"Nanti biar aku yang cuci sendiri saja, nggak papa kok" Ucap May dengan sikap yang tidak seperti biasanya, meski hatinya tidak ada sedikitpun rasa benci ke Anne, tapi dia memilih cara ini untuk menjaga Anne dari sengatan mamanya.
"Namanya janji ya harus di bayar May, namanya juga utang kan?" Kata Anne sambil menaruh tas di pundaknya.
May hanya menjawab senyuman tipis tanpa menatap muka Anne sama sekali, sebenarnya dia tidak tega melakukan ini. Tapi ia harus memberanikan dirinya agar bisa memperbaiki semuanya.
"May kamu jangan gitu ih, jangan diam, aku merasakan kamu itu tidak seperti biasanya. Plis aku tidak nyaman kalau kamu begini"Kata Anne terus merengek, suaranya bergetar seperti ada tangis yang ia pendam. Anne terdiam dan menoleh ke belakang, lalu menyelamatkan air matanya yang jatuh membasahi pipinya.
Memang tidak ada hal lain selain canda tawa, waktu yang di habiskan May dan Anne. Dan begitu burung-burung berkicauan berubah menjadi pemakaman, seketika terasa sepi dan hati yang hancur berkeping.
Anne bergegas Setelah memastikan jarum jam di tanganya, ia menyela pembicaraanya yang sama sekali tidak di respon. Lalu pergi dengan menyeret alas meja kelasnya, dia berjalan keluar sambil mengingat kejadian kemarin. Tapi Anne sedikit menyadari jika dia di posisi May akan mengalami hal yang sama, dia akan merasakan kecewa.
Tidak berat jika Anne harus menyelesaikan hukuman ini, kartu kredit yang bisa ia gesek kapan saja, lalu membawa alas meja itu ke tukang laundry.
" Permisi" Anne membuka pintu kelas lainya untuk mengambil alas meja, sebagian kelas masih tersisa beberapa murid yang belum pulang. Lalu semua mata tertuju ke arah cewek ber aura bule dengan rambut pirang itu, mereka menoleh saling bertanya-tanya.
" Itu cewek cantik ngapain ngumpulin alas meja gitu?" Tanya salah satu cowok sambil mengamati Anne yang masih melipat alas meja itu di kursi.
"Mau gantiin mak Sumini mungkin haha" Cowok di sebelahnya itu berbisik sambil cengingisan, suaranya sama sekali tidak di tahan, sengaja agar Anne bisa mendengarnya.
Anne menerbitkan senyumnya ke arah cowok itu, tanpa mengeluarkan satu kata pun. Fikiranya masih berputar mencari cara untuk mengambil hatinya May lagi, bagaimana jika May terus-terusan begini. Anne tidak akan bisa menjalani hari-harinya di kelas tanpa ada humor khasnya May yang bisa membuatnya lupa tentang semua masalah di keluarganya.
"Baru kali ini lo ada cleaning service keliling kelas, di gaji buat bayar SPP ya?" Cewek dengan bibir merahnya itu berteriak dari bangku belakang, pertanyaan itu membuat Anne berusaha menikam dadanya agar tidak melonjak amarahnya. Lalu Anne diam dan merapikan rambutnya.
"Kamu mau di bantu?" Tanya seseorang dari arak samping May, sontan dia keget dan tidak menyangka dengan tawaranya itu. Poni rambut May sedikit jatuh ke depan, membuat mata sebelah kananya tertutup tanpa bisa melihat arah kanan. Dia masih enggan menoleh, tanganya masih gemetar gugup karena suara itu benar-benar suara yang ia kenali.
Sembari sambil menyelesaikan lipatan tadi, Anne memikirkan apa jawaban yang akan ia katakan untuk pertanyaan Vino. Iya Vino, cowok yang sangat ia idolakan karena ketampanan dan prestasinya itu. Anne terpaksa harus mengangkat kapalanya dan memutar tubuhnya ke arah Vino.
" Tidak usah kak, nanti malah ngrepotin" Itu jawaban paling detail yang Anne rancang selama setengah menit, meski jawaban itu sebenarnya tidak sama dengan kata hatinya. Siapa yang tidak ingin di bantu seorang Vino, kapan lagi?
Hati Anne protes dengan keputusanya yang konyol itu, lalu Anne berjalan keluar melewati depan Vino yang sedang berdiri di depan pintu. Dia memarahi dirinya sendiri.
Masih ada satu gedung lagi Anne harus menyelesaikan tugasnya itu, tumpukanya sudah lumayan menggunung. Sampai matanya tertutup dan tidak bisa menerawang ke arah depan. Dia tetap berjalan dengan memiringkan lehernya.
" Kalau tau jadinya seperti ini, kenapa aku tadi tidak memilih nilaiku anjlok aja sih?!" Kata Anne sedikit menyesali niat bodohnya, di tengah perjalanan dia memikirkan Vino. Kenapa dia tidak mengejarnya?
"Ya Allah capek sekali" Batin Anne sambil membenahi tumpukan yang hampir runtuh.
"Anne tunggu!" Anne mengangkat alisnya sebelah, betapa so sweetnya Tuhan, baru saja hatinya ramai bercerita tidak lama cerita itu berubah nyata. Spontan Anne menoleh ke belakang dengan senyum puasnya.
Setelah Anne berhenti, Vino berlari mendekati Anne dengan membawa tas ranselnya di pundak kananya. Dia berlari begitu cepat, seakan ingin sekali cepat-cepat mengambil beban berat itu dari tangan Anne.
" Sini aku bantu!" Tangan Vino meraih tumpukan itu dari bawah, sempat tanganya menyenggol jari-jari Anne. Desir hatinya seketika terasa di iris tanpa ada rasa sakit, bibir Anne melebar luas ke kiri dan kanan. Lalu bergidik gemas melihat Vino dari jarak dekat.
Vino membawa tumpukan itu melewati tangga sebelah Kantor, mereka berjalan hampir Lima belas menit tanpa ada perbincangan. Bibir Anne rapat, tapi tidak dengan hatinya yang terus mengomel. Antara hati dan mulutnya sama sekali tidak ada ikatan, sehingga bibirnya tidak mau meluapkan isi hatinya.
'Ayo dong kak Vino, tanya apa kek'
Langkah Vino tidak begitu cepat, tapi Anne Memilih untuk terburu-buru agar cepat sampai di gerbang. Dan barangkali Vino mau menawarkan minum.
"Kamu ini di hukum atau kenapa? Sampai mau menyucikan alas meja satu sekolah?" Tanya Vino tiba-tiba dengan muka kebingungan.
"Aku menggantikan posisi teman saya kak, untuk menuntaskan hukumanya" Kata Anne tanpa berbelit, meski bukan itu alasanya. Anne tidak memberitahu kejadian yang sebenarnya, hanya karena ia ingin mendapat belas kasih dari seorang Vino.
Vino terlihat begitu kesal setelah mendengar penjelasan Anne, dan menggerutu lirih sambil berjalan, sampai Anne pun tidak bisa mendengarnya.
"Kamu tidak boleh begitu, jangan kamu biarkan seseorang bersikap egois, kamu harus mengatakan bahwa dia harus bertanggung Jawab!" Ucap Vino tegas, Anne tidak terlalu memperhatikan omongan Vino, tapi fikiranya terlalu sibuk dengan sikap sweetnya hari ini. Di balik sosok yang dingin itu ada sesuatu yang mengagumkan.
"Hey jawab siapa teman kamu itu?" Tanya Vino sudah tidak sabar.
Anne begitu tertarik dengan respon Vino yang begitu membela dirinya, seakan dia tidak terima tentang Hal yang tidak adil yang menimpa Anne hari ini.
Tapi sedikit takut untuk menjawab. Namun ia butuh perjuangan untuk mendapat perhatian dari Vino, dan Anne terpaksa menceritakan siapa temanya itu. Dia membuka bibirnya pelan dan sedikit memejamkan matanya.
"May kak" Bisik Anne tanpa ragu, tapi masih menunduk ketakutan.
Vino menerbitkan senyum di bibirnya, tapi senyum itu begitu kecut dan berubah menjadi emosi yang meluap-luap