"Icha, akhirnya lo datang juga. Gue telepon lo berulang kali, tapi gak lo angkat kenapa?"
Pertanyaan itu langsung muncul dan didengar oleh Prisya saat Prisya baru saja sampai dan masuk ke Kelasnya serta berjalan ke arah di mana tempat duduknya berada yang sekarang sudah berada di tempat duduknya.
"Gue gak liat handphone dan handphone gue tadi mode hening. Ada apa emangnya?" tanya Prisya yang merasa kalau ada sebuah hal utama yang membuat mereka terlihat bahagia saat dirinya sudah datang ke Kelas.
"Kita mau nyontek sama lo," jawab Lily dengan nada yang begitu enteng disertai dengan sebuah senyuman yang begitu polos.
Prisya menganggukkan kepalanya dengan begitu santai. "Oh, mau nyontek yang tabel atau essay?" tanya Prisya saat dirinya ingat akan tugas yang kemungkinan teman-temannya belum kerjakan.
"Gue tabel," jawab Novi dengan nada yang begitu yakin terlebih saat dirinya ingat dengan jelas kalau tugas yang belum dia kerjakan adalah tugas yang ada pada tabel.
"Kalau gue essay deh," jawab Deta.
"Gue mau dua-duanya," celetuk Lily dengan begitu polos.
Alis Prisya mengernyit. "Nov kan lo udah yang tabel, terus Deta udah yang Essay, kenapa gak disatuin atau dituker aja?" Pertanyaan yang sudah Prisya ajukan cukup masuk akal.
"Iya sih bisa, tapi kita pengen nyamain dengan punya lo. Boleh kan?" tanya Novi dengan begitu enteng.
Kepala Prisya mengangguk. "Boleh nih," ucap Prisya dengan santai dan kemudian mengeluarkan buku yang sudah dia ambil.
"Makasih." Mereka berucap dengan begitu santai.
"Gue keluar bentar ya," ucap Prisya.
"Mau ke mana lo?" tanya Lily penasaran.
"Ada deh," jawab Prisya yang kemudian melangkahkan kakinya dengan langkah yang begitu santai keluar dari kelasnya.
Prisya terus melangkahkan kakinya menyusui koridor dengan sebuah buku yang dia bawa di tangannya. Dengan santai, Prisya terus melangkah sambil memperhatikan beberapa siswa dan juga siswi yang tengah berbincang asyik di Koridor.
Sekarang waktu masih cukup pagi, sehingga masih terdapat banyak waktu untuk mereka berbincang dan juga mengerjakan tugas yang memang belum mereka kerjakan. Untuk kali in semua tugas sudah Prisya kerjakan jadi dirinya merasa santai sekarang.
Beberapa kelas sudah Prisya lalui sampai akhirnya Prisya menghentikan langkah kakinya tepat di depan kelas XI IPS 3. Prisya tidak langsung masuk, dia memperhatikan papan kelas tersebut sambil berpikir akan suatu hal.
"Mau ke mana?" tanya seseorang dari arah belakang yang membuat kaki Prisya yang semula hendak melangkah masuk ke kelas itu menjadi terhenti.
Prisya berbalik badan dan menatap cowok yang sekarang tengah berjalan melangkah tepat ke arahnya. "Gue mau kasih ini sama lo," ujar Prisya sambil memberikan buku catatan ekonomi miliknya pada cowok tersebut.
Dengan santai cowok itu menerima buku yang sudah Prisya berikan dan membuka buku tersebut melihat isi dari buku tersebut sampai akhirnya cowok itu tersenyum. "Cewek gue rajin juga ya?" Marsell berucap sambil menatap Prisya.
Senyuman Prisya terukir. "Gue bukan rajin, gue cuma ingin memberikan contekan aja sama cowok gue." Alasan utama kenapa sekarang Prisya berjalan menuju ke Kelas XI IPS 3 dengan membawa sebuah buku karena dirinya ingin memberikan buku tersebut pada Marsell.
"Makasih, sayang." Sebuah senyuman terukir dengan begitu lebar di bibir Marsell sambil menatap Prisya dengan tatapan yang begitu serius.
Pipi prisya memerah. "Ah sutt, malu. Kalau sampai ada yang denger gimana?" tanya Prisya yang merasa bingung kalau ada orang yang sampai mendengar Marsell yang memanggilnya dengan panggilan sayang.
"Ya gak papa dong, kalau mereka denger juga. Lo kan memang pacar gue," ujar Marsell yang sama sekali tidak merasa masalah kalau sudah ada orang yang mendengar apa yang sudah dirinya ucapkan tadi.
Prisya tersenyum dengan malu-malu dan kemudian berucap, "Terserah lo aja deh kalau gitu." Prisya sudah tidak bisa mengelak atau melarang Marsell untuk memanggilnya dengan sebutan sayang.
"Lo gak punya cowok lain kan di Sekolah ini?" tanya Marsell dengan nada yang begitu serius dan tatapan yang tanda tanya sambil terus menatap Prisya.
Mendapatkan pertanyaan seperti ini membuat Prisya mengernyit dan merasa bingung untuk menjawab. "Kenapa lo tanya gue punya cowok lain di Sekolah ini?" Prisya memilih untuk bertanya balik, dibandingkan dengan harus langsung menjawab pertanyaan yang dia rasa agak aneh.
Tatapan Marsell semakin serius. "Gue tanya dan gue membutuhkan jawaban, bukan pertanyaan lainnya." Benar-benar menggunakan nada yang begitu datar, Marsell terus menunggu jawaban dari pertanyaan yang sudah dia ajukan.
Glek
Prisya menelan salivanya kasar saat mendengar nada bicara serta memperhatikan tatapan mata Marsell yang semakin serius ketika menunggu jawaban yang akan dirinya ucapkan. "Gak, gue gak punya cowok lain."
Tatapan Marsell dengan seketika turun saat melihat cewek di hadapannya yang memasang ekspresi seperti orang yang setengah ketakutan. Dengan lembut, Marsell memegang pipi Prisya dan kemudian mengelusnya.
"Jangan selingkuhin gue." Marsell masih terus mengusap lembut pipi Prisya sambil menatapnya dengan tatapan yang begitu dalam.
Prisya tidak tahu kenapa Marsell bisa sampai seperti ini, tapi di waktu sekarang Prisya lebih memilih untuk langsung menganggukkan kepalanya. "Iya," jawab Prisya dengan begitu enteng.
"Ya."
"Kalau gitu, gue mau balik ke Kelas gue ya?" Prisya meminta izin untuk kembali ke kelasnya.
Cup
Tidak tahu tempat dan suasana, Marsell mengecup kening Prisya. Ada beberapa orang yang melihat kejadian ini dan merasa bingung bercampur heran serta tidak menyangka dengan apa yang sudah Marsell lakukan sekarang.
Ada beberapa dari mereka yang merasa iri melihat hal tersebut dan ada juga yang merasa cemburu serta ingin berada di posisi Prisya yang sudah mendapatkan sebuah ciuman lembut dari Marsell.
"Ya, silakan." Marsell berucap dengan nada yang penuh kelembutan.
Pipi Prisya memerah dan tidak ingin berlama-lama di sini, akhirnya Prisya langsung melangkahkan kakinya menjauh dari tempat ini. Berbeda dengan apa yang sudah Prisya ucapkan, sekarang Prisya bukan menuju ke Kelasnya.
Tempat yang Prisya tuju sekarang adalah ke Toilet. Prisya menatap pantulan dirinya di cermin. Apa yang sudah Marsell lakukan tadi kembali teringat di dalam pikirannya yang membuat pipinya kembali memerah.
Sebuah kelembutan bisa Prisya rasakan sekarang. Tidak bisa menutupi perasaan yang sedang dia rasakan sekarang, sebuah senyuman terukir dengan begitu jelas di bibir Prisya.
Sebenarnya apa sih alasan yang membuat sikap Marsell ada yang aneh akhir-akhir ini, terlebih Marsell yang lebih dari 1x merasa begitu sensitif saat Prisya bersama dengan cowok yang pada akhirnya membahas tentang selingkuh pada Prisya?
Apa karena Marsell yang sudah selingkuh lebih awal, tapi dirinya takut kalau Prisya juga melakukan hal yang sama dengan hal yang sudah dirinya lakukan?