, selamat pagi semuanya" ucap pria gagah itu.
"Waalaikumsalam, selamat pagi Pak!" Semua murid terlihat bersemangat untuk mengikuti kegiatan ekskul hari ini.
Begitupun dengan Reno, ia berbaris di barisan paling depan demi melihat sosok yang sangat dikaguminya itu. Tatapan mata Reno tak henti-hentinya tertuju pada setiap lekukan otot lengan milik Sigit, yang benar-benar berhasil membuat napasnya tertahan.
Seusai menjelaskan apa-apa saja yang akan dilakukan untuk latihan hari ini, semua murid mengangguk paham dengan penjelasan dari Sigit. Semua murid mulai merenggangkan barisan karena mereka akan pemanasan, yang akan dilanjut dengan lari mengelilingi lapangan.
Kembali peluit berbunyi, peregangan otot dipimpin oleh Sigit sendiri yang ditiru oleh murid-muridnya. Reno mengikuti dengan seksama, meski tidak bisa dipungkiri kalau matanya sesekali mencuri pandang kepada Sigit.
"Reno, sini." Sontak Reno kaget, ketika ia sedang beristirahat dan melamun setelah selesai berlari mengelilingi lapangan. Ia langsung menengok ke sumber suara, yang mana yang memanggilnya adalah Sigit.
"Perlu saya ulang?" ucap Sigit lagi, lalu ia berdiri. Suara berat itu tentu membuat Reno tersadar, kalau Sigit benar-benar memanggilnya.
Kini Reno berjalan menuju ke Sigit yang sedang berdiri menunggunya. Seperti biasa, jantung Reno selalu berdebar-debar ketika sudah berdekatan dengan Sigit. Untungnya ia baru saja berlari dan berkeringat, jadi Sigit tidak mungkin curiga jika tiba-tiba suara detak jantungnya terdengar atau keringat dinginnya mulai bercucuran.
"I-iya Pak Sigit?" Reno tergugup lalu menelan ludahnya. Sigit tersenyum lalu mengelus kepala Reno ketika Reno tengah mendongak untuk melihatnya.
Yang mengelus tersenyum, sementara yang dielus ingin pingsan karena meleleh diperlakukan seperti itu.
Kini Reno benar-benar membatu sambil menatap ke wajah Sigit yang sedang tersenyum. Momen dimana Sigit tersenyum adalah momen yang sangat jarang terjadi, maka dari itu terus melihat wajahnya dan tidak ingin menyia-nyiakan pemandangan langka ini.
Sementara itu murid-murid yang lain ikutan bengong melihat Sigit yang sedang mengelus kepala Reno. Bengongnya mereka hanya beberapa detik saja, karena setelah itu murid-murid langsung heboh dengan sendirinya, terutama murid perempuan yang melihatnya. Ada yang cemburu, namun ada juga yang memicingkan mata kepada mereka.
"Aaahh, mau dielus juga sama Pak Sigit..." ucap salah satu murid dengan nada kecewa.
"Rela aku digituin setiap hari sama Pak Sigit..." ucap salah satu murid lain.
"Gapapa ilang perawan, asal yang ngambil Pak Sigit atau nggak Reno..." ucap salah satu murid perempuan sambil membayangkan apa yang baru saja dibilangnya.
"Kayaknya rumor soal Pak Sigit sama Reno itu pacaran beneran deh, soalnya mereka deket banget" bisik murid yang sedang duduk bersama teman dekatnya.
Semenjak kedekatan Reno dengan Sigit, muncul sebuah rumor yang mengatakan kalau mereka memiliki hubungan gelap tersebar dengan luas. Reno dan Sigit sendiri sudah mendengar hal, bahkan sering. Mereka berdua tidak peduli, karena itu hanyalah rumor dan bukan faktanya.
"Hei, kok bengong? Denger saya ngomong nggak?" Reno kembali tersadar saat suara berat milik Sigit terdengar. Ketika sadar, Reno menggelengkan kepalanya untuk mengenyahkan pikiran kotornya itu.
"I-iya Pak, maaf. Kenapa?" sahut Reno yang masih gugup.
Sigit mengambil kalung yang berisikan kunci dari lehernya, lalu ia memberikan kalung itu kepada Reno. "Seperti biasa. Keluarin bola basketnya, kalau udah selesai nanti masukin lagi." Reno mengangguk, segera ia mengambil kalung itu dari tangan Sigit.
Setelah Sigit tersenyum dan kembali mengelus kepala Reno, ia pergi menuju ke ruang OSIS untuk melanjutkan pekerjaannya.
Beberapa saat kemudian, senyuman Reno mengembang dengan kalung itu yang masih ada di tangannya. Sigit pernah berkata, misal kepalanya dielus olehnya, itu adalah tanda ucapan terima kasih Sigit kepada Reno karena telah membantunya.
Kemudian Reno berjalan menuju ke keranjang besi dimana tempat bola-bola disimpan. Ia membuka keranjang itu dengan kunci tadi lalu melemparkan bola basket yang akan digunakan nantinya. Kini mereka pun mulai latihan basket secara mandiri terlebih dahulu, sebelum akhirnya Sigit kembali untuk mengajar mereka lagi.
~ ~ ~
Pukul 11 lewat beberapa menit, kegiatan ekskul sudah selesai setelah dua jam berlangsung. Sebagian murid langsung pulang, sebagian lagi masih ada yang di sekolah. Entah menunggu dijemput, ingin bermain, atau ingin numpang Wifi gratis.
Reno sedang meneguk air mineral yang baru saja dibelinya di kantin. Kegiatan ekskul yang melelahkan, membuat air mineral berukuran 600 ml itu langsung habis dalam sekejap.
"Aaahh... mantap..." Reno menyandarkan dirinya di kursi kantin, kemudian ia menghela napas sambil memejamkan matanya untuk sesaat. Ada sedikit senyuman di wajah Reno, karena sekarang ia sedang memikirkan Pak Sigit yang mengelus kepalanya tadi.
"Udah di kantin aja lu."
Suara perempuan membuat Reno membuka matanya dan mengintip siapa yang berbicara. Ternyata itu Icha, yang sedang membawa segelas es teh manis di tangannya. Setelah menjatuhkan bokongnya, Icha langsung menyeruput es teh manis itu.
"Capek gue, seret juga tenggorokan gue. Kemana lagi kalo bukan ke kantin kan?" sahut Reno. Dengan punggung tangan, Reno mengusap keringat yang mulai bercucuran dari keningnya.
"Gimana hubungan lo sama bapak lo?" tanya Icha. Reno langsung menaikkan sebelah alisnya setelah mendengar pertanyaan itu.
"Maksudnya?" bingung Reno.
"Pak Sigit." Icha mengedipkan sebelah matanya kepada Reno, lalu tertawa terbahak setelahnya. Reno tersenyum kecil, tidak menggubris perkataan Icha barusan.
"Yoga mana?" tanya Reno, sekaligus mengalihkan perhatian.
"Udah pulang kayaknya. Buru-buru tadi dia, nggak tau mau kemana." Icha menaikkan kedua bahunya, lalu kembali menyeruput es teh manis yang ada di depannya.
Reno mengangguk-angguk, lalu menatap teman baiknya yang berada di hadapannya itu. Terkadang, muncul pertanyaan di pikiran Reno ketika sedang berduaan dengan Icha.
Icha, adalah perempuan cantik, Reno sendiri pun mengakui itu. Memang tidak secantik model-model atau idol Korea, Icha cantik ala orang Indonesia. Rambutnya hitam panjang terurai, wajah yang bersih terawat, bahkan tubuhnya ideal. Sayangnya, cantik seorang Icha belum bisa membuat orientasi seksual Reno kembali ke jalan yang seharusnya.
Seusai istirahat sejenak di kantin, mereka berdua berjalan menuju ke tempat parkir untuk mengambil motor mereka. Hari sudah semakin siang, jadi mereka putuskan untuk pulang karena sudah tidak ada kegiatan lagi di sekolah.
Ketika Reno dan Icha sudah siap dengan motornya, tiba saja Icha menengok ke arah Reno sambil menaikkan alisnya. Reno pun bingung karena tidak biasanya Icha seperti itu.
"Kenapa?" tanya Reno yang kebingungan.
"Kayaknya lo sayang banget sama bapak lo?" sahut Icha.
Reno yang sudah tau kalau 'bapak' di sini adalah Pak Sigit, mengerutkan keningnya sambil menatap bingung ke Icha. "Sayang gimana sih?" tanya Reno lagi.
"Kalung kunci keranjang sampe dibawa-bawa" balas Icha.
Setelah melihat ke arah bawah, benar saja apa yang dikatakan Icha. Kalung kunci yang tadi diberikan oleh Sigit masih tercantol di lehernya. Reno langsung menepuk jidat karena ia lupa mengembalikan kunci ini.
"Haduh, lupa gue." Dengan tergesa-gesa, Reno kembali memarkirkan motornya lalu melepas helm yang sudah ia pakai. Kemudian ia berjalan menuju ke ruangan OSIS, ruangan dimana Sigit bersemayam.
"Gue duluan ya Ren!" teriak Icha dari kejauhan.
"Iya! Hati-hati!" balas Reno dengan suara yang tak kalah nyaring. Kemudian ia berlari kecil menuju ke ruang OSIS.
Sesampainya di depan ruang OSIS, Reno menelan ludah. Kini ia takut kalau Sigit akan menghukumnya karena lupa mengembalikan kunci keranjang bola.
Secara perlahan, Reno mulai mengetuk pintu ruang OSIS itu lalu membukanya setelah beberapa detik kemudian. "Assalamualaikum." Kepala Reno melongok masuk dari pintu, setelah itu barulah ia masuk ke dalam ruang OSIS.
Di dalam ruangan OSIS, udara selalu dingin karena AC pasti menyala. Tidak ada tanda-tanda kalau ada kehidupan di ruangan depan ini. Reno kembali melangkahkan kakinya menuju ke ruangan belakang, ruangan yang biasanya berisi barang-barang sekaligus tempat Sigit beristirahat atau bekerja.
Baru saja Reno membuka gorden sebagai pembatas antara dua ruangan itu, tiba-tiba saja jantungnya berdebar bukan main ketika ia melihat hal yang di luar dugaan. Dengan susah payah Reno menelan ludah, tubuhnya membatu dan matanya tidak berkedip sedetikpun.
Untuk pertama kalinya, Reno melihat guru olahraganya itu telanjang dada dengan otot-otot dan lekukan tubuhnya yang terlihat sangat jelas. Tubuh kekar, dada bidang, otot lengan, serta enam kotak di perut Sigit sukses membuat Reno menahan napasnya.
"Terlalu sempurna" batin Reno.
* * *