"Aaa ciee, kayanya semakin hari semakin lenget aja, nih," goda Riska.
Liya tersenyum malu. "Apaan, sih?"
Riska menyenggol Liya. "Cie malu-malu
Cie.
"Ssstt." Liya menoleh ke meja Vano, lelaki itu memunggungi Liya. Kemudian ia kembali menatap Riska.
Riska ternyata sudah melanjutnya aktivitasnya. Liya menghela napasnya, lalu juga ikut memilih beberapa gorengan.
"Rasanya nggak nyangka, Ris," kata Liya tanpa menatap lawan bicaranya. "Lo tau, kan gue udah pernah hampir nyerah atas ulah Shellia? Gue capek. Di saat gue masih sayang-sayangnya gue harus nerima kaya gitu. Tapi ya, gue sekarang bersyukur karena gue dan Vano udah bisa sama-sama lagi, jelas Liya.
Riska tersenyum. "Semua kembali pada diri lo, Liya. Lo nggak salah dan lo yang akan menang," balas Riska.
Liya tersenyum. Hidupnya kembali berwarna setelah semua membaik. Liya berpikir, ternyata benar bahwa kerja keras tak akan menghianati hasil.
"Liya!" tegur Riska.
Liya mengerjapkan matanya. "Hah?"