Tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan nya. Yang ia prediksikan Vante adalah diri nya yang akan menikah dengan seseorang yang tidak ia cintai selama ini. Memiliki cinta dan rasa yang tidak bisa ia hilangkan dari sosok yang selama beberapa tahun menemani nya. Tidak akan menikah dengan Wanita yang ia cintai selama ini, Vante tidak bisa menghilangkan kegelisahaan nya. mau bagaimanapun ia masih mencintai Vera meskipun tidak tahu kemana pergi nya sang kekasih.
Rachel lama menunggu, dan Vante tak kunjung menjalankan mobilnya. Aneh, jadi spontan Rachel menoleh pada vante yang yang ternyata sedang menatapnya dengan tatapan seperti orang yang sedang menunggu sesuatu.
"Ada apa? kenapa tidak pergi?" tanya Rachel memberanikan diri.
Vante memutar bola matanya lalu tanpa aba-aba . tubuhnya bergerak ke arah Rachel, menarik sabuk pengaman dari dekat pintu untuk disatukan ke sisi lainnya. Pada posisinya, ia masih menatap Rachel seolah tidak peduli dengan jarak wajah mereka yang begitu dekat.
"Pakai sabuk pengaman, aku tidak mau di tilang polisi." Ucap Vante dengan wajah datar. Lalu menjauhkan tubuhnya.
Rachel lega. Jika saja Vante masih mendekat, pria itu pasti bisa mendengar detup jantungnya yang berdebar kencang. Mau bagaimana pun jarak seperti tadi adalah hal yang cukup mengerikan bagi Sebagian Wanita. Mereka pasti akan membuat kedua pipi mereka merah karena menahan malu atau sekedar takut jika mendengar detak jantung yang berdebar.
Gila.
Hal yang mengerikan.
Rachel masih seperti tenggelam sendiri dalam pikirannya. Sepertinya ia harus menahan diri untuk tidak meremas tangan nya dan membuat diri nya terlihat gugup. Ia lalu mengalihkan pandagan keluar jendela, diam-diam ia menelan ludah. Lain hal nya dengan Vante yang bersikap biasa dengan wajah datar seakan-akan tidak melakukan apapun.
"Ini gila." Batin Rachel yang masih terkejut dengan Tindakan Vante barusan.
Selama berada di mobil, mereka berdua tidak mengatakan apapun. Suasana menjadi canggung sehingga membuat rachel tidak nyaman. Ia beberapa kali melirik Vante untuk melihat wajah pria di samping nya itu.
"Jangan hanya melihatku, kau bisa bertanya apapun sebelum sampai di rumah." Sahut Vante tiba-tiba. Seakan tahu dengan isi hati Rachel.
"T-tidak, untuk apa aku memperhatikan mu." Elak Rachel gugup.
Vante mendesih. "Asal kamu tahu, aku di kenal dengan pria yang memiliki empat mata di wajahku, dua mata di depan dan masing-masing mata di samping kepalaku. Jangan malu untuk mengakui nya."
Rachel Kembali menatap Vante, kali ini ia bersikap berani dengan menatap wajah pria di samping nya dan menanyakan sesuatu. "Aku bingung dengan semua ini… ".
Vante terdiam, ia tidak langsung menjawab dan membiarkan Rachel mengatakan apapun pada nya, jujur saja ia juga merasakan hal yang sama dengan Rachel. Hanya saja Masalah yang harus di dapatkan Vante sedikit lebih rumit.
"Diam..''
Rachel terdiam saat vante menyuruhnya diam, Vante lalu sedikit memiringkan tubuh nya dan mengaambil sesuatu dari kantong celana nya. "Ada yang menelpon, kau diamlah."
Vante mengambil ponsel nya dan melihat nama seseorang yang terpampang jelas di layar ponsel nya. "Ada apa, Leo."
"Kau di mana? Kita ada meeting 20 menit lagi----
"Batalkan"
"Mudah sekali kau membatalkan nya, aku sudah bersusah payah untuk mendapatkan Proyek Ini, kepala ku hampir pecah karena harus menyiapkan dokumen dan presentasi saat kau berada di jepang! Dan dengan mudah nya kau mengatakan hal itu?"
"Dan klien kita ini berasal dari rusia, mereka akan pulang sore nanti dan kau harus segera bertemu dengan nya. jika tidak, kesepakatan akan hangus, Vante. Apakah kau tidak menghargai hasil kerja kerasku selama ini?." terdengar suara kesal dari seberang sana dan Vante bisa merasakan jika sahabat nya itu kini sedang Marah dengan nya.
"tapi aku harus membawa seseorang ke rumah, kau tahu itu." Jawab Vante, sontak membuat Rachel menoleh ke samping.
"Aku tidak peduli,"
Vante menghela nafas. "Baiklah, tunggu aku 15 menit lagi."
Tuttt
"Brengsek, pria ini." Umpat vante kesal.
Vante menarik nafas dan menoleh ke samping dengan wajah datar seakana-akan tdak terjadi apapun. "Tidak apa, turunkan aku di depan toko itu---
"Tidak, aku akan mengantarkan mu sampai rumah"
"Lalu bagaimana dengan—
"Hanya 5 menit, aku bisa sampai dalam waktu 5 menit." Vante menatap mata Rachel meyakinkan. Entahlah, Vante tidak tahu mengapa diri nya ingin sekali membawa Rachel bertemu dengan keluarga nya. Padahal beberapa waktu lalu ia sangat kesal harus melakukan semua ini.
"Pasang sabuk mu Kembali, aku akan membuat para polisi itu mendapatkan uang sekarang." Gumam Vante Kembali fokus menghadap ke depan.
Rachel sontak memasang Kembali sabuk dan berpengangan erat. Seakan tahu apa yang akan di lakukan vante .
Vante mengangkat sudut alis nya lalu menarik rem nya, mobil berharga hampir 2 milliyar itu melaju di jalanan tol dengan kecepatan kencang. "Nenek!!." Teriak Rachel takut.
Vante memutar bola matanya. Ingin menyuruh Rachel untuk diam. Tapi ia mendapatkan sebuah Cakaran dari Rachel.
"ya!."
"Nenek!!. hiks, A-aku takut." Teriak rachel smabil menangis.
"Bisa diam tidak!"
Bukan nya diam, Rachel malah semakin histeris, tidak mengurangi kecepatan mobilnya, justru Vante menambah kecepatan mobil nya karena kesal karena mendapatkan cakaran di tangan nya.
-
-
-
Di sebuah ruang tamu di sebuah mansion mewah bergaya modern klasik ada empat orang yang saat ini sedang duduk di sofa dengan kegiataan mereka masing-masing. Mereka berempat fokus dengan layar ponsel dan ada Anak kecil berusia 10 tahun sedang menonton TV dengan banyak boneka di depan nya.
"Ayah, aku tidak bisa menunggu lagi," Ucap Wanita yang memakai baju kaos putih dengan celana Jeans hitam yang sedari tadi fokus dengan ponsel nya.
"mereka akan datang, nenek sudah menyuruh Vante untuk membawa Rachel kemari.." sahut Celina sambil meletakan ponsel nya di atas meja.
"sampai kapan, ibu? Bisa-bisa aku pingsan menunggu nya terlalu lama. lagipula, perkataan pria itu tidak bisa di pegang." Jawab San hee sambil menyilangkan kedua tangan nya, ia adalah kakak tertua dari Vante.
"Oh, jadi kamu menganggap ayah juga? ayah adalah pria."
"Memang benar jika semua perkataan pria itu tidak bisa di percaya, ibu setuju." Sahut Celina melirik suami nya.
Pria sekitar berumur 50 tahun ke atas itu hanya menghela nafas. "oh,ya? Kamu lupa jika aku menepati janji saat kita berpacaran dulu? Apakah kamu lupa saat kamu minta aku untuk mengambil mangga dari pohon pak lee ? kamu lupa, sayang?." Tanya pria itu dengan tatapan tajam ke isteri nya.
Ia ingat betul bagaimana perjuangan nya untuk mendapatkan hati istri nya, menuruti semua apa yang di katakan isteri nya itu dulu.
"yah, itu kan dulu-- sekarang beda lagi."