"Makanlah, semua nya tidak mengandung bawang putih."
Vance tahu bahwa Rachel sebenarnya tidak bisa makan makanan yang mengandung bawang putih, Ia Alergi dengan bawang putih. Untuk itu, Vante menyuruh chef untuk membuatkan makanan khusus untuk Rachel atas permintaan nenek kim.
Kami hanya diam menikmati sajian yang sudah di hidangkan di atas meja lalu memakan nya tanpa mengobrol. Jika rachel makan dengan santai, lain dengan Vante yang sedang memikirkan sesuatu. Sesekali Vante menatap Rachel. Begitu banyak hal yang ada di kepala Vante setelah Rachel mengatakan banyak hal pada nya tadi.
Rachel memperhatikan Vante yang tidak sama sekali menyentuh makanan nya. "Cepat makan, jika ingin pulang.. aku ada tugas besok." Ucap rachel mengingatkan jika dirinya ada tugas yang harus di kerjakan besok, perlu di ingat lagi jika Rachel adalah mahasiswa yang harus menyelesaikan studi nya.
Vante tidak menjawab dan masih termenung, tidak mendengarkan Rachel yang menyuruh ya memakan makanan nya.
"rachel…"
"Hm,"
"Kau benar, aku seharusnya memutuskan sendiri apa yang menurutku bahagia."
"Jadi, kau akan membatalkan pernikahan ini?"
Vante menggeleng. "Tidak, pernikahan ini akan tetap terjadi."
-
-
Vante memilih untuk pulanga ke kediaman nya sendiri dan tidak menginap di rumah kedua orang tuannya untuk menghindari banyak pertaan yang akan di tanyakan untuk nya setelah pergi berkencan dengan rachel. Atau tidak? kami hanya makan malam dan tidak terlalu banyak mengobrol.
Vante baru selesai menggosok gigi serta mencuci wajahnya, rutinitas yang biasa ia lakukan sebelum tidur. Ia juga menyempatkan diri untuk membalas beberapa pesan dari rekan bisnisnya. Vante menarik napas. Ia membaringkan tubuhnya di ranjang, karena seharian penuh ia harus bekerja ekstra dengan bergulat dengan banyak nya kertas putih yang Sudah menunggu di periksa olehnya. dan juga hal yang baru saja ia lakukan barusan dengan Rachel.
Vante menatap langit-langit atas atap mengingat ucapan yang di lontarkan Rachel padanya tadi. Bayangan dan ucapan yang di katakan Rachel seketika melekat di pikir Vante. "Lakukan apapun yang ingin kamu lakukan, kau sudah dewasa".
Vante menghela nafas. Ada rasa janggal yang ia rasakan setelah Rachel mengatakan banyak padanya. "kau benar, aku seharusnya melakukan apapun karena aku sudah dewasa, aku akan melakukannya padamu, Rachel." Gumamnya sendiri.
Entahlah, ada sesuatu yang tengah di sembunyikan Vante tentang rencana yang akan ia lakukan pada Rachel, semua rencana sudah pernah ia katakan sebelumnya. Akan menikahi Rachel dan akan tetap mencari Vera meskipun Wanita yang akan menjadi isterinya itu tahu semuanya. "Ini pilihanmu sendiri, Rachel. Sayang sekali, kau membuka jalan untuk ku melakukan apapun kedepannya."
Sudah sangat lama Vante merasa bimbang dengan keputusan nya untuk melakukan apapun karena tuntutan dari kedua orang tua nya dan juga nenek nya. di tambah, ia yang sudah kehilangan separu hatinya karena Vera menghilang dan tidak bersamanya.
"Aku akan merubah rencanaku"
-
-
-
Di pagi hari aku sedang bersiap-siap untuk pergi kuliah, sudah ku katakan bukan, jika hari ini aku sibuk karena ada pekerjaan yang harus ku urus. Ya, dosen menyuruhku untuk datang cepat untuk mengerjakan sesuatu, mengerjakan banyak tugas dan satu hal yang harus membuatku berangkat pagi adalah untuk menaiki bis agar tidak terlambat.
Aku turun dari kamar dan melihat nenek dan paman yang sedang mengobrol smabil menikmati secangkir kopi di atas meja makan tengah. "Mau kemana pagi-pagi sekali?." Tanya paman.
"Ada tugas dari kampus, aku harus berangkat sekarang." Jawab ku sambil mengambil wadah berisi kue yang akan ku letakan di kantin kampus. Sudah menjadi rutinitasku menjual kue-kue bukan.
Oh iya, Nenek dan paman ku akan menginap di rumah selama beberapa hari, yak arena pernikahan ku yang akan di laksanakan lima hari lagi.
"Vante akan mengantarmu….
"Apa!.." Aku melebarkan kedua mataku karena terkejut. "Tidak, aku tidak mau di antar oleh pria itu!." tolak ku.
" Kenapa? kenapa tidak mau? Dia kan calon suamimu." Ucap paman heran.
Aku mendesih ."Apa nya calon suami, dia saja bahkan tidak menyukaiku, kenapa aku harus menikahinya? Cih, apa nenek tahu? Dia itu menyukai gadis yang berpakaian seksi dan berbibir tebal, apa nenek tahu, dia menyebutku culung kemarin malam….
Saat aku ingin meneruskan ucapanku, aku berbalik dan melihat Vante sedang duduk di sofa sambil mengangkat salah satu kaki nya di atas pahanya. "S-sejak kapan kau ada di sana."
Aku memalingkan wajahku ke arah dimana Nenek dan paman ku duduk, Mereka sudah menghilang dan membiarkan ku terkena masalah. "Ais, menyebalkan." Gerutuku kesal. Tanpa aku sadari, Vante sudah berdiri di depanku.
"Jadi, kau ingin aku mencintaimu, Hm."
"t-tidak, siapa yang mengatakan itu, tidak ada."
Vante melangkah perlahan ke arahku, matanya masih menatapku lekat tanpa berkedip. Sekarang wajahnya sangat dekat dengan wajahku, kejadian ini pernah terjadi saat Vante memasangkan sabuk pengaman. Aku sedikit mundur untuk membuat jarak di antara kami. "Dari bicaramu tadi, kau ingin aku mencintaimu, Apakah itu benar?." Tanya nya sekali lagi.
Tidak, ini tidak bagus, Jarak kami sekarang sangat dekat. Aku tidak bisa bernafas karena wajah Vante tepat di depan wajahnya. Aku juga bisa merasakan keringat membasahi dahiku karena gugup.
Vante memperhatikan setiap inci wajah Rachel. Ia juga melihat keringat di dahi Rachel dan tersenyum smrik. "melihat ketegangan di wajahmu, aku bisa menebak bahwa kau tegang."
Oh, ayolah. Kenapa dia tahu jika sekarang ini aku tegang? bukan karena ada pria yang kini menatapku. Tapi melainkan hal lain. Bagaimana jika ada sesuatu yang benar-benar tegang? maksudku, pasti akan ada yang mengeras bukan? Pastinya semuanya bukan berasal dariku.
"Bukankah kau yang tegang?" tanyaku balik. Vante mengkerutkan alisnya. "Apa maksudmu?."
"Kau tahu betul apa maksudku tuan Vante," Kataku sambil mendorong tubuh pria itu untuk menjauh darinya.
Vante diam mencerna apa yang di maksud rachel. Butuh beberapa detik untuk nya abisa memahami maksud dari Wanita yang tengah berdiri di depannya ini. "Oh, rupanya kau tidak seperti yang ku pikirkan," kata Vante sedikit kesal.
Vante berpikir jika Rachel adalah gadis yang polos saat pertama kali bertemu, melihat bagaimana prilaku rachel yang sedikit pemalu membuatnya ingin mengerjainya dengan mendekatinya. Ternyata semua pikirannya salah, Rachel adalah gadis yang berbeda.
Bukan hanya berbeda saja.
Rupanya dia seperti gadis pada umumnya yang pernah Vante temui. Mereka berotak mesum, tidak malu.
"berhenti tertawa, apa kau tidak ingin ke kampus?." Tanya Vante mengubah pembicaraan.
Rachel berhenti tertawa dan memegang kepalanya ingat sesuatu. "benar, aku harus pergi! Akh, aku terlambat."