Chereads / Unknown Origin Dungeon / Chapter 25 - Chapter 24

Chapter 25 - Chapter 24

"Biar kuluruskan. Kau, seorang laba-laba, melatih Reynold hingga seperti ini?" tanya Issac.

"Ya. Menjadi seorang The Protector itu tidaklah mudah, kau tahu?"

Pemuda berambut perak tidak menyangkal dengan apa yang dikatakan Latros. Dia mendengar suara jeritan dari mulut Reynold. Menyebutkan nama orang tuanya. Issac menghampiri kawannya. Tetapi, sebuah kaki dari laba-laba berbentuk hitam menepisnya. Latros mencegahnya. Sampai Reynold mengakui perbuatannya.

"Lalu?"

"The Protector tidaklah sama seperti umumnya. Mereka harus tahu pahit manisnya dalam sebuah kehidupan. Biasanya, mereka tidak segan-segan untuk dibuang, dicibir hingga harus mengalami siksaan secara fisik dan batin. Supaya kita bisa mengatur emosi yang didapat. Kalian berdua memiliki kualifikasi yang diharapkan oleh Unknown Origin."

"Lalu bagaimana dengan kedua lengannya? Kenapa ada seekor laba-laba masuk ke dalam tubuh Reynold?"

"Kekuatan yang dia peroleh berasal dari energi hitam bernama Black Matter. Energi ini murni ketika jiwa makhluk hidup diserap hingga tidak menyisakan sedikit pun. Sekali terhisap, makhluk itu akan menjadi senjata bermata dua. Bisa baik, bisa buruk. Tergantung penggunaanya," jawab Latros.

"Contohnya seperti punya Reynold?" tanya lagi Issac.

Anggukan kepala dari Latros. Memancarkan aura menakutkan di sekitarnya. Pemuda berambut perak mendengarkan penjelasan dari Latros. Dia melirik laba-laba lainnya sedang menggotong jasad Diligent Prince Waldwin. Berjalan cepat melalui sepuluh kakinya.

Kemudian, Latros mengangkat dua kaki paling depan, sedang menggerakkan sesuatu tanpa dipahami Issac. Pemuda berambut perak memperhatikan setiap kakinya. Bergerak ke sana kemari tanpa memindahkan posisi. Kedelapan mata fokus di depan. Serasa ada hal yang disembunyikan. Latros telah selesai melakukan sesuatu. Reynold pun tersungkur lemas berbaring di lantai. Dia mencoba mengatur napas pendek berulang kali. Kedua lengannya tidak mampu bergerak lagi karena energi habis untuk berteriak. Tetapi, kedua kaki masih digerakkan. Muncullah dua ekor laba-laba memberikan botol minuman air putih untuknya. Saat diminum, semburan dari dalam mulutnya. Reynold menjilat lidahnya dengan telapak tangan kanan.

"Rasanya tidak enak. Ambil darimana?" sembur Reynold.

"Kau mungkin tidak ingin mengetahuinya," jawab Latros bermuka datar.

Reynold berdecak lidah, mengungkapkan rasa kesalnya terhadap Latros. Akhirnya, Issac dan Reynold berkeliling untuk mencari harta karun semenjak Diligent Prince Waldwin sudah tiada. Mereka terus mencari sambil menatap Latros dari belakang. Reynold menghampiri Issac. Memiringkan kepala sambil berbisik ke lubang telinganya.

"Kau barusan berbincang dengannya bukan?"

"Memangnya kenapa?" tanya Issac.

"Apa yang kau bicarakan dengannya?" tanya balik Reynold.

"Itu bukan urusanmu."

"Tentu saja itu urusanku dasar bodoh!" sembur Reynold dengan tatapan mencekam.

Pemuda berambut perak mengangkat kedua alisnya. Issac menghela napas panjang. Mencoba untuk berpikir tenang seraya menunggu waktu yang tepat untuk menjelaskan. Untuk saat ini, Latros memimpin Edgeville Prison. Disusul oleh kedua pemuda beserta dua ekor laba-laba. Selama dalam perjalanan, ruangan itu didominasi oleh jeruji besi dan bau anyir darah. Ada juga bekas daging tersebar di mana-mana. Menimbulkan aroma bau membusuk. Issac berusaha menahan baunya. Sekilas, segerombolan undead tersisa. Reynold berdiam di tempat. Menepuk pundak Issac memberikan isyarat, mempersilakan membunuh mereka tanpa ragu. Pemuda berambut perak menghela napas. Sebuah tombak dan perisai dikenakan. Mengeluarkan energi berwarna hitam. Tangan kanan mencengkram bagian tengah tongkat. Menerjang para undead melalui menghancurkan orb tiap yang ada di sekitarnya. Menusuk-nusuk hingga mendengar suara pecahan kaca jatuh ke tanah. Reynold merasa tidak nyaman jika dirinya tidak bersenjata. Langkah kakinya menghampiri Latros berupa tatapan dingin.

"Reynold, aku—"

"Tidak perlu mengatakan apapun. Sudah kuputuskan untuk berdamai dengan masa lalu."

"Tapi kau tidak bisa berdamai begitu saja. Ada kalanya, orang tuamu berharap kau mendapatkan yang terbaik. Terutama orang-orang yang mencibirmu," ujar Latros bernada datar.

Reynold bergumam panjang. Ketika menoleh ke samping, kilauan cahaya bersinar dari kedua bola matanya. Derapan langkah kakinya mendekat ke asal cahaya tersebut. Dua ekor laba-laba menghampirinya. Tetapi dicegah oleh Latros. Membiarkan Reynold dalam bertindak. Makhluk itu juga menoleh pada Issac, yang masih sibuk menghadapi para undead.

Kaki Reynold diangkat penuh hati-hati. Berjinjit, berharap bukan jebakan yang ditunjukkan untuknya. Reynold mendekat disertai kedua lengannya dibentangkan lebar. Kedua bola matanya mengintip di sana. Sebuah kotak harta karun dalam keadaan terbuka. Reynold berhati-hati membukanya. Telapak tangannya mendorong ke belakang. Kilauan cahaya menyinari sekitarnya. Silauan cahaya menyinari ke atas. Hingga dia nyaris merasakan dampaknya. Mengintip setelah cahaya tersebut memudar. Sebuah senjata pedang gergaji terbaru. Ditambah lagi, dua buah gulungan misterius bersanding di pedang. Serta sepuluh butir peluru untuk shotgun. Reynold menyimpannya. Berbalik arah sambil mendengar suara hembusan angin dari belakang. Dua ekor laba-laba melindungi pemuda berambut perak. Menyemburkan jaring laba-laba disertai sengatan listrik.

"Sepertinya, waktumu telah habis Reynold dan Issac."

"Tunggu sebentar! Penjelasanmu masih—"

"Kalian harus cari jalanmu sendiri. Takdir yang sesungguhnya baru saja dimulai. Kuharap, kalian akan menemukan jawabannya suatu saat nanti."

Issac dan Reynold saling mengangguk. Mereka pun bersumpah untuk kembali ke Unknown Origin Dungeon. Tidak ketinggalan, Issac berlari sambil membawa tiga buah buku yang tergeletak di tanah. Itu belumlah cukup. Setidaknya, Issac tidak ingin pulang dalam keadaan tangan hampa.

Keduanya lari cepat masuk ke dalam portal. Dan menghilang entah kenapa. Sedangkan Latros tidak bisa memberikan jawaban secara pasti. Terutama asal muasal Unknown Origin sendiri. Hingga saat itu tiba, mereka harus mencari cara, memastikan tidak salah mengambil langkah seperti dirinya di masa lalu.

Tiecia selonjorkan kaki. Melemaskan otot gerak pada kedua kakinya. Hingga gadis berambut pirang dan Profesor Tristan melihat Issac dan Reynold sedang keluar dari sebuah portal. Entah bagaimana mereka bisa ada di sana, Profesor Read dan Profesor Tristan hendak menemui kedua siswa itu. Menyuruh Tiecia untuk istirahat. Akan tetapi, ketiganya memprioritaskan keamanan para siswa. Sementara itu, kedua pemuda itu tidak menunjukkan ekspresi apapun pasca keluar dari portal. Berusaha bersikap dingin kala bertemu dengan para siswa yang keluar dari tempat persembunyian.

~o0o~

Reynold dan Issac berjalan berbelok ke kanan. Memastikan tidak ada seorang pun yang mengikutinya dari belakang. Keduanya melirik para siswa yang berbincang seraya membisikkan sesuatu mengenai kemunculan mereka. Setiap kali melangkah, para pengajar sibuk mengecek para siswa yang mengungsi di sebuah ruangan. Terlihat mereka sibuk melihat situasi sudah aman atau belum. Senyuman bibirnya terpancar meski situasinya tegang. Lirikan kedua bola matanya tertuju ke area sekitar.

Tiba-tiba, cuaca berubah menjadi mendung. Disertai hujan rintik-rintik membasahi permukaan tanah yang ada. Makhluk Astraldi yang barusan dibunuh, perlahan-lahan telah berubah wujud menjadi sosok manusia. Akan tetapi, tubuhnya sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Satu persatu, orang yang menemukan Astraldi tidak mampu berkata apapun kecuali para pengajar, sibuk meneliti makhluk tersebut.

Profesor Read, Profesor Tristan dan Tiecia mengikuti Issac dan Reynold dari belakang. Mereka bertiga penasaran dengan kemunculan kedua laki-laki secara tiba-tiba. Dan menanyakan portal yang barusan ditemukan. Belum lagi, ada sesuatu yang mengganggu tentang keduanya. Terutama Reynold.

Saat sampai di persimpangan, kedua orang berbalik arah. Tepat ketika Issac dan Reynold menoleh pada kedua pengajar dan Tiecia.

"Profesor Read … Profesor Tristan. Maksud saya Profesor Carr. Dan—"

"Tiecia. Namaku Tiecia Kydwelly."

"Issac dan Reynold. Kalian pasti tahu bukan tujuan kami mengikuti kalian berdua."

Kedua pemuda saling menoleh satu sama lain. Mereka berdua mendengar suara langkah kaki dari arah samping. Baik Issac maupun Reynold menggandeng tangan ketiga orang di depannya. Bersembunyi di balik bayangan sembari melirik orang-orang berlalu lalang. Profesor Read dan Profesor Tristan terkejut tidak ada orang yang menyadarinya. Termasuk dengan Tiecia. Yang membuat mereka kebingungan adalah penggunaan energi berwarna hitam dari telapak tangan. Membentuk sebuah bola mengambang. Mengaburkan pandangan mata setiap kali melintas.

"Tidak mungkin. Ini pasti bohong," gumam Profesor Tristan.

"Aku tidak percaya ada orang yang menggunakan ilmu sihir tanpa tongkat. Benar-benar luar biasa," puji Profesor Read.

"B-benarkah itu?" kata Tiecia syok mendengarnya.

Sebuah anggukan dari beliau. Profesor Read tidak salah menilai. Pasalnya dari tekstur sihir, bentuknya, serta mantra tidak diucapkan oleh Reynold. Sebaliknya, seekor laba-laba berada di atas kepalanya. Mencampurkan sesuatu dengan jaring miliknya. Semburan dari bagian belakang tubuh laba-laba membungkusnya hingga rapi. Gadis berambut pirang mencoba menyentuh permukaan dindingnya. Terasa kasar dan mudah patah. Tetapi, bagian dalamnya dibungkus energi kegelapan. Semacam mengeluarkan energi untuk perlindungan. Reynold menggeram karena dia tidak bisa mengendalikannya. Tiba-tiba, pemuda berambut perak memegangnya. Kedua lengan Reynold melemas.

"Katakan! Kau mendapatkan kekuatan itu darimana? Siapa yang mengajarimu?" tuntut Profesor Read.

"Issac! Aku tidak percaya kau memiliki kekuatan tanpa sepengetahuan kami. Jujur … kami merasa senang dan lega mendengarnya."

"Soal itu—"

Sebuah ketukan dari luar terdengar. Mengenakan ninja berwarna merah keemasan. Serta mengenakan topeng tengu yang dilapisi energi pelindung. Reynold dan Issac mendengar sosok seorang pemuda membawa sebilah pedang katana.

"Halo ada orang?"

"Siapa di sana? Apa kau musuh yang akan menyerang kami?" tanya Reynold.

"Tidak, tidak, tidak! Aku kemari untuk mengingatkan, The Protector! Tempat yang bernama Edgeville Prison serta Aeckland Stronghold telah ditinggalkan para monster. Kalian ya yang membunuh Diligent Prince Waldwin?"

Dari dalam, Issac dan Reynold mengangguk. Tanpa disadari, sebuah pedang katana diayunkan. Membelah pelindungnya jadi dua bagian. Persis seperti memecahkan sebutir telur. Mengenakan baju ninja, lengkap dengan manik-manik berwarna merah kehitam-hitaman. Mengenakan sandal dari jerami. Serta rambutnya diikal memendek. Lengan kanan terdapat sebuah sarung tangan memiliki tiga pola bentuk berbeda. Lingkaran, segitiga dan kotak. Semua berganti sesuai kebutuhan. Ketika dibuka pergelangan tangannya, di dalam ada sebuah surat yang ditunjukkan kepada Reynold dan Issac. Pemuda berambut perak membuka isi surat tersebut. Ternyata surat itu berisikan ucapan selamat dari salah satu klan Kaishima. Menoleh pada sosok ninja di depan.

"Perkenalkan. Namaku Kiyoyasu Ogasawara. Aku kemari untuk menanyakan sesuatu. Aku harap jawaban kalian jujur."