Esoknya, dia bangun kesiangan.
Dia terus-menerus menyalahkan Arga dan mimpinya. Mulutnya terus mengutuk nama laki-laki itu bahkan di kamar mandi. Dia turun ke bawah setelah memakai bedak dan cologne, sama sekali melupakan kondisi rambutnya yang belum tersisir. Dia turun ke bawah dan melihat ibu dan ayahnya sedang menyantap sarapan dengan tenang. Dea langsung meraih sepotong roti tawar dan dia mengoleskan selai kacang di atasnya.
"Kamu kesiangan?" tanya ibunya memperhatikan Dea yang sangat tergesa memakaikan selai kacang di atas rotinya tanpa sempat menengok ke arahnya.
Dea mengangguk sambil meraih segelas susu untuknya. Dia meneguknya dan hampir tersedak ketika mendengar suara klakson motor yang dia kenali. Roti yang dia pegang langsung dimasukkan ke dalam mulutnya dan dia memakai sepatunya. "Pa, Ma, Dea pamit ya!"
"Hati-hati," balas ayahnya sambil membaca koran.
"Salam untuk Arga!" ibunya menambahkan.