Di sebuah taman, Ada sosok laki-laki sedang duduk di kursi tepat menghadap danau di depan nya. ia melamun memikirkan sesuatu, Pria itu adalah Rafa. Kakak dari Sandra dan sekaligus dosen dari ketiga Wanita yang di kenal nya.
"Kakak… Apa yang tengah kau pikirkan?". Tanya Sandra yang melihat kakak nya tengah melamun sejak tadi. Ia lalu duduk dan meletakan minuman dingin dan beberapa cemilan ke samping nya.
Rafa menoleh ingin menanyakan sesuatu "Apa Salah satu teman mu akan menikah?"
Sandra menoleh dan menatap kakak nya dengan ekspresi terkejut. "Woah, bagaimana kau tahu.. maksudku, Kami tidak pernah membocorkan jika Rachel akan menikah dengan kakak nya, monica." Jawab nya terkejut. Ia bahkan menutup mulut nya menggunakan kedua tangan nya.
"Begitu, ya.'' jawab nya lesu.
Rafa mengambil minuman di samping nya yang tadi baru saja di beli Sandra. Entah gejolak apa yang di rasakan Rafa setelah mendengar Jika Rachel akan menikah dengan vante. Rafa sulit menerka perasaan nya sendiri.
"Ada apa? Kenapa kau diam?" Tanya Sandra heran.
"Ini mengejutkan…" Sahut Rafa pelan.
Rafa diam dan tidak mengatakan apapun lagi setelah nya, Entah mengapa ia sangat terganggu dengan perkataan Sandra barusan. mengetahui fakta jika Rachel akan benar-benar menikah dengan pria yang menarik paksa diri nya saat di kampus barusan membuat Rafa kepikiran.
Sebuah bayangan terlintas di pikiran Rafa, ia melihat wajah Rachel di bayangan nya tengah tersenyum ceria dan mengingat pertemuan pertama mereka saat rachel salah memasuki ruangan nya. Rafa juga mendengar suara Rachel samar-samar.
"Sandra…."
"Hm." Dehem Sandra tanpa menoleh.
"Ku rasa, kakak mu ini tengah jatuh cinta"
-
-
-
Huekkkk
Sial!
"Kau hampir membuat ku mati!" Kesal rachel yang tengah memuntahkan isi perutnya setelah Vante melajukan mobil nya dengan kecepatan tinggi. Vante melajukan mobil nya dengan kecepatan tinggi dan dengan itu ia baru saja menantang malaikat pencabut nyawa.
"Sudah?" tanya Vante dengan wajah seperti biasa. Datar, dan menyebalkan. Ia bahkan tidak peduli dengan rachel yang sekarang ini tengah muntah dan jangan lupakan wajah nya yang pucat seperti tidak ada darah.
"Bibi!..." teriak Vante.
Beberapa Detik kemudian, ada seorang Wanita paruh baya sekitar berumur 40 tahun menghampiri mereka berdua, lebih tepat nya datang saat di panggil Vante.
"Iya, Tuan…astaga, Nona kenapa?." tanya nya menghampiri ku.
"Bawa dia masuk, beritahu nenek jika aku sedang meeting sekarang… dan katakan Ini pada mereka," Ucap nya menatap Rachel datar.
"Aku sudah membawa yang mereka inginkan".
Vante Kembali masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Rachel Bersama Bibi yang tidak di ketahui nama nya ini. Rachel hanya mendesih kesal melihat prilaku vante.
"Pria menyebalkan." Desih nya menahan kesal.
Bibi itu tersenyum. "Silahkan masuk, nona. Yang lain sudah menunggu anda sejak lama…" Sahut nya sambil tersenyum.
Dalam keadaan lemah, karena habis mabuk darat, Ia menuntun Bibi itu dengan tubuh yang lemah. Sejak tadi, rachel hanya menyumpah serapah dengan pria yang menyebakan diri nya seperti ini. Jika saja rachel di kenal dengan sikap kalem dan lembut dengan orang-orang baru. Lain hal nya dengan orang yang sudah lama mengenal nya. mereka akan di hadapi Sifat asli rachel yang di kenal Bar-bar dan sering menyumpah untuk ke sialan untuk orang-orang yang membuat nya kesal.
"Mau cuci muka dulu?"
Rachel cengengesan. "Iya, bi.. aku tidak mungkin tampil seperti ini untuk bertemu bukan,—pria itu hampir membunuhku." Jawab rachel yang masih kesal. Jujur dengan Wanita yang lebih tua menurut nya tidak apa.
Bibi itu tertawa ." Masuklah ke dalam—bibi akan menunggu di sini."
Rachel tersenyum dan mengangguk. Ia langsung masuk ke dalam kamar mandi yang tidak jauh dari pintu masuk.
-
-
-
Gugup?
Mengkhawatirkan? Tentu saja, aku kini tengah duduk di sendirian di sofa menunggu kedatangan keluarga Monica yang kata nya ingin bertemu dengan ku. seharusnya Vante juga ada di sini. Sayang nya pria itu pergi karena ada keperluan pekerjaan yang harus di selesaikan. Kini, hanya ada aku dan bibi San yang tengah berdiri di samping ku menunggu kedatangan majikan nya.
"Bi, aku ingin pulang." Rengek ku takut. Selain darah ku hampir habis karena di bawa mengebut Vante. Sekarang kewarasan ku hampir hilang sebab akan bertemu dengan keluarga Monica dan ingin menanyakan sesuatu yang menjadi beban pikiran nya selama ini.
Bibi An tertawa . "Akan ada kejutan untuk, Nona, apa anda ingin melewatkan nya? "
"Kejutan?" heran ku bingung. Memang nya siapa yang akan memberi nya kejutan?.
"iya, Ada seseorang yang akan datang, Nona pasti senang."
Ini membuat ku penasaran, Siapa yang akan datang dan membuat ku senang? Baiklah, Aku akan menunggu kejutan ini sekarang. Pikir Rachel.
Tidak beransur lama, suara ketukan sepatu terdengar dari lantai dua Rumah. Tidak, mungkin akan lebih ke mansion karena luas nya rumah ini dan lapangan yang baru saja ia lihat. Rachel menoleh ke arah tangga dan melihat dua orang Wanita sedang menuruni tangga.
"Rachel? Kamu Rachel kan?." Tanya Wanita yang sedikit berumur. Aku bisa menebak jika Wanita yang berpakaian Rapi ini adalah Ibu dari Monica. Hanya melihat wajah nya saja mengingatkan ku dengan monica. Wajah mereka benar-benar mirip.
Wanita itu menghampiri Ku dengan tatapan berbinar. "duduklah… Nenek akan segera datang."
"Monica benar, ternyata kau sangat cantik.." Ucap Wanita berambut coklat yang tengah memegang sebuah permen di tangan nya.
Aku hanya diam sambil tersenyum, dalam situasi seperti ini aku tidak bisa berpikir jernih, aku snagat malu dan suansana sangat canggung sekarang, ini bagi ku.
Celina melihat sekitar dan mendapati Vante sejak tadi tidak terlihat. "Di mana, Vante? Bukan kah pria itu mengantarkan mu kemari?"
"A-anu, Tadi Tuan Vante mengatakan ada pekerjaan, kata nya ada meeting yang harus di kerjakan dan tidak bisa di tinggalkan----
San hee menoleh ke arah ibu nya yang sat aini tengha memejamkan mata nya, Wajah celina memerah menahan amarah. San hee menghampiri sang ibu dan mencoba menenangkan nya. "Tenang lah, tidak baik menunjukan keganasan ibu di depan menantu, Ibu…" bisik San hee sesekali menatap rachel yang terkejut.
Sedangkan bibi An menarik nafas dan membisikan sesuatu ke rachel ."Nyonya memang seperti itu—dia akan sangat marah jika putra nya tidak mendengarkan nya." Bisik nya.
Rachel mengangguk paham ."Aku yakin, pria itu selalu membuat darah ibu nya mendidih… aku bisa membaca nya." bisik Rachel membuat Bibi An tertawa.
"Heol, astaga--- isteri ku tinggi darah, ya?" Sahut pria yang tiba-tiba datang dengan sebuah koran di tangan nya.