"Mih , Pih, …aku mau ngomong sesuatu," ucapnya menatap kedua orang tuanya dengan sedikit tegang. Dia takut dengan tanggapan kedua orangtuanya saat ini tetapi, juga dia tidak tahan menyembunyikannya.
"Memangnya mau ngomong apa sampai tegang begitu?"
"Tapi, janji dulu Mami dan Papi gak bisa dan gak boleh marah ataupun kecewa karena ini udah jadi pilihan aku."
"Eoh, Oh, ya? Tapi kami juga punya kabar buat kamu," sahut sang Ayah dengan santainya sambil menyuap makan malamnya. "Dan, giliran kamu yang tidak boleh marah dan harus setuju."
Kening Dean mengerenyit, "Kabar apa?" tanyanya penasaran.
"Kamu duluan dulu, mau ngomong apa?"
Dean meremas kedua tangannya seperti kebiasaanya ketika gugup, wajahnya menunduk sedikit malu-malu tetapi, saat melirik kedua orang tuanya lagi dia menjadi gugup dan sedikit takut. Sungguh, memalukan usianya sudah duapuluh satu tahun tetapi, baru mulai mengalami hal seperti ini. Salahkan orang tuanya yang terlalu lengket dan ketat padanya.
"Dean?"
"Iya, Mih, tunggu," protes Dean melihat ibunya juga tampak mulai tidak sabaran padahal,kan, dia memang butuh persiapan untuk mengatakan hal ini.
"Oke, Mamih, tunggu."
Menarik napasnya dalam-dalam. Dean menatap kedua orang tuanya dengan senyumnya yang paling cemerlang dan paling mereka cintai. "Mih, Pih, sekarang Dean udah punya pacar."
"Apa?!" teriak pasangan suami istri Richad terkejut.
"Dean, sejak kapan kamu punya pacar? Kenapa kamu baru ngomong hari ini? Gimana bisa kamu ngecewain Mamih kayak gini?!"
"Mih, Mami… dengerin dulu sampai selesai. Aku itu baru aja jadian belum lama ini."
Tisya Maharani, menghela napas meletakkan alat makannya lalu dengan seksama menatap anak bungsunya yang tampak lugu , naif tetapi, seklaigus menggemaskan. Anak yang terlahir penuh pengharapan setelah sepuluh tahun lamanya dari melahirkan putri sulungnya, yang kini sudah diambil orang. Pelipur laranya tentu saja si Bungsu ini.
"Dean, karena kamu pacaran belum lama ini berarti perasaanmu juga belum terlalu dalam putuskan saja orang itu. Mami sama Papi udah punya calon terbaik buat kamu."
"Apa?!" giliran Dean, yang terkejut dan langsung merengut tidak senang. "Mami sama Papi, jangan becanda aku gak mau dijodohin …aku udah punya pacar. I-itu pria… pilihanku sendiri."
"Ouh," sahut Barka tenang mendengar jika, pilihan putranya adalah seorang pria seolah dia sudah tahu sebelumnya. " Tapi, tetap saja, pria pilihan kamu belum tentu sebaik, pilihan Mami sama Papi."
"Kata siapa?" tanya Dean dengan wajah tertekuk. "Mami sama Papi juga, kan belum lihat siapa dan bagaimana pacarku itu."
Tisya menggeleng, tetap tidak percaya. "Pokoknya putusin Pria itu, kamu harus kenalan sama pilihan Mami sama Papi… gak ada duanya dan dijamin anakku ini gak bakalan bisa nolak," ungkapnya sangat percaya diri.
Dean tidak percaya dan gak mau percaya. dia sudah kenal kekasihnya, yang dikenal orang lain adalah orang yang paling sempurna. Tidak yakin jika, ada orang lain yang seperti dia. "Aku gak mau putusin dia, enak aja?! Padahal kami juga baru pacaran." Setelah mengatakan hal-hal itu Dean bangun dari kursinya pergi ke kamarnya.
Barka dan Tisya, istrinya saling berpandangan melihat anak bungsu mereka yang keras kepala sudah mengambil keputusan. "Sepertinya, bakal sulit menjodohkan mereka pada akhirnya."
"Jangan mudah menyerah! Kita bisa melihatnya pelan-pelan. Lihat aja yang bakal aku lakuin."
Bulu tengkuk Barka tiba-tiba merinding jika, sudah bertekad istrinya tidak ada yang bisa tidak dia lakukan. "kamu jadi sedikit menakutkan, Sayang?! Tolong jangan pakai ekspresi seperti itu."
"Ish!" kesal Tisya yang berpura-pura ingin memukul suaminya. Lalu, setelahnya dia berdiri, bangun dari kursinya dan berlalu pergi dari sana meninggalkan suaminya sendiri di sana.
**
Di dalam kamar Dean sedang bersandar diranjangnya, masih ada waktu hampir satu jam sebelum waktunya dia berangkat kuliah. Tangannya sibuk sedang memegang ponsel tampak dia mengetik sesuatu tetapi, tiba-tiba berubah dengan menghapusnya dan akhirnya dia tidak mengirimkan apapun.
"Aku gak percaya. Mami sama Papi bakal tega kayak gini?! Gimana bisa mereka mau jodoh-jodohin aku …terus gimana sama pacar aku itu.
Dean Richad adalah anak bungsu dari konglomerat ternama Barka Richard, pengusaha batu bara dan istrinya, Tisya Maharani seorang kolektor seni lukisan untuk kakak sulungnya Bella Richad, dia sudah menikah dengan Harsel Wijaya seorang pengusaha dealer mobil. Hidup Dean sejak kecil tidak pernah mengenal kekurangan, semua hal yag dia inginkan akan terlalu tersedia apalagi dia anak bungsu, yang akan selalu diprioritaskan tetapi, sebenarnya mereka tidak terlalu memanjakannya seperti banyak orang lain lihat dan pikir.
Terkadang ada banyak hal, yang kedua orang tuanya tuntun agar dia bisa menjadi anak sempurna dan luar biasa. Bella, kakak perempuannya yang berusia sepuluh tahun lebih tua darinya adalah, contoh nyata dari kesempurnaan… membuat orang tuanya terobsesi membuatn anaknya yang lain untuk sama sempurna dan luar biasanya.
Dean tidak benci hal itu juga tetapi, selalu ditekan untuk menuruti mereka, itu yang paling dibencinya. Dia sudah dewasa sekarang dan bisa mengambil keputusan sendiri tidak perlu orang lain terutama orang tuanya. "Pokoknya, aku gak bakalan putusin pacar aku ini?! Ya, ampun. Gimana bisa coba aku ninggalin, dia karena alasan gak jelas," kicau Dean dalam lamunannya sendiri.
Melihat waktu sekali lagi, akhirnya Dean beranjak bangun. Sudah waktunya dia berangkat diraihnya tas ranselnya yang cukup besar. Asal tahu saja, tidak banyak buku yang dia bawa melainkan camilan ringan. Dean, memeriksanya secara seksama dia tidak mau kalau hal, seperti beberapa hari lalu terulang. Di tengah jalan dia kekurangan cemilannya membuatnya sangat kesal dan bad mood. Hal itu juga mengakibatkan pekerjaanya tidak selesai.
"Sudah cukup, sepertinya gak bakal kurang." Dean segera menutup tas ranselnya. "Ets, tapi, gimana kalau Jeremy minta? Hari ini, kan kita mau pada ngumpul? Ih, tapi aku gak mau ngasih dia… makannya terlalu banyak. Pemborosan lebih baik aku gak ngemil kalo depan dia." Putus Dean yakin.
**
Di lantai bawah Tisya sedang menbaca majalah, menunggu anak kebanggaanya turun dia mau memberikan sesuatu. Belum terlalu lama akhirnya bulan-nya, yang cantik ditunggu-tunggu muncul. "Sayang," panggilnya lembut. Majalah ditangannya sudah terlepas. Tisya meraih sesuatu di atas meja lalu berjalan mendekati Dean.
"Ada apa,Mih?" tanyanya datar, melihat gelagat ibunya yang mencurigakan. Matanya ikut menyipit penuh curiga.
"Ada sesuatu yang mau Mami kasih lihat sama kamu."
"Apa?"
"Foto calon suami kamu. Jadi, jangan marah lagi?! Lihat dulu dia kayak apa, baru bicara lagi kita."
"Ngga mau, kalau Mami sama Papi juga gak mau lihat cowokku itu kayak gimna?" Dean menyilangkan kedua tangannya di depan dada seolah menentangnya. Tisya menghela napas kesal dan terpaksa setuju dengan keinginan Dean sampai melihatnya pergi kuliah.