Tak lama berselang, Shaka mengerjap
dan perlahan membuka mata. "Drama
banget hidup lo, dek," ucap lelaki itu
lemah, segera setelah ia tersadar. "Dasar
cengeng."
"Tuh mulut masih aja laknat." Devan
tertawa dan menangis bersamaan.
"Sialan lo, Bang. Belum ada sehari gue
pulang, udah dibikin nangis aja." Ia
menyentuhkan sebelah tangannya pelan
pada perban di kening Shaka. "Siapa yang
udah lakuin ini ke lo?"
"Gue kangen banget sama lo, dek." Kentara
sekali, Shaka berusaha mengalihkan
pembicaraan.
"I know, and miss you too. Tapi, itu sama
sekali nggak menjawab pertanyaan gue
yang tadi." Devan masih ngotot ingin
jawaban. "Siapa yang udah pukulin lo
sampe kaya gini? Itu pun di rumah lo
sendiri."
"Lo nggak perlu tau soal ini, Van."
"Kasih tau gue, Bang!" Suara Devan
meninggi. "Siapa yang udah ngelakuin ini
ke lo?!" Ia memaksa.
"Van," lirih Shaka.
"Jawab gue!" bentak Devan.
"Papa," jawab laki-laki itu pada akhirnya.
Ia berlanjut menceritakan kilas baliknya.