Chereads / SUAMI BUAH DENDAM / Chapter 6 - Mendadak Teringat

Chapter 6 - Mendadak Teringat

Prisya merasa begitu kaget, tapi entah karena hal apa. Waktu baru saja menunjukkan pukul 3:30, tapi dirinya mendadak bangun dengan seketika. Bayangan itu kembali muncul, matanya mendadak berkaca-kaca saat ia mengingat sosok wanita yang sudah membuat dirinya ada di dunia.

Hal ini adalah salah satu hal yang Prisya benci dalam hidupnya. Sekarang Prisya mendadak teringat akan sosok Mamahnya, hatinya merasa begitu tersayat saat dirinya sekarang kembali merasakan sebuah kesunyian dalam dirinya dan dirinya benar-benar mendadak merindukan Mamahnya.

Rasanya begitu sakit saat dirinya sudah merindukan orang yang jauh dari kehidupannya. Tidak banyak kenangan yang teringat, hanya saja sosoknya yang kembali terbayang serta kejadian yang begitu inginkan seolah terputar dengan begitu saja di hadapannya.

Tanpa sebuah kepastian yang jelas, Prisya mendadak meneteskan air matanya. Kerinduan seorang anak perempuan yang sudah lama tidak mendapatkan sebuah kehangatan dari Mamahnya tengah Prisya derita sekarang, dadanya terasa begitu sesak.

Prisya mengacak rambutnya dengan begitu asal sambil berteriak, "Arhhhh!" Prisya benar-benar berteriak dengan begitu kencang sekarang, ia melampiaskan semua rasa sesak, rindu, dan juga enek yang bercampur menjadi satu serta membuat tangisannya semakin menjadi-jadi.

"Kenapa harus gue? Kenapa harus gue yang merasakan ditinggal oleh orang-orang yang seharusnya menjaga dan juga menyayangi gue? Kenapa harus GUE?!" teriakan Prisya semakin kencang bersamaan dengan tangisannya yang semakin pecah.

"Non, Non kenapa teriak-teriak Non?" tanya panik Bi Ani. Bi Ani merasa benar-benar takut saat dirinya mendengar teriakan Prisya pagi ini, ia takut kalau Prisya kembali melakukan hal yang benar-benar membuat dirinya panik.

Tidak ada jawaban dari dalam, Prisya merasa kesulitan untuk berucap. Sampai saat ini air matanya masih mengalir dengan begitu deras, ia tidak bisa menahan rasa rindu yang dia miliki kepada Mamahnya. Rasa rindu ini begitu menyiksa Prisya.

"Bibi mau masuk ya Non? Non lagi apa di dalam?" tanya Bi Ani lagi. Beberapa saat dirinya menunggu, tapi tidak terdengar jawaban penolakan. Maka dari itu, Bi Ani memutuskan untuk membuka pintu kamar Prisya yang kebetulan tidak dikunci. Bi Ani berjalan menuju ke tempat di mana Prisya berada.

Melihat Prisya yang sedang menangis dengan cukup kencang, bahkan sampai teringhak membuat Bi Ani langsung mempercepat langkah kakinya. Dengan penuh kelembutan Bi Ani langsung mengusap puncuk kepala Prisya, menarik pelan Prisya agar bersandar di tubuhnya.

Bi Ani bekerja di Rumah ini sudah begitu lama, Bi Ani tahu betul bagaimana perjalanan hidup Prisya dimulai dari saat dirinya masih mempunyai kedua orang tua yang utuh sampai sekarang Prisya sudah tidak lagi tinggal bersama dengan mereka, hanya sebuah luka yang sering Prisya rasakan.

Sudah tidak kuat menahan berbagai perasaan yang bercampur menjadi satu, Prisya memeluk tubuh Bi Ani dengan begitu kencang sambil terus mengalirkan air matanya. Tidak mudah untuk Prisya menghentikan perasaan yang cukup menyakitkan untuknya.

Note, untuknya.

Semua orang punya titik lemahnya masing-masing, termasuk dengan Prisya dan titik lemah Prisya di sini. Sampai saat ini Prisya belum bisa menerima kenyataan, bahkan sampai saat ini ada sebuah keinginan dalam diri Prisya untuk menghancurkan Rumah Tangga kedua orang tuanya dan berharap mereka bisa kembali bersama.

Aneh?

Tidak, untuk Prisya.

Sepertinya Prisya bukan satu-satunya dari anak brokenhome yang menginginkan kembali mempunyai sebuah keluarga yang utuh. Percaya atau tidak, perpecahan suatu pernikahan terlebih sudah mempunyai anak yang sedang berada di tahap proses menuju dewasa akan membawa sebuah dampak yang negatif untuk anaknya.

Meski tidak semua.

*****

07:12

"Bangsat! Kesiangan gue." Prisya menepuk jidatnya cukup kencang sampai akhirnya Prisya berjalan ke arah kamar mandi dan langsung melakukan aktivas yang bernama mandi dengan begitu cepat, kali ini Prisya sama sekali tidak mempunyai niat untuk tidak ke Sekolah, makanya saat tahu kalau dia sudah telambat juga dia masih tetap ingin pergi ke sekolah.

Keras kepala?

Ya, itu adalah salah satu sifat yang Prisya miliki. Apa yang sudah dia inginkan, ya akan dia lakukan dan begitu juga dengan sebaliknya. Saat Prisya sudah tidak ingin melakukan suatu hal, meski banyak orang yang membujuknya juga dirinya tidak akan melakukan hal itu.

"Non mau sekolah? Bibi pikir gak akan pergi sekolah, karena tadi Non malah tidur lagi." Bi Ani jarang memilih untuk membangunkan Prisya, karena Prisya sempat berpesan jangan mengganggu dirinya. Bi Ani menurut, terlebih tadi mengetahui kalau Prisya mengawali harinya dengan suasana hati yang tidak baik.

Prisya tersenyum lebar menunjukkan wajah yang tidak berdosa. "Aku kali ini lagi pengen sekolah Bi," jawab Prisya dengan nada yang begitu enteng sambil menyalami tangan Bi Ani.

"Mau sarapan dulu gak?"

Kepala Prisya menggeleng. "Enggak, nanti aja di Sekolah."

"Hati-hati di jalan Non," ucap Bi Ani.

"Iya Bi!" teriak Prisya setelah dirinya sudah berjalan menjauh.

*****

"Kesiangan?" tanya seseorang dari arah belakang saat Prisya tengah melangkahkan kaki hendak ke gerbang utama dengan langkah yang terburu-buru.

Prisya menatap cowok yang ada di hadapannya dengan cukup serius. "Lo juga kesiangan?" tanya balik Prisya pada Marsell.

Marsell menganggukkan kepalanya. "Udah biasa," jawab Marsell dengan nada yang begitu enteng. Tidak terlihat sebuah kekhawatiran atau apa lah itu di raut wajah Marsell.

Alis milik Prisya mengernyit. "Kenapa bisa sampai terbiasa kesiangan?" tanya Prisya lagi. Ada sebuah rasa ingin tahu yang mendadak muncul dalam diri Prisya, tapi Prisya sendiri tidak tahu apa alasan yang membuat rasa ingin tahu dalam dirinya muncul dengan seketika.

Marsell terdiam dengan pandangan yang terlihat sedikit kosong. Ada sebuah hal yang tengah Marsell pikirkan sekarang dan itu cukup membuat dirinya terdiam. "Gak usah dibahas, sekarang masuk aja. Semoga lo beruntung gak dapet hukuman kali ini," ujar Marsell dengan begitu enteng.

Tidak bisa terus memaksa untuk membuat Marsell menjelaskan hal yang menjadi penyebab kenapa dirinya sampai terbiasa kesiangan, akhirnya Prisya menganggukkan kepalanya. Kali ini Prisya beruntung, sebab memang ia tidak mendapatkan sebuah hukuman.

Guru yang jaga di gerbang sedang berbicara dengan seseorang yang membuat dirinya tidak sampai mendapatkan hukuman. Mengawali hari dengan suasana hati yang tidak baik ternyata tidak sampai membuat harinya berlanjut dengan penuh ketidakbaikan.

"Lo lapar? Belum sarapan?" tanya Marsell saat barusan dia sudah memperhatikan Prisya yang tengah memegangi perutnya dan dari ekspresi yang Prisya tunjukkan, Marsell mengira kalau Prisya sedang kelaparan.

Sebuah senyuman lebar terukir dengan begitu jelas. "Iya, gue lapar belum sarapan soalnya." Prisya berucap dengan jawaban yang penuh dengan kejujuran.

"Kantin dulu yu, gue juga belum sarapan." Marsell mengajak Prisya dengan begitu santai.

"Belum sarapan? Memangnya alasan lo kesiangan hari ini apa?" tanya Prisya. Prisya menjadi curiga dengan alasan yang Marsell miliki. Sepertinya ada alasan yang cukup jelas, tapi hal itu cukup bertentangan dengan diri Marsell.