Tina berdiri di teras luar rumahnya, Tina masih menanti kepulangan Pras.
Pras belum juga kembali setelah kepergiannya tadi malam, kemana dia sebenarnya.
"Dimana kamu Pras"
Tina terus menerus menghubungi Pras yang entah dimana keberadaannya, sudah puluhan kali tapi tak mendapat hasil apa pun.
Tina juga sudah banyak kali menghubungi Claire, tapi ponsel Claire tetap saja tidak bisa dihubungi.
Tina tidak bisa tenang lagi, tidak bisa berfikir positif lagi, semua terlalu mengkhawatirkan.
Putranya dan juga wanita terdekatnya tak juga datang menemui Tina, bukankah Claire pulang sejak kemarin, lalu mana dia sekarang, kenapa Pras juga malah turut menghilang.
"Bu sarapannya sudah siap"
Tina menoleh dan menggeleng, disaat seperti ini untuk apa Siti menawarinya sarapan, apa Siti tidak bisa melihat kegelisahan Tina saat ini.
"Bu ...."
"Diamlah bibi, saya tidak mau makan kalau Pras belum kembali"
Bentak Tina, Siti mengangguk dan pamit kembali memasuki rumah.
Tina kembali menghubungi Pras, sempurna sekali kegelisahan Tina, karena sekarang ponsel Pras juga tidak aktif.
"Apa yang mereka lakukan, kenapa sampai pagi belum juga kembali"
Tina memejamkan matanya, ini bukan perasaan seperti biasanya, Tina memang sering kali merasa khawatir tentang Pras.
Tapi bukan seperti ini, rasa khawatir ini sudah sangat berlebihan, Tina tidak bisa menenangkan dirinya.
"Bagaimana ini"
Tina memutuskan untuk menghubungi suaminya, mungkin Wahyu bisa membantu Tina mencari keberadaan Pras, atau sekedar untuk bisa menenangkan Tina sekarang.
"Papah"
Tina tak bisa menormalkan suaranya, kekhawatiran Tina telah sampai di puncaknya, Tina takut sekarang, kenapa setelah mendengar suara suaminya itu, Tina jadi merasa takut.
Wahyu memutus sambungannya dan mengganti dengan panggilan video, kini Wahyu bisa melihat kepanikan Tina dengan jelas.
"Kenapa mamah ?"
"Pras, Pras pergi sejak tengah malam dan sampai sekarang belum kembali"
"Pergi kemana Pras ?"
"Pras hanya menyebut nama Claire, Pras tidak bilang mau kemana semalam"
"Mungkin di rumah Claire, mamah tenang dulu"
"Gak bisa papah, ini sudah tidak bisa ditahan lagi, Pras harusnya sudah kembali sekarang, bahkan sebelum pagi harusnya Pras sudah kembali"
"Mungkin di rumah Claire, mamah telepon Claire saja"
"Tidak bisa"
Tina mulai terisak, kenapa Wahyu tidak bisa menenangkan Tina sekarang, kenapa Wahyu tidak mengerti dengan perasaan Tina.
"Mamah .... jangan nangis, mamah coba ajak pak maman untuk mengantar mamah ke rumah Claire, lihat disana mungkin mereka ada disana"
Tina menggeleng, Tina tidak memiliki keyakinan kearah sana, Tina justru yakin kalau mereka tidak sampai kemana pun.
Tidak ke rumah Tina dan tidak juga ke rumah Claire.
"Ya sudah, nanti papah coba hubungi mereka berdua ya, mamah sabar dulu, mungkin mereka sedang diperjalanan pulang"
Tina tak berkata apa pun, Tina hanya menangis sekarang, bayangan kepanikan Pras sebelum pergi, begitu membuat Tina merasa takut.
Bukankah perasaan ibu pada anaknya tidak pernah salah.
"Mamah, udah dong, papah bantu cari tahu ya, udah mamah jangan nangis"
"Pras harusnya sudah pulang sekarang, ini masih hari kantor, bagaimana mungkin Pras bolos"
"Suttt, iya udah nanti papah coba hubungi teman-temannya, papah tahu sebagian teman kerjanya"
"Jangan lama-lama"
"Iya, nanti papah telepon mamah lagi ya, udah mamah tenang dulu"
Tina memutus sambungannya, Tina tidak bisa tenang, kenapa Wahyu tidak bisa mengerti itu.
Perasaan Tina terlalu kuat sekarang, begitu menyudutkannya untuk berfikir tentang hal terburuknya.
"Pras, dimana kamu sayang, mana Claire kenapa tidak dibawa menemui mamah, bukankah sebelum Claire pergi, kamu membawanya menemui mamah"
Tina kembali menghubungi keduanya, tapi semakin gelap, tak ada satu pun kontak yang bisa dihubungi Tina sekarang.
"Papah juga mana, lama sekali"
Tina menoleh ketika melihat Cindy datang menghampirinya, tersenyum dan memeluk Tina disana.
"Kenapa sayang ?"
Tina membawa Cindy ke pangkuannya, Cindy tampak menunjuk ke dalam rumah.
"Kenapa, kamu mau makan"
Cindy mengangguk menjawab pertanyaan Tina.
"Makan sama bibi dulu ya"
Cindy menggeleng cepat dan kembali menunjuk arah yang sama.
"Bibi .... makan Cindy mana"
Teriak Tina, Cindy tersenyum dan bertepuk tangan, memang sudah menjadi rutinitas.
Cindy selalu ikut sarapan bareng Tina dan Pras, jadi Cindy selalu saja nagih saat jam makannya tiba, tapi makanannya belum ada.
"Bibi"
"Iya bu .... ini bu"
Siti memberikan menu sarapan untuk Cindy, Tina lantas menyuapi Cindy yang berada di pangkuannya.
Ditengah kepanikannya, Tina tetap harus fokus mengurusi Cindy.
Ponel Tina berdering, itu panggilan dari Wahyu, Tina menjawabnya dengan cepat.
"Dimana Pras ?"
"Kata teman kerjanya, Pras tidak masuk hari ini"
"Lalu kemana Pras, papah ?"
Tina kembali terisak, Cindy menoleh dan terdiam menatap Tina.
"Pras kemana, kenpa tidak juga kembali ke rumah"
"Papah sudah bilang, mamah ajak pak Maman dan pergi ke rumah Claire, siapa tahu memang mereka disana"
Tina menunduk, tangisnya semakin dalam.
Hal itu membuat Cindy jadi ikut menangis, Cindy menangis dengan kecang di pangkuan Tina.
"Suuttt"
Tina mengayun Cindy agar diam, Tina mengusap air matanya, Cindy mungkin mengerti dengan kesedihan Tina sekarang.
"Udah mamah pergi sekarang, jangan nangis gitu gak akan menghasilkan apa pun"
Tina memutus kembali sambungannya, Wahyu tidak bisa memberikan ketenangan apa pun.
Wahyu tidak bisa membantu Tina mengetahui keadaan Pras sekarang, Wahyu justru menambah ketakutan Tina dengan kabar yang disampaikannya.
Cindy masih saja menangis, meski Tina sudah menimangnya tapi tidak berpengaruh apa pun.
Siti kembali keluar dan menghampiri keduanya.
"Ada apa bu ?"
"Bawa Cindy masuk sekarang"
Siti menggendong Cindy dari pangkuan Tina dan berlalu memasuki rumah menuruti perintah Tina.
Tina juga bangkit dan berjalan mencari Maman sopir pribadinya, menuruti saran Wahyu untuk datang ke rumah Claire.
Tina berharap saran Wahyu bisa memberikan hasil yang baik, hasil yang sesuai dengan keinginannya.
Semoga Pras memang ada di rumah Claire bersama Claire juga, mungkin mereka masih tertidur sekarang, sehingga tidak sempat mengecek ponselnya.
"Jalan cepat pak"
"Baik bu"
Maman melajukan mobilnya sedikit cepat, Maman tidak bertanya apa pun pada Tina, melihat dari kepanikannya sudah jelas kalau memang sedang ada masalah sekarang.
"Cepat pak"
"Iya sabar bu, jalanannya juga padat"
"Ambil jalur tercepatnya, jangan lelet kita harus segera sampai di rumah Claire"
"Iya bu, sebentar"
Maman berusaha untuk tetap tenang, agar bisa menyetir dengan benar, dan bisa mengantarkan tuannya ke tempat tujuannya itu.
Jalanan memang padat sekarag, Maman cukup kesulitan mengambil celah untuk bisa melaju lebih cepat lagi.
Tina kembali menangis, perasaannya begitu menyiksanya.
Tina benar-benar takut sekarang, Pras tidak pernah seperti ini, tidak pernah membuat Tina sampai sekhawatir sekarang.
Pras sudah sangat membuat Tina hilang kewarasan.