Penthouse Skyscraper, Kensington, London
Dua tubuh dengan keringat sama-sama bersimbah itu masih belum juga meraih kenikmatan yang dicari.
Gael, si pria yang kini masih bergerak dengan hentakan berirama dibuat mabuk dan terlena saat miliknya diremas lembut di dalam sana. Belum lagi kehangatan yang diterimanya, dengan harum yang turut tercium dari si wanita yang habis dihisap di setiap jengkal kulitnya.
Bukan hanya itu, sesekali ia juga meraih bibir meracau itu dan memangutnya dengan penuh gairah. Tidak peduli sekalipun bibir itu bengkak karena ulahnya. Ia bahkan segera hapal bagaimana barisan gigi Noel, yang memiliki dua gigi besar seperti kelinci.
Namun ketika rasa menyenangkan itu bertubi-tubi datang ia segera menarik bibirnya dari sana, kemudian menengadahkan wajahnya, saat hentakannya dibalas dengan erangan nan merdu Noel yang wajahnya pun menengadah ke atas sana sambil membuka-tutup bibir.
Tubuh Noel yang ikut bergerak karena hentakan yang diberikan Gael membuat dada mengkal itu ikut bergerak. Noel harus selalu menahan desisan saat Tuan yang membayarnya mulai menikmati, dengan hisapan atau bahkan remasan yang sama kian liar.
Tidak seperti diawal, kini ia sudah mulai menemukan ritme permainan Tuan di atasnya yang kian menjadi.
Panas, bahkan ia sampai dibuat lupa diri dan bertanya-tanya dalam hati, kemana kelembutan yang awalnya diberikan si Tuan?
Memang ia yang awalnya mengatakan agar pria di atasnya ini tidak memperlakukannya beda dengan para wanita yang lebih dulu melayani si pria. Namun ia hanya tidak menyangka, jika permainannya akan seagresif ini
"Darn it! I cumming Baby. Osshh…."
Ah…
Akhirnya kembali keluar, ketika tiba-tiba saja Gael menghujamnya lebih dalam dan keras. Ia bahkan mendengar geraman rendah berikut kedutan di bawah sana serta rasa hangat yang menyembur rahimnya berkali-kali.
Apa ini? Rasanya sungguh asing, batinnya bertanya
Gael yang merasakan pelepasannya tiba berulang kali memejamkan mata. Ia merasa cairanya menyembur kuat di dalam sana, entah kenapa dari banyak percintaan baru ini ia merasakan kepuasan tersendiri.
Untuk terakhir kalinya ia menghentaknya lebih keras dengan erangan dan tubuh Noel yang ikut terlonjak, sebelum akhirnya mengumpat sebagai pelampiasan rasa nikmat yang diraihnya.
"Oh gosh…. Shit…."
Noel memejamkan mata saat mendengar umpatan itu, ia masih lemas pasca pelepasan kesekian yang dirasakannya, belum lagi ketika pria di atasnya menimpah dengan deruan napas terdengar jelas di telinga.
Iya, tentu saja jelas, sebab pria itu kini menyembunyikan wajahnya di perpotongan lehernya dengan napas lelah yang didengarnya.
Hosh…. Hosh…. Hosh…
"Kau nikmat, Noel," bisik Gael sambil menyembunyikan senyum senang.
Noel tidak menyahutinya, ia masih menormalkan deru napasnya dengan sisa sakit yang tidak menyiksa karena perbuata pria yang telah membayarnya mahal ini.
Keterdiaman Noel membuat Gael perlahan menyingkir dari atas tubuh si wanita muda bayarannya. Ia mencabut miliknya dengan erangan 'ahh~' terdengar menggoda, sebelum akhirnya merebahkan diri di samping Noel.
Ia juga menyempatkan diri melumat bibir itu hingga kembali mendesah, mengabaikan dada itu naik-turun dan memilih untuk meraih sebuah selimut yang hampir terjatuh di sana. Kemudian menutupi tubuh keduanya, membiarkan saat si wanita yang sepertinya masih memulihkan tenaga dengan napas tak beraturan.
Cukup lama keduanya diam dengan suasana kamar yang sunyi, hanya dingin dari pendingin ruangan yang membuat bulu kuduk Noel meremang. Sedangkan suara keduanya sama sekali tidak ada yang keluar, bahkan sepatah kata pun.
Namun keterdiaman itu tidak berlangsung lama, karena pertanyaan singkat dari Gael membuat Noel seketika menoleh cepat.
"Kenapa?"
Ya, hanya satu kata, tapi itu cukup dimengerti bagi Noel yang mendengarnya. Meskipun wanita itu memilih untuk pura-pura tidak mengerti.
"Apa?" sahut Noel balik bertanya.
Gael sontak mendengkus mendengarnya. Ia sampai memiringkan tubuhnya hingga kini menghadap Noel sambil menyangga kepala. "Apa yang apa? Aku tanya dan kau balik bertanya? Unbelievable," dengkusnya kesal sendiri.
Baru ini ia berbincang setelah bercinta, terlebih dengan seorang wanita bayaran yang menipunya dengan umur serta keperawanan yang dibobolnya habis. Perkataan terakhirnya sukses menuai desiran, meskipun segera ditepisnya jauh-jauh.
"Tuan hanya mengatakan satu kata, jadi mana mungkin aku segera mengertinya," elak Noel berbohong.
Dengkusan kembali meluncur, Gael sudah bertemu banyak orang di muka bumi ini, jadi mana mungkin ia tidak tahu dan mengerti ekspresi yang ditampillkan si wanita.
"Jangan membohongiku," desisnya dengan nada berbahaya. "Kau sudah membohongiku sekali dan jangan harap bisa membohongiku lagi," lanjutnya mengingatkan.
Gluek…
Saliva ditelan kasar, Noel sedikit merinding karena desisan itu seakan mengancam dan ia memilih untuk membuang wajah, tidak ingin ketahuan jika memang ia sedang berbohong.
Namun sepertinya Gael tidak menyukai itu, karena sedetik ia membuang wajah seketika itu juga sebuah jari panjang menariknya kembali menghadap ke belakang.
"Aku tidak suka seseorang membuang wajah di depanku," bisik Gael menatap tajam tepat di wajah Noel kembali menghadapnya, membuat kelopak mata itu segera terpejam rapat.
Gael suka dengan reaksi ini, percayalah.
"Maaf," cicit Noel sedikit terbata.
"Hn."
Perlahan jarinya yang bertengger di wajah itu menjauh, Gael kembali bertanya dengan pertanyaan singkatnya. "Kenapa?"
"Kenapa? Apakah maksudmu kenapa aku melakukan ini?" jawab dan tanya Noel memastikan. Ia masih tidak membuka kelopak matanya, masih takut jika nanti terbuka tatapan tajam yang dilihatnya.
"Hn."
Hanya gumamam yang diterima, tapi itu cukup untuk Noel mengerti kalau artinya adalah 'iya' dan ia tidak bisa untuk menghela napas diam-diam.
Apakah ia harus mengatakannya? Bukankah ini semua tidak ada urusannya dengan si pria di sampingnya?
"Tuan tidak perlu tahu," jawab Noel, pada akhirnya kembali membantah dan pria itu kesal dibuatnya.
"Bukankah sudah kukatan aku tidak menerima kebohongan? Katakan dengan jelas," sahut Gael memaksa.
"Aku tidak-
"Noel…."
Seketika Noel menelan kembali kalimat sanggahannya ketika mendengar Gael menyela dengan desisan yang masih terdengar mengerikan baginya. Ia bahkan lagi-lagi menelan saliva dan meyakinkan dirinya jika semua akan baik-baik saja.
Hanya menceritakan dan setelahnya tidak akan ada urusannya lagi dengan si Tuan yang membayarnya.
"Siapa yang ingin menjual diri seperti ini. Seharusnya aku masih memiliki harta paling berhargaku bagiku sebelum seseorang membayarku tiga kali lipat-
"Jadi kau marah karena aku membayarmu mahal?"
"Tidak! Tentu saja aku tidak marah!"
Jawaban cepat segera membuat Gael mengatupkan bibirnya, menatap kaget Noel yang juga sama kagetnya karena berani berteriak di depan wajah si pria.
"Maaf," imbuh Noel mencicit sembari menundukkan wajahnya kala tatapan Gael membuatnya tidak nyaman.
Noel yang menunduk tidak menyadari jika ada seringai senang terlukis di wajah Gael, yang senang karena mendapatkan sanggahan tegas itu.
"Jadi kenapa kau mengambil harga mahal ini?" tanya Gael memastikan, tepatnya menggoda Noel yang lagi-lagi melengoskan wajah dan ia segera menariknya. "Jawab," lanjutnya mendesis.
"Aku…."
Bersambung