Lelaki berseragam putih keluar dari dalam ruang NICU. Sofia yang sedari terduduk lesu pada bangku yang berada di luar ruangan bergegas bangkit menghampiri Dokter yang menangani Alisa.
"Bagaimana dengan keadaan putri saya, Dok!" sergah Sofia memburui. Wajahnya terlihat begitu cemas.
"Trombosit pada putri ibu menurun, jadi kami sedang mengusahakan agar trombosit pada tubuh Putri Ibu segera normal kembali."
"Memangnya apa yang terjadi dengan putri saya, Dok? Putri saya sakit apa?" Sofia memberondong lelaki berseragam putih itu dengan pertanyaan yang memenuhi benaknya. Rasa ketakutan yang beberapa saat lalu begitu menghantuinya.
"Putri ibu mengalami demam berdarah, itulah penyebab panasnya yang terlalu tinggi. Tapi, Ibu tidak usah khawatir karena kami sudah menanganinya sebaik mungkin. Ibu tenang saja!" Dokter itu mengulas senyuman pada sudut bibirnya.
Wajah Sofia nampak lega. "Syukurlah Dokter!" lirih Sofia.
"Beruntungnya ibu datang tepat waktu, jika ibu terlambat sedikit saja, mungkin nyawa putri ibu tidak akan tertolong!" tutur lelaki yang berada di hadapan Sofia.
Wajah Sofia melihat ke arah lorong rumah sakit. Suara derap langkah kaki yang tidak asing terdengar semakin mendekat ke ruang NICU.
"Apakah masih ada yang ingin ibu tanyakan?" tanya Dokter yang berdiri di hadapan Sofia.
Seketika Sofia menoleh kembali ke arah lelaki berseragam putih yang ada di hadapannya. "Tidak, Dok Terimakasih!" ucap Sofia pada Dokter yang kemudian berlalu, sekilas ia melirik pada Nico yang semakin mendekat.
Nico berjalan semakin mendekat, sebenernya ia pun melihat Sofia yang sedang berbicara dengan lelaki itu. Akan tetapi, Nico memilih untuk tetap berpura-pura dan memendam rasa ingin tahunya tentang keadaan Alisa.
Wanita yang mengenakan blazer dan rok di atas lutut itu berjalan menghampiri Nico. Wajah sedih sama sekali tidak dapat Sofia sembunyikan, meskipun baginya Nico tidak dapat melihat hal itu. Meskipun Sofia sudah tidak mencintai Nico lagi, tapi jika soal anak, nalurinya sebagai seorang ibu sangat terpanggil.
"Alisa terkena demam berdarah, tadi Dokter baru saja mengatakannya kepadaku!" tutur Sofia yang menghadang langkah Nico yang seketika terhenti.
Nico tidak bergeming dengan wajah datar. "Syukurlah!" lirihnya setelah beberapa saat terdiam. Sekilas Nico melirik pada leher jenjang Sofia. Rambut yang di sanggul ke belakang semakin memperlihatkan beberapa tanda merah yang menghiasi leher istri yang selama ini ia manjakan.
Satu tangan Nico mengepal, ingin sekali rasanya bogem itu mendarat pada wajah murahan Sofia. Tetapi sayangnya, Nico mengurungkan niatnya demi semua harta-hartanya kembali.
"Mas, pulang saja, biar aku yang menjaga Alisa di sini," lirih Sofia menyetuh lembut punggung tangan Nico yang sedang memegang tongkat bantu. Sorot mata Sofia menatap lekat pada wajah Nico yang menatap kosong.
Dreg! Dreg!
Suara getaran ponsel dari dalam tas Sofia terdengar hingga ke telinga Nico. Wajah Sofia nampak gugup, ia segera menarik tangannya dari punggung tangan Nico.
"Sebentar ya, Mas, ada telepon!" ucap Sofia meraih ponsel dari dalam tasnya. Sesaat Sofia melihat pada layar yang menyala.
"Sebentar ya!" tutur Sofia menekan tombol hijau pada layar, lalu berjalan sedikit menjauh dari Nico.
"Alisa sudah membaik, nanti aku hubungi kamu lagi!" ucap Sofia setengah berbisik, tetapi sayangnya indra pendengaran Nico jauh lebih tajam semenjak lelaki itu mengalami kebutaan.
Sofia memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam tasnya. Lalu berjalan menghampiri Nico.
"Bibik tadi telepon, nanyain kabar Alisa," ucap Sofia setelah sampai di hadapan Nico.
"Sejak kapan Bibik perhatian sama Alisa?" celetuk Nico asal.
Wajah' Sofia semakin gugup. "Mungkin saat melihat Alisa kejang, Bibik jadi ikutan khawatir, Mas!" ucap Sofia menutupi kebohongannya.
"Ya sudah, Mas pulang' saja sama Rahel, biar aku yang jagain Alisa di sini," tutur Sofia.
"Kamu pasti capek sekali habis pulang dari luar kota. Jadi biar aku saja yang jaga Alisa di sini bersama Rahel. Lagipula, besok pagi kamu kan harus bekerja," tutur Nico datar, tidak ada ekspresi apapun dari wajah Nico.
Senyuman terbit dari bibir Sofia. "Mas, please, izinkan aku untuk menebus kesalahan aku yang tidak bisa menjadi ibu yang sempurna untuk Alisa," lirih Sofia meraih tangan Nico lalu menggenggamnya erat.
"Bukan kamu yang harusnya meminta maaf, tapi aku, karena aku yang sudah gagal menjadi kepala keluarga di dalam rumah tangga kita. Aku yang tidak pandai menjaga anak-anak dan istriku," balas Nico seperti sedang menyindir Sofia. Namun justru Sofia menerimanya berbeda.
Sofia yang tersentuh hendak menjatuhkan pelukannya pada tubuh Nico. Dengan cepat Nico menahan tubuh Sofia. Aroma parfum maskulin semakin menyeruak saat wanita itu semakin mendekat.
"Pulanglah, aku sudah meminta Mang Ujang untuk menjemput kamu!" cetus Nico menahan tubuh Sofia agar tidak menyentuhnya.
"Oh iya Mas, tadi aku sengaja' ke luar kotanya naik mobil sendiri. Jadi tidak sama Mang Ujang," dusta Sofia, lagi-lagi untuk menutupi kebohongannya.
"Iya aku tau, tadi Mang Ujang sudah bilang!" balas Nico datar.
Sofia mengangguk lembut, tidak ada kecurigaan sedikit pada Sofia tentang sikap Nico. Wanita itu segera berlalu meninggalkan Nico di lorong rumah sakit.
"Mas!" Panggil Sofia menoleh ke arah Nico yang masih mematung tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya berpijak. "Besok pagi sebelum berangkat bekerja aku akan mampir ke sini!" tutur Sofia.
"Iya!" balas Nico datar, tanpa menoleh sedikitpun pada Sofia. "Kamu tenang saja, aku masih bisa menjadi Papa yang baik untuk Alisa," balas Nico di sambut anggukan oleh Sofia.
______
Pria berkaca mata itu nampak berpikir. Sesuatu yang ia lihat kembali terputar dalam benaknya.
"Apa jangan-jangan!" lirih Dokter Hans dengan wajah berpikir. Ia memainkan bangku tempat ia duduk ke kiri dan ke kanan.
"Aku harus mencari tahu tentang semua ini, aku yakin tadi adalah Nico dan sepertinya dia sudah bisa melihat kembali, tapi kenapa saat itu dia bilang tidak bisa melihat apapun." Sejenak Dokter Hans terus menerka dengan apa yang ia lihat di rumah sakit beberapa saat lalu.
"Jika memang Nico sudah bisa melihat jadi selamat ini Nico sedang berpura-pura buta dan sepertinya Sofia tidak mengetahui tentang hal itu," guman Dokter Hans, lagi-lagi dengan tanya yang menggantung di dalam benaknya.
Semburat senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Dokter Hans bersamaan dengan suara jentikan jemari.
"Yups, aku memang hebat, dugaan aku benar, Penglihatan Nico memang sudah kembali dan aku yakin, pasti ada sebuah rencana yang sedang Nico rahasiakan. Aku tahu Nico adalah orang yang sangat cerdik sekali. Aku harus melakukan sesuatu sebelum Nico menghancurkan' aku," ucap Dokter Hans tersenyum sinis.
Satu tangannya meraih benda pipih miliknya yang terletak di atas meja. Menyetuh lembut pada layar, lalu menari dengan lincah di atas papan keyboard.
"Send!" cetus Dokter Hans tersenyum kemenangan setelah mengirimkan sebuah pesan pada seseorang.
"Aku harus meminta semua yang menjadi bagianku sebelum Nico menghancurkan semuanya," ucap Dokter Hans dengan sorot mata menerawang jauh.
Ting!
Bunyi suara pesan masuk pada ponsel Dokter Hans yang masih berada di tangannya. Lelaki itu hanya tertawa kecil melihat balasan pesan' yang baru saja ia kirimkan.
_____
Bersambung ....